Rabu, 27 April 2016

PENGUKURAN TEKANAN DARAH DAN KADAR HAEMOGLOBIN

Nama               : Ratna Lestyana Dewi
NIM                : 11140950000007
Tanggal           : 13 April 2016

Praktikum III
Pengukuran Tekanan Darah dan Kadar Haemoglobin
Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi. Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis di dalam tubuh. Tekanan darah selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap. Jika sirkulasi darah  menjadi   tidak  memadai  lagi,   maka   terjadilah   gangguan   pada   sistem   transportasi oksigen, karbondioksida, dan hasil-hasil metabolisme lainnya. Di lain pihak fungsi organ- organ tubuh akan mengalami gangguan seperti gangguan pada proses pembentukan air seni di  dalam  ginjal  ataupun  pembentukan  cairan  cerebrospinalis  dan  lainnya (Campbell, 2004).
Terdapat dua macam kelainan tekanan darah, antara lain yang dikenal sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah. Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang pertama adalah curah jantung. Tekanan terhadap dinding arteri lebih besar sehingga volume aliran darah meningkat. Faktor kedua yang mempengaruhi tekanan darah resistensi perifer, atau resistensi terhadap aliran darah dalam arteri kecil dari tubuh (arteriol). Resistensi perifer dipengaruhi oleh visikositas (ketebalan) dari sel-sel darah dan jumlah plasma darah. Visikositas darah yang sangat tinggi menghasilkan tekanan darah tinggi. Selain itu, tekanan darah dipengaruhi oleh struktur dinding arteri. Jika dinding telah rusak, jika tersumbat oleh endapan limbah, atau jika telah kehilangan elastisitas, tekanan darah akan lebih tinggi. Tekanan darah tinggi, disebut hipertensi, yaitu akibat curah jantung terlalu tinggi atau resistensi perifer terlalu tinggi (Isnaeni, 2006).

Minggu, 24 April 2016

HUBUNGAN TUMBUHAN DENGAN AIR




Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan
HUBUNGAN TUMBUHAN DENGAN AIR
Muhammad Ali Subhan, Ratna Lestyana Dewi
Fakultas Sains dan Teknologi
Program Studi Biologi
April 2016

Abstrak
Pentingnya air sebagai pelarut dalam organisme hidup tampak amat jelas. Kuantitas air yang dibutuhkan oleh tanaman sangat berbeda - beda sesuai jenis dan lingkungan dimana tumbuhan itu hidup. Praktikum ini bertujuan untuk mengukur kadar air pada bagian tumbuhan, mengukur turgiditas relatif, defisit air dari jaringan tumbuhan dan mengetahui pengaruh tekanan turgor terhadap membuka dan menutup stomata. Percobaan untuk mengetahui kadar air  dilakukan dengan cara yaitu daun dan batang yang diberi perlakuan sama, pada percobaan untuk mengetahui defisit air dilakukan dengan tanaman Zea mays dengan perlakuan disiram dan tidak disiram, dan percobaan membuka menutupnya stomata dilakukan dengan pemberian akuades dan sukrosa 50%. Hasil yang didapat bahwa kadar air pada daun lebih besar dibandingkan dengan batang, defisit air dengan perlakuan tidak disiram lebih besar, dan pada pemberian sukrosa 50% stomata lebih cenderung membuka. Kesimpulannya adalah kadar air yang terdapat pada daun lebih besar karena daun memiliki klorofil sebagai proses fotosintesis. Turgiditas relatif pada tumbuhan yang disiram lebih besar dibandingkan dengan turgiditas relatif tumbuhan yang tidak disiram. Defisit air tanaman Zea mays yang tidak disiram lebih besar dibandingkan dengan perlakuan disiram. Terjadinya proses membuka menutupnya stomata tergantung pada perubahan turgor sel penjaga (sel stomata). Turgor yang tinggi menyebabkan stomata membuka sebaliknya turgor yang rendah akan menyebabkan stomata menutup.
Kata Kunci :  Defisit Air, Stomata, Turgiditas Relatif, Turgor, Zea mays

Senin, 18 April 2016

BIOINDIKATOR TANAH

BIOINDIKATOR TANAH

Ratna Lestyana Dewi1), Apriyani Ekowati 2), dan Meidiyanto2)
1.      Mahasiswa Program Studi Biologi
2.      Asisten Dosen Praktikum Ekologi Terestrial Prodi Biologi
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstract
The ground is a part of the terrestrial ecosystem in which are inhabited by many an organism called as biodiversitas ground. Terrestrial ecosystem as a habitat the ground is for fauna with a high diversity .The fauna of land is one of the components of the ground. Fauna land life very dependent on their habitats , because of the existence and density of populations fauna a type of soil in a region very determined by the state of these regions . The purpose of this lab work is to find the factors about the land health, knows diversity fauna land , and he knows cause effect relationship between the ground by diversity health fauna.  Lab work is done in the area that canopied seat and non canopy around the parking integrated laboratory center uin syarif hidayatullah jakarta .Methods used the with the hand of sorting and by calculation index the diversity of species Shannon – Wiener index. Results obtained at the canopied seat is 80 type and not canopied seat of 8 with the not canopied have a diversity better than canopied. The conclusion is The diversity of species fauna contained in two locations there are locations canopied seat and non canopied shows that the diversity of species having the index diversity of species >1 and its signified that diversity its kind low.
Keywords : Canopied, Diversity, Fauna, Ground, Shannon – Wiener Index

Sabtu, 16 April 2016

KOMUNITAS PLANKTON di EKOSISTEM PERAIRAN


KOMUNITAS PLANKTON di EKOSISTEM PERAIRAN
Ratna Lestyana Dewi1), Alfan Farhan Rijaluddin 2), Daus Ramadhan2) , dan Rizky Aprizal2)
1.       Mahasiswa Program Studi Biologi
2.       Asisten Dosen Praktikum Ekologi Perairan Prodi Biologi
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstrak
Plankton dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu zooplankton dan fitoplankton. Zooplankton merupakan organisme renik yang hidup melayang – layang mengikuti pergerakan air yang berasal dari jasad hewani. Sementara itu, fitoplankton adalah plankton yang menyerupai tumbuhan yang bebas melayang dan hanyut dalam perairan serta mampu melakukan proses fotosintesis karena mengandung klorofil. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menghitung dan mengidentifikasi plankton, mempelajari indeks diversitas plankton, serta mempelajari spesies dan jumlah plankton sebagai bioindikator perairan. Praktikum ini dilakukan pada Jumat, 1 April di Danau Situ Gintung dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan metode sampling secara kuantitatif yang dibagi ke dalam lima titik stasiun yaitu pada lokasi inlet, dekat dengan permukiman, outlet, dekat dengan pertanian, dan outlet. Hasil yang diperoleh yaitu didapat 9 kelas dari fitoplankton dengan kelimpahan terdapat pada stasiun tiga dengan dominansi pada jenis Oscillatoria sp. Kesimpulannya adalah Situ Gintung memiliki indeks diversitas yang tinggi sebesar 2,88 dan terdapatnya keanekaragaman plankton dapat dijadikan sebagai bioindikator dari ekosistem perairan.
Kata Kunci :  Plankton, fitoplankton, Indeks diversitas, Oscillatoria sp.

Kamis, 14 April 2016

PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN LEMAK

Nama               : Ratna Lestyana Dewi
NIM                : 11140950000007
Tanggal           : 6 April 2016

                                                             PRAKTIKUM II
PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA DARAH DAN KADAR LEMAK

Dasar Teori
Karbohidrat merupakan senyawa yang diperlukan oleh tubuh sebagai sumber energi. Karbohidrat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu monosakarida (glukosa dan fruktosa), disakarida (sukrosa dan maltosa), dan polisakarida (amilum, glikogen, dan selulosa). Ketiga kelompok senyawa karbohidrat tersebut dicerna oleh organ sistem pencernaan secara bertahap. Hal ini disebabkan karena tubuh tidak dapat langsung menyerap molekul – molekul yang masih kompleks sehingga harus dipecah menjadi monosakarida yang ukuran molekulnya lebih sederhana seperti halnya pada penyerapan glukosa dalam sistem pencernaan (Poedjiadi,1994).
Proses pencernaan karbohidrat dimulai dari rongga mulut. Makanan yang mengandung karbohidrat dikunyah di dalam cavum oris sehingga bercampur dengan saliva yang mengandung enzim amilase yang berfungsi mengurai karbohidrat menjadi glukosa. Setelah melalui pencernaan mekanis, karbohidrat kemudian ditelan masuk dan melewati esofagus. Pada organ ini, proses pencernaan karbohidrat sama sekali tidak terjadi karena saluran esofagus yang sangat licin akibat cairan mucus yang dihasilkan oleh dindingnya (Price, 2006).

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN BOD EKOSISTEM PERAIRAN


PRODUKTIVITAS PRIMER DAN BOD5 EKOSISTEM PERAIRAN
Ratna Lestyana Dewi1), Alfan Farhan Rijaluddin 2), Daus Ramadhan2) , dan Rizky Aprizal2
1.       Mahasiswa Program Studi Biologi
2.       Asisten Dosen Praktikum Ekologi Perairan Prodi Biologi
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstrak
Cahaya matahari merupakan komponen penting dalam setiap ekosistem yang dimanfaatkan oleh produsen primer yang ada di ekosistem perairan diantaranya yaitu alga, bryophyta, vascular macrophytes, dan Cyanobacteria. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memahami produktivitas primer dan BOD5 di ekosistem perairan dan memahami produktifitas primer BOD5 tentang kualitas perairan. Praktikum ini dilakukan di Danau Situ Gintung dan PLT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan metode purposive sampling dan metode botol gelap dan botol terang. Hasil yang diperoleh yaitu pada saat perhitungan produktivitas primer hampir keseluruhan tergolong pada mesotrofik kecuali pada stasiun kedua, dan perhitungan BOD5 menunjukkan bahwa Danau Situ Gintung tergolong memiliki tingkat pencemaran yang sedang pada stasiun satu, tiga, lima, dan memiliki tingkat pencemaran ringan pada stasiun satu dan empat.. Kesimpulannya adalah produktivitas primer di Danau Situ Gintung termasuk tipe Danau yang memiliki kandungan nutrient yang sedang (mesotrofik) dan memiliki kualitas pencemaran perairan yang sedang.

Kata Kunci : BOD5 , Mesotrofik, Pencemaran, Produktivitas primer

Senin, 11 April 2016

MAKALAH FISIOLOGI TUMBUHAN

 TRANSPORTASI DAN TRANSLOKASI AIR DAN LARUTAN, SIFAT AIR, DIFUSI, OSMOSIS, PERAN AIR BAGI TUMBUHAN, PENYERAPAN DAN PENGANGKUTAN AIR SERTA TRANSPIRASI
Anggota Kelompok:
Arief Budi Utomo
Fenti Maharani
Ratna Lestyana Dewi

Jurusan Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Adapun tujuan kami menulis makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Tumbuhan. Selain itu, penulis juga berharap makalah ini dapat menambah informasi kepada pembaca mengenai “Transportasi dan Translokasi Air dan Larutan, Sifat Air, Difusi, Peran Air Bagi Tumbuhan, Penyerapan dan Pengangkutan Air Serta Transpirasi”
Penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. 
Akhir kata, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Dasumiati, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Fisiologi Tumbuhan yang telah membimbing kami dalam penyelesaian penulisan makalah ini sehingga kami termotivasi untuk mencari sumber-sumber yang relevan.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     Ciputat, Maret 2016
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                Penulis








LAPORAN HASIL FIELDTRIP EKOLOGI DASAR

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI KAWASAN CAGAR ALAM DAN TAMAN WISATA ALAM TELAGA WARNA, DESA TUGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BOGOR


Ratna Lestyana Dewi1), Ria Suci Anisa1), Eko Jatmiko1), Rizki Hastuti Purwaningsih1),  Ferial Hamedan1), Dara Mutiara Fiesca1), Arman Gafar
1)Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


Abstract
A bird is a wildlife which could be found almost in any vegetated environment. The existence of a bird in one area is very important because it could affect the presence and distribution of plant species. The research aims to identify species diversity, distribution of bird species, habitat and analyze the relationship of bird species diversity to habitat in Natural heritage dan Telaga Warna paek of nature. The research was conducted on November, 21. All bird data were collected using a point count method. The vegetation data collected included species, composition and structure by forming a plot measuring. It was found 45 species , 25 families and 231 individuals. The bird species diversity indices (H’) is 3,31, the bird average indices (E) is 0,9 because there is dominance of Collocalia fuiphaga.

Keywords: bird, diversity, dominance

Minggu, 10 April 2016

DIFUSI, OSMOSA, dan IMBIBISI




Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan
DIFUSI, OSMOSA dan IMBIBISI
Muhammad Ali Subhan, Ratna Lestyana Dewi
Fakultas Sains dan Teknologi
Program Studi Biologi
Maret 2016

Abstrak
Konsep transpotasi pada tumbuhan mengandung beberapa sub konsep yaitu pengangkutan zat atau bahan melalui proses difusi, osmosis, imbibisi, dan transpor aktif. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses terjadinya difusi, osmosis dalam suatu larutan, serta pengaruh macam larutan terhadap proses imbibisi. Proses difusi dapat dilakukan dengan melakukan percobaan pada 5 tabung reaksi dengan perlakuan suhu dan konsentrasi agar yang berbeda-beda, pada uji osmosa dilakukan dengan mencampurkan dua larutan yang berbeda gradien konsentrasinya, dan pada uji imbibisi dilakukan dengan perendaman dua sampel biji dan karet yang diberikan larutan air dan minyak tanah. Hasil yang didapatkan yaitu difusi lebih cepat terjadi dengan baik pada konsentrasi yang tinggi, osmosis terjadi pada molekul yang lebih rendah jumlahnya namun memiliki kelarutan yang tinggi, dan imbibisi dapat terjadi pada saat terdapat kecocokan antara senyawa yang terkandung dalam kacang dan kedelai, sehingga menyebabkan senyawa higroskopik. Hal ini dapat disimpulkan bahwa proses difusi terjadi apabila terdapat perbedaan konsentrasi begitu juga pada osmosis namun pada osmosis harus melalui dinding semipermeabel, larutan yang memiliki kecocokan antara senyawa biji mampu membuat proses imbibisi berhasil.
Kata Kunci : Difusi, Osmosis, Imbibisi, Dinding semipermeabel

Sabtu, 09 April 2016

LARUTAN





Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan
LARUTAN
Muhammad Ali Subhan dan Ratna Lestyana Dewi
Fakultas Sains dan Teknologi
Program Studi Biologi
Maret 2016
Abstrak
Larutan adalah campuran homogen dari dua atau lebih zat. Hal ini disebut campuran homogen, karena komposisi adalah seragam di seluruh larutannya. Komponen larutan terutama dari dua jenis, zat terlarut dan pelarut. Praktikum ini bertujuan agar praktikan dapat membuat larutan dengan terampil. Pembuatan larutan dilakukan dengan menyampurkan 0,05 mol sukrosa terhadap dua volume yang berbeda yaitu 100 ml dan 200 ml, kemudian di bandingkan solution volume-nya. Dari kedua percobaan didapatkan hasil solution volume sama yaitu  10 ml. Dapat disimpulkan bahwa solution volume tidak dipengaruhi oleh zat pelarutnya.
Kata Kunci : Larutan, pelarut, solution volume, zat terlarut


1.      Pendahuluan


Larutan adalah campuran homogen dari dua atau lebih zat. Hal ini disebut campuran homogen, karena komposisi adalah seragam di seluruh larutannya. Komponen larutan terutama dari dua jenis, zat terlarut dan pelarut. Pelarut melarutkan zat terlarut dan membentuk larutan yang seragam. Pada umumnya, jumlah pelarut biasanya lebih tinggi dari jumlah zat terlarut. Semua partikel dalam larutan memiliki ukuran molekul atau ion, sehingga mereka tidak dapat diamati secara langsung. Larutan dapat memiliki warna jika pelarut atau zat terlarut dapat menyerap cahaya tampak. Namun, larutan biasanya transparan. Pelarut dapat berada dalam keadaan cair, gas atau padat. Kebanyakan pelarut umum adalah cairan. Adapun air dianggap sebagai pelarut universal, karena dapat melarutkan banyak zat daripada pelarut lainnya. Gas, padat atau cair zat terlarut lainnya dapat dilarutkan dalam pelarut cair. Ketika pelarut berupa gas, hanya larutan gas dapat dilarutkan. Ada batas untuk jumlah zat terlarut yang dapat ditambahkan ke sejumlah pelarut (Cotton, 2007).
Larutannya dikatakan jenuh jika jumlah maksimum zat terlarut ditambahkan ke pelarut. Jika ada jumlah yang sangat rendah zat terlarut, disebut larutan diencerkan, dan jika ada jumlah tinggi zat terlarut dalam larutan, itu adalah larutan terkonsentrasi. Dengan mengukur konsentrasi suatu larutan, kita bisa mendapatkan gagasan tentang jumlah zat terlarut dalam larutan (Cotton, 2007).
Konsentrasi suatu larutan dapat dikatakan dalam berbagai satuan yaitu : persen (%), molaritas (M), molalitas (m), normalitas, dan part per million (ppm). Keadaan pH suatu larutan tergantung dari macam dan konsentrasi zat terlarut, secara kolorimetri biasanya digunajan Indikator Universal, dan dapat juga dengan menggunakan kertas indikator pH yang biasanya mempunyai kisaran pH tertentu (Zaskia, 2014).
Konsentrasi dengan satuan persen (%) pada umumnya digunakan untuk mengetahui jumlah persentase dari zat terlarut. Molalitas (m) dari larutan adalah mol zat terlarut dibagi dengan kilogram pelarut. Larutan yang mengandung 1,0 mol NaCl dilarutkan ke dalam 1,0 kg air adalah larutan “satu-molal” natrium klorida. Simbol untuk molalitas adalah huruf kecil m ditulis dalam huruf miring. Molalitas berbeda dari molaritas hanya dalam penyebut. Sedangkan molaritas didasarkan pada liter larutan, molalitas didasarkan pada kilogram pelarut. Konsentrasi dinyatakan dalam molalitas digunakan ketika mempelajari sifat larutan yang berhubungan dengan tekanan uap dan perubahan suhu. Molalitas digunakan karena nilainya tidak berubah dengan perubahan suhu (Sumardjo, 2008).
Normalitas larutan adalah berat setara gram zat terlarut per liter larutan. Satu gram berat setara atau setara adalah ukuran kapasitas reaktif dari spesi kimia yang diberikan (ion, molekul, dan lain-lain). Sementara itu, Part per million (ppm) merupakan satuan yang sering digunakan pada saat pembuatan larutan hormon, asam amino, vitamin, dll. Larutan 1 ppm dibuat dengan melarutkan 1 mg zat dalam sejumlah pelarut hingga volume larutan 1 liter  (10000ml air = 1.000.000 mg air) (Sukadjo, 2002).
Tujuan dari praktikum ini yaitu agar terampil dalam menentukan konsentrasi dari suatu larutan.

THERMOREGULASI


Nama      : Ratna Lestyana Dewi
NIM : 11140950000007
Tanggal   : 23 Maret 2016

THERMOREGULASI

Dasar Teori
Thermoregulasi adalah proses dari pengaturan suhu tubuh. Panas tubuh merupakan hasil akhir dari proses oksidasi di dalam tubuh. Pengaturan suhu tubuh (thermoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi merupakan elemen dari homeostasis. Apabila suhu tubuh naik, maka proses oksidasi akan naik mencapai keadaan maksimum pada suhu optimal. Kondisi homeostatis temperatur tubuh bisa tercapai karena adanya keseimbangan antara panas yang dihasilkan serta diterima oleh tubuh (produksi panas) dan panas yang hilang dari tubuh masuk ke lingkungan luar (disipasi panas). Saat produksi panas, tubuh memperoleh panas sebagai akibat dari aktivitas metabolisme jaringan tubuh dan dari lingkungan luar bila lingkungan luar itu lebih tinggi temperaturnya (lebih panas) daripada temperatur tubuh (Soewolo, 2000).
Bentuk penyesuaian fisiologinya yaitu apabila panas yang dihasilkan oleh tubuh akan meningkat dengan menurunnya temperatur luar. Sebaliknya, temperatur sekitar yang tinggi akan menurunkan jumlah panas yang panas yang dihasilkan oleh tubuh. Hal itu dapat dikaitkan melambatnya aktivitas metabolisme. Secara umum, mekanisme yang berlangsung untuk menghasilkan panas meliputi peningkatan aktivitas metabolisme jaringan, peningkatan aktivitas otot, dan produksi panas (thermogenesis) tanpa aktivitas menggigil (Soewolo, 2000).
Panas dari dalam tubuh dapat ditransfer ke lingkungan luar. Demikian juga sebaliknya, panas dari lingkungan luar dapat ditransfer ke dalam tubuh. Kecepatan transfer panas ke dalam atau ke lingkungan luar tergantung pada 3 faktor yaitu luas permukaan, terjadinya perbedaan suhu, serta kondisi panas. Jika luas permukaan per gram jaringan berbanding terbalik dengan peningkatan massa tubuh. Sementara pada perbedaan suhu, semakin dekat seekor hewan memelihara suhu tubuhnya ke lingkungan, maka semakin sedikit panas yang mengalir ke dalam atau ke lingkungan luar. Konduksi panas spesifik permukaan tubuh hewan. Permukaan jaringan poikiloterm memiliki konduktansi panas yang tinggi sehingga hewan ini memiliki suhu tubuh mendekati suhu lingkungannya (Soedjono, 1998).
Berdasarkan pada kemampuannya mengatur suhu tubuh berkaitan dengan produksi panas, hewan dibedakan menjadi 2 golongan yaitu hewan poikiloterm dan hewan homoiterm. Suhu tubuh binatang poikiloterm berubah-ubah tergantung pada suhu sekelilingnya, sehingga peoses-proses vital di dalam tubuhnya dipengaruhi oleh perubahan-perubahan suhu lingkungan (Soewolo, 2000). Adapun yang termasuk hewan poikiloterm yaitu pisces, amphibi, dan reptil. Suhu tubuh dari golongan binatang-binatang ini sedikit diatas suhu lingkungannya. Sedangkan, hewan homoioterm merupakan hewan yang suhu tubuhnya konstan, karena binatang ini mempunyai sentrum pengatur suhu tubuh yang baik. Contohnya yaitu aves dan mamalia.
Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf eferen serta termoregulasi dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya (Syamsiar, 1998).
Mekanisme pengaturan suhu tubuh merupakan penggabungan fungsi dari organ-organ tubuh yang saling berhubungan. didalam pengaturan suhu tubuh mamalia terdapat dua jenis sensor pengatur suhu, yautu sensor panas dan sensor dingin yang berbeda tempat pada jaringan sekeliling (penerima di luar) dan jaringan inti (penerima di dalam) dari tubuh.Dari kedua jenis sensor ini, isyarat yang diterima langsung dikirimkan ke sistem saraf pusat dan kemudian dikirim ke syaraf motorik yang mengatur pengeluaran panas dan produksi panas untuk dilanjutkan ke jantung, paru-paru dan seluruh tubuh. Setelah itu terjadi umpan balik, dimana isyarat, diterima kembali oleh sensor panas dan sensor dingin melalui peredaran darah (Soedjono, 1998).

EKOSISTEM TERESTRIAL

       EKOSISTEM TERESTRIAL

Ratna Lestyana Dewi1), Apriyani Ekowati 2), dan Meidiyanto2)
1.      Mahasiswa Program Studi Biologi
2.      Asisten Dosen Praktikum Ekologi Terestrial Prodi Biologi
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstract
Terrestrial ecosystem is a ecosystem has a reciprocal relation between biotic factors and factors abiotik located on the mainland .But terrestrial ecosystem has four main ecosystem the tundra, taiga, the forest land low , and meadows. Terrestrial ecosystem having two important component the components and abiotik biotic components. The purpose of this lab work is to find komponen-komponen authors terrestrial ecosystem and he knows the relationship between the authors of ecosystem. An instrument used a rope raffia, a spade, plastic sample, lux meters, anemometer , and thermometer ph. Material used is formalin 4 % and the environment and abiotik biotic on terrestrial ecosystem .The index gained by margalef that results obtained show at least wealth still index gained. The conclusion is terrestrial ecosystem compiled by components abiotik as the ground, temperature, pH, humidity and biotic component of animals and plants. But between the authors of the ecosystem related to keep their survival .
Key words : Terrestrial, ecosystem, biotic factors, margalef

PENDAHULUAN


Ekosistem terestrial merupakan suatu ekosistem yang memiliki hubungan timbal balik antara faktor biotik dan faktor abiotik yang terdapat di daratan. Adapun ekosistem terestrial memiliki empat ekosistem yang utama yaitu tundra, taiga, hutan daratan rendah, dan padang rumput. Ekosistem terestrial memiliki dua komponen penting yaitu komponen biotik serta komponen abiotik (Buckman, 2002).
            Komponen biotik pada ekosistem terestrial meliputi tumbuhan dan hewan. Tumbuhan yang terdapat pada ekosistem terestrial umumnya merupakan tumbuhan yang berasal dari divisi Magnoliophyta (tumbuhan berbunga), Pinophyta (konifer), dan Bryophyta (lumut). Sementara itu, untuk hewan mayoritas berasal dari kelas Insekta (serangga), Aves (burung), dan Mammalia (Buckman, 2002).
            Komponen abiotik dari ekosistem terestrial memiliki beberapa indikator sebagai faktor pembatas, seperti suhu, kelembaban dan pH. Keberadaan dan keberhasilannya organisme dipengaruhi lengkapnya kebutuhan yang diperlukan, termasuk unsurunsur lingkungan yang kompleks.  Tidak adanya dan atau tidak eksisnya suatu organisme, dapat dikendalikan dengan kurangnya atau kelebihan secara kuantitas dan kualitas dari salah satu atau lebih faktor yang mungkin mendekati batasbatas toleransi organisme tersebut. Komponen – komponen terestrial tersebut saling berinteraksi dengan lingkungan di sekitar ekosistem yang bertujuan sebagai proses adaptasi untuk menjaga kelangsungan hidupnya (Zoer’aini, 2002).
Vegetasi menentukan kelembaban suatu tanah dan kelembaban tanah menentukan kehadiran biota permukaan tanah. Vegetasi selain sebagai tempat berlindung juga sebagai penyedia bahan makanan. Lapisan serasah dari vegetasi selain sebagai penyedia bahan organik juga sebagai pelindung tanah. ketersediaan unsur hara untuk vegetasi ini didukung dengan adanya pH tanah yang mendekati netral. Sedangkan pada lingkungan non vegetasi cahaya dapat masuk sepenuhnya tanpa adanya penghalang (tajuk), sehingga kelembaban tanahnya juga lebih rendah dibandingkan dengan lokasi vegetasi, hal ini juga mempengaruhi komponen lainnya seperti kecepatan angin yang lebih tinggi di lokasi non vegetasi (Fiska, 2012).
Adanya faktor fisik berbeda pada lokasi vegetasi dan nonvegetasi menjadi suatu faktor pembatas sehingga komponen yang menyusun ekosistemnya berbeda meski dalam satu ekosistem yang sama yaitu ekosistem terestrial (Zoer’aini, 2002).
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui komponen-komponen penyusun ekosistem terestrial serta mengetahui hubungan antara masing-masing komponen penyusun ekosistem.

Sabtu, 02 April 2016

PENENTUAN KUALITAS PERAIRAN BERDASARKAN FAKTOR KIMIA FISIK LINGKUNGAN

PENENTUAN KUALITAS PERAIRAN BERDASARKAN FAKTOR
KIMIA FISIK LINGKUNGAN

Ratna Lestyana Dewi1), Alfan Farhan Rijaluddin 2), dan Daus Ramadhan2)
1.       Mahasiswa Program Studi Biologi
2.       Asisten Dosen Praktikum Ekologi Perairan Prodi Biologi
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK
Air adalah komponen yang utama dalam kehidupan di bumi dan merupakan sumber daya alam yang penting untuk makhluk hidup. Kualitas perairan adalah mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan tertentu. Syarat yang ditetapkan sebagai standar mutu air berbeda-beda, tergantung tujuan penggunaan. Kualitas air dapat diketahui nilainya dengan mengukur parameter fisika dan parameter kimia. Pemantauan kualitas perairan dapat dilakukan dengan beberapa indikator atau parameter seperti kimia, fisik dan biologi. Situ Gintung merupakan suatu danau yang mampu mewakili suatu ekosistem perairan tawar. Praktikum ini bertujuan untuk memahami penggunaan alat kimia fisik perairan serta mampu memahami parameter kimia fisik perairan. Adapun metode yang digunakan yaitu dengan metode purposive sampling. Hasil yang didapat bahwa kualitas perairan di Danau Situ Gintung tergolong dalam kualitas baik dengan total WQI berkisar antara 72,72 – 73,8. Situ Gintung merupakan suatu danau yang mewakili suatu ekosistem perairan yang memiliki beberapa parameter kimia fisik lingkungan yaitu suhu, pH, konduktivitas, kekeruhan, DO, TDS, Salt, dan Water Quality Index (WQI). Adapun untuk mengukur parameter kimia fisik lingkungan menggunakan beberapa alat yaitu pH meter, Secchi disk, turbidimeter, dan water sampler.

Kata kunci : kualitas air, parameter, Situ Gintung, purposive sampling, Water Quality Index


PENDAHULUAN


Air adalah komponen yang utama dalam kehidupan di bumi dan merupakan sumber daya alam yang penting untuk makhluk hidup. Air yang terdapat di daratan dan lautan dalam beberapa dekade terakhir mengalami tekanan berupa polusi yang berasal dari kegiatan manusia dan dari alam itu sendiri. Adapun contoh dari kegiatan manusia seperti penggunaan deterjen, pestisida, logam (berat dan ringan), limbah kimia dan plastik (Darmono, 2001).

Dampak dari kegiatan manusia tersebut dapat menyebabkan perubahan suatu ekosistem perairan secara kecil bahkan besar seperti kontaminasi flora dan fauna perairan dan perubahan rantai dan jaring-jaring makanan. Contoh dari alam yang dapat memiliki dampak perubahan perairan seperti perubahan pH, suhu, salinitas, arus, oksigen terlarut, cahaya matahari, musim dan letak geografis perairan. Sementara itu, perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis (tergenang) seperti danau. Perairan ini dapat merupakan perairan tawar, payau, maupun asin (laut).
Danau sebagai habitat perairan air tawar yang menggenang merupakan suatu ekosistem bagi organisme akuatik. Organisme produsen sebagai penghasil produktivitas primer yang memanfaatkan energi cahaya matahari sehingga dapat berfotosintesis menghasilkan oksigen. Produktivitas primer sendiri berarti hasil proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil. Adapun dalam ekosistem perairan yang melakukan aktivitas fotosintesis adalah fitoplankton, hasil dari fotosintesisnya merupakan sumber nutrisi utama bagi organisme air lainnya yang berperan sebagai konsumen dimulai dengan zooplankton dan diikuti oleh kelompok organisme lainnya. Produktivitas ekosistem perairan tentulah berbeda-beda di setiap ekosistem khususnya ekosistem air tawar. Karena dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik dari suatu ekosistem perairan (Darmono, 2001).           
Situ Gintung merupakan suatu situ (danau) yang terletak di Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan. Situ ini memiliki luas 21,49 ha dan diperkirakan mampu menampung 1 juta m3 air. Besar daya tampung tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku yang dapat diolah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pembangunan pemukiman yang pesat menyebabkan alih fungsi lahan sekitar 9.51 ha. Penurunan luas perairan yang diikuti dengan terus bertambahnnya beban cemaran menyebabkan penurunan kemampuan manfaat asli perairan. Berbagai aktivitas manusia seperti membangun pemukiman, keramba jaring apung, memancing dan menjadikan situ sebagai tempat buangan limbah dari bangunan sekitar situ telah mengubah fungsi perairan di Situ Gintung. Akibat aktivitas tersebut kualitas perairan di Situ Gintung diduga menurun. Penurunan kualitas dapat terjadi mulai dari berubahnya sifat fisik (suhu dan TDS), kimia (pH, DO) (Barus, 1996).                                                     
Kualitas perairan adalah mutu air yang memenuhi standar untuk tujuan tertentu. Syarat yang ditetapkan sebagai standar mutu air berbeda-beda, tergantung tujuan penggunaan. Kualitas air dapat diketahui nilainya dengan mengukur parameter fisika dan parameter kimia. Pemantauan kualitas perairan dapat dilakukan dengan beberapa indikator atau parameter seperti kimia, fisik dan biologi. Kualitas perairan memiliki standar yang berbeda-beda di beberapa negara. Indonesia memiliki standar kualitas perairan menurut PP. No. 20 Tahun 1990 dan PP. No. 82 Tahun 2001 yang membagi golongan kualitas perairan menjadi 4 golongan berdasarkan parameter kimia, fisik dan mikrobiologi. Pemantauan kualitas perairan berkembang dengan ilmu pengetahuan yang semakin maju dan kebaruan (novelty) seperti standar Water Quality Index (WQI). Water Quality Index (WQI) adalah sebuah angka yang menggambarkan kualitas perairan dengan mengumpulkan hasil pengukuran parameter kualitas perairan (seperti dissolved oxygen, pH, nitrat, fosfat, amoniak, kesadahan dll.). Indeks ini menyediakan metode yang mudah dan ringkas dalam menggambarkan kualitas badan perairan untuk berbagai macam penggunaan seperti rekreasi, air minum, irigasi atau pembenihan ikan, air baku dan perumahan (Asdak, 2004)
Praktikum ini bertujuan untuk memahami penggunaan alat kimia fisik perairan serta mampu memahami parameter kimia fisik perairan.

PENGENALAN ALAT

PENGENALAN ALAT

Ratna Lestyana Dewi1), Apriyani Ekowati 2), dan Meidi Yanto2)
1.      Mahasiswa Program Studi Biologi
2.      Asisten Dosen Praktikum Ekologi Terestrial Prodi Biologi
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta



Abstract
Ecology is a science that studies the interaction between organisms with the environment (mutual relations). Terrestrial environmental factors which includes regions the region needs an instrument that could be used to measure some environmental factors. Instrument is a thing with used to grind with the aim of helping and loosening of works to be performed .The purpose of this lab work is to find a function of instruments which will be used and figure out how work in used. As for an instrument used the Global Positioning System (GPS) and Weather meters .The result is in GPS we can know a location where we are while weather meters capable of measuring almost a whole parameter physical temperature, air pressure, height, and others. The conclusion an instrument used in ecology terrestrial to measure the physical functions, how to work, and the principle of different.The introduction of a tool in ecology terrestrial is a fundamental things but very important for researchers.
Key words: Ecology, Terrestrial, Global Positioning System, Weather meter, Principle


PENDAHULUAN



Ekologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya (hubungan timbal balik). Kehidupan organisme yang ada pada wilayah atau habitat tertentu dipengaruhi oleh faktor lingkungan abiotik maupun biotik. Faktor lingkungan tersebut merupakan factor yang berpengaruh terhadap organisme dalam proses perkembangannya. Apabila terjadi gangguan terhadap lingkungan maka secara langsung akan berdampak pada populasi dari organisme tersebut (Campbell, 2008).

Lingkungan yang baik pada sebuah habitat akan menjamin keberlangsungan hidup suatu individu. Tidak ada organisme yang mampu berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang ada dan harus ada kondisi lingkungan yang ada tertentu yang berperan terhadapnya dan menentukan kondisi hidupnya. Lingkungan merupakan kompleks dari berbagai faktor yang saling berinteraksi satu sama lainnya, tidak hanya antara faktor biotik dan abiotik, akan tetapi antara biotik itu sendiri dan juga antara abiotik dengan abiotik (Campbell, 2008).
Faktor lingkungan mencakup segala sesuatu yang ada di daratan maupun perairan. Sama seperti halnya faktor lingkungan di daratan atau yang dikenal dengan faktor terestrial, pada daerah akuatik juga dipengaruhi oleh biotik dan abiotik. Faktor biotik yang mendomonasi adalah kehidupan hewan dan tumbuhan yang membutuhkan lingkungan yang stabil untuk perkembangannya. Contohnya, tumbuhan memerlukan cahaya untuk berfotosintesis. Jadi, terdapat hubungan yang kompleks dari faktor tersebut (Djamal, 2007).

            Faktor abiotik yang mempengaruhi lingkungan biotik merupakan komponen tak hidup berupa faktor fisika maupun faktor kimiawi yang merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan atau lingkungan tempat hidup. Komponen abiotik dapat berupa faktor yang mempengaruhi distribusi organisme seperti suhu, air, cahaya, matahari, kelembaban udara, dan kecepatannya. Faktor tersebut terdapat pada lingkungan terestrial (daratan) (Djamal, 2007).

Sementara itu, pada faktor biotik meliputi semua organisme hidup baik itu konsumen, produsen, atau dekomposer. Namun, faktor lingkungan yang biotik dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif  adalah faktor abiotik. Sehingga dalam mencari data kuantitatif dan kualitatif tersebut dibutuhkan alat khusus atau alat tertentu (Hanum, 2009).

Pada ekosistem terestrial, tanah merupakan faktor lingkungan yang amat penting. Tanah merupakan substrat alami bagi tumbuhan, habitat bagi detritus dan mikroba. Didalamnya mineral dan zat organik terkumpul.Akan tetapi, hal tersebut tidak bisa dimanfaatkan bila kondisi fisika-kimia tanah diluar toleransi organisme yang ada didalamnya atau diatasnya. Faktor fisika-kimia tanah mempengaruhi sebaran organisme tanah baik secara vertikal (hewan tanah dan mikroba), maupun horizontal (vegetasi). Oleh karenanya dalam analisis ekosistem terestrial perlu untuk mengumpulkan data fisika-kimia tanah. Beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dalam pengukuran fisika-kimia tanah diantaranya adalah suhu tanah, pH tanah, tekstur tanah, profil tanah, kecepatan angin, kelembaban tanah, dan lain-lain (Indriyanto, 2006).

Faktor lingkungan terestrial yang meliputi daerah daerah membutuhkan alat yang bisa digunakan didarat untuk mengukur beberapa faktor lingkungan. Alat adalah benda yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu dengan tujuan membantu dan mempermudah pekerjaan yang akan dilakukan. Alat yang digunakan dalam praktikum ekologi terestrial terdiri dari analisis biologi, fisik, dan kimia. Analisis tersebut dilakukan secara otomatis ataupun manual seperti perangkat digital Global Positioning System (GPS) dan Weather meter. Untuk itu, perlu pemahaman tentang cara penggunaan alat dilingkungan terestrial. Hal tersebut yang melatar belakangi faktor lingkungan terestrial (Hanum, 2009).

            Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui fungsi dari alat yang akan digunakan dan mengetahui cara kerja dalam menggunakan alat.

METODE PENELITIAN

            Praktikum ini dilaksanakan pada 20 Maret 2016 di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Global Positioning System (GPS) dan Weather meter.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah lingkungan abiotik.

Cara Kerja
            Praktikum ini menggunakan dua alat yaitu Global Positioning System (GPS) dan Weather meter. Penggunaan GPS diawali dengan menentukan posisi saat kita berada dan harus pada lokasi yang terbuka agar tidak menghalangi satelit. Selanjutnya, dengan menekan tombol  on pada GPS dan ditunggu beberapa saat hingga konstelasi satelit GPS memancarkan sinyal  posisi satelit tersebut ditangkap  oleh penerima sinyal GPS. Kemudian didapat derajat posisi  kita berada saat itu dan dicatat angka yang tertera pada layar GPS.
            Penggunaan alat Weather meter  dilakukan dengan cara menekan tombol on pada Weather meter. Kemudian diarahkan pada arah datangnya angin. Kemudian dicatat kecepatan angin. Adapun untuk melihat suhu, kelembaban serta ketinggian maka dapat dirubah ke mode lain dengan cara ditekan tombol mode. Kemudian hasil dari pengukuran tersebut dicatat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Global Positioning System (GPS) adalah suatu alat yang merupakan sistem untuk menentukan posisi dan navigasi secara global menggunakan satelit. Sistem yang pertama kali dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika ini digunakan untuk kepentingan militer maupun sipil (survei dan pemetaan). Sistem GPS, yang nama aslinya adalah NAVSTAR GPS (Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System), mempunyai tiga segmen yaitu satelit, pengontrol, dan penerima / pengguna. Satelit GPS yang mengorbit bumi, dengan orbit dan kedudukan yangtetap (koordinatnya pasti), seluruhnya berjumlah24buah,21 buah aktif bekerja dan 3 buah sisanya adalah cadangan (Azhar, 2004).
Satelit GPS memutari bumi dua kali sehari dalam orbitnya dan mentransmisikan sinyal informasi ke bumi. GPS receiver mengambil informasi dan menggunakan triangulation untuk menghitung lokasi dari pengguna. Triangulation adalah sebuah proses pencarian koordinat dan jarak sebuah titik dengan menggunakan pengukuran sudut antara suatu titik dengan dua atau lebih titik acu (satelit) yang sudah diketahui posisinya dan jarak-jarak antara satelit. Kordinat dan jarak ditentukan dengan menggunakan hukum sinus. Satelit GPS memancarkan dua sinyal yaitu frekuensi L1 (1575.42 MHz) dan L2 (1227.60 MHz). Sinyal L1 dimodulasikan dengan dua sinyal pseudo-random yaitu kode P (Protected) dan kode C/A (coarse/aquisition). Sinyal L2 hanya membawa kode P. Setiap satelit mentransmisikan kode yang unik sehingga penerima (GPS Receiver) dapat mengidentifikasi sinyal dari setiap satelit. Pada saat fitur ”Anti-Spoofing” diaktifkan, maka kode P akan dienkripsi danselanjutnya dikenal sebagai kode P(Y) atau kode Y. Penghitungan posisidilakukan dengan 2 cara yaitu dengan kode C/A dan kode P(Y). GPS receiver menghitung jarak antara GPS receiver dengan satelit (pseudorange) (Maloratsky, 2002).  Berdasarkan pada hasil penggunaan alat GPS, diperoleh data sebagai berikut :



No
Lokasi
Elevation
Location
Status
1
Depan PLT
44 m
S 060 18’ 21,5”
E 1060 45’ 11,1”
8
Tabel 1.1 Data Hasil GPS





Berdasarkan pada tabel 1.1 dapat diketahui bahwa lokasi di depan Pusat Laboratorium Terpadu memiliki elevasi sebesar 44 m dengan posisi Lintang Selatan : S 060 18’ 21,5’’ dan Bujur Timur : E 1060 45’ 11,1’’ dengan status yaitu 8. Karena GPS bekerja dengan mengandalkan satelit, maka penggunaannya disarankan di tempat yang terbuka dan lokasi yang dipilih yaitu di depan PLT merupakan lokasi yang terbuka. Penggunaan di dalam ruangan, atau di tempat yang menghalangi arah satelit (di angkasa), maka GPS tidak akan bekerja secara akurat dan maksimal (Azhar, 2004).
            Prinsip kerja dari GPS adalah pengukuran jarak (range) antara GPS receiver dengan satelit. Satelit juga memberikan informasi lokasi orbit dimana saat itu satelit berada di atas permukaan bumi. GPS dapat bekerja seperti ini, apabila kita mengetahui jarak tepat kita dari satelit di angkasa, maka kita dapat mengasumsikan bahwa kita berada di suatu titik di sebuah permukaan dengan radius imaginer yang sama dengan radius satelit. Apabila kita mengetahui dengan tepat jarak kita dari dua buah satelit maka dapat diasumsikan bahwa kita berada pada sebuah titik potong antara dua satelit tersebut, Jrarak diketahui dengan menghitung antara lama waktu yang ditempuh oleh gelombang dengan kecepatan rambat gelombang (Azhar, 2004).
            Selanjutnya yaitu mengenai alat Weather meter yang merupakan sistem otomatis yang dapat merekam data pada kegiatan penelitian atau observasi. Weather meter ini memiliki sistem sensor yang mengukur parameter lingkungan, seperti suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin, tekanan udara. Sehingga dalam penelitian akan dipermudah karena bersifat otomatis. Hasil yang diperoleh sangatlah dipengaruhi oleh performa dari sensor yang ada. Semakin baik kondisinya maka semakin baik hasil yang didapatkan, misalkan pada akurasi, waktu respon, ketelitian reliabilitas yang tinggi. (Djamal, 2007). Berdasarkan pada hasil pengukuran, maka didapatkan hasil sebagai berikut :



                                    Tabel 1.2 Data Hasil Weather Meter
No
Lokasi
Suhu
Kecepatan Angin
Kelembaban
Tekanan Udara
Ketinggian
1
Depan PLT
32,2 0C
1,3 m/s
68 RH%
32,18 inHg
-457 kaki


Berdasarkan pada hasil yang didapat pada tabel 1.2 dapat diketahui bahwa lokasi yang saat itu diukur dengan alat Weather meter memiliki suhu sebesar 32,2 0C yang menandakan bahwa kondisi saat itu cukup terik dengan kecepatan angin sebesar 1,3 m/s dengan kelembaban 68 RH%, dengan tekanan udara 32,18 inHg dan ketinggian -457 kaki. Adapun pada saat pengukuran ketinggian terdapat minus, hal ini disebabkan karena adanya error pada alat tersebut. Prinsip kerja pada alat ini cukup sederhana dan mudah untuk digunakan, karena dalam sekali melakukan pengukuran misalkan pada pengukuran suhu, namun jika ingin mengetahui parameter lainnya dapat dilakukan dengan cara merubah mode pengukuran yang ada.


KESIMPULAN
            Alat – alat yang dipergunakan dalam ekologi terestrial untuk mengukur faktor fisik memiliki fungsi, cara kerja, dan prinsip kerja yang berbeda – beda. Pengenalan alat dalam ekologi terestrial merupakan suatu hal mendasar tetapi sangat penting bagi peneliti atau praktikan.
           
DAFTAR PUSTAKA


Azhar. 2004.  Penentuan Posisi Dengan
GPS Dan Aplikasinya. Pradanya. Jakarta
Campbell, N. A. J. B Reece and L.G
Mitchel. 2008. Biologi. Erlangga. Jakarta
Djamal, I.2007.Prinsip-Prinsip Ekologi
Ekosistem, Lingkungan dan Pelestariannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Hanum, W. 2009.Ekologi. Erlangga.
Jakarta
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta:      Penerbit Bumi Aksara
Irshady. 2011. Ekologi. UGM            Press.Yogyakarta
Maloratsky Leo G. 2002. An Aircraft

single. Antena FM Radio Altimeter.Microwave Journal,Technical Featur