BIOINDIKATOR TANAH
Ratna Lestyana Dewi1),
Apriyani Ekowati 2), dan Meidiyanto2)
1. Mahasiswa Program Studi Biologi
2. Asisten Dosen Praktikum Ekologi
Terestrial Prodi Biologi
Program Studi Biologi Fakultas
Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Abstract
The ground is a part of the terrestrial ecosystem in which are
inhabited by many an organism called as biodiversitas ground. Terrestrial
ecosystem as a habitat the ground is for fauna with a high diversity .The fauna
of land is one of the components of the ground. Fauna land life very dependent
on their habitats , because of the existence and density of populations fauna a
type of soil in a region very determined by the state of these regions .
The purpose of this lab work is to find the factors about the land health,
knows diversity fauna land , and he knows cause effect relationship between the
ground by diversity health fauna. Lab
work is done in the area that canopied seat and non canopy around the parking
integrated laboratory center uin syarif hidayatullah jakarta .Methods used the
with the hand of sorting and by calculation index the diversity of species
Shannon – Wiener index. Results obtained at the canopied seat is 80 type and
not canopied seat of 8 with the not canopied have a diversity better than
canopied. The conclusion is The diversity of species fauna contained in two
locations there are locations canopied seat and non canopied shows that the
diversity of species having the index diversity of species >1 and its
signified that diversity its kind low.
Keywords : Canopied, Diversity, Fauna, Ground, Shannon – Wiener
Index
PENDAHULUAN
Tanah merupakan suatu bagian dari
ekosistem terestrial yang di dalamnya dihuni oleh banyak organisme yang disebut
sebagai biodiversitas tanah. Biodiversitas tanah merupakan diversitas alpha
yang sangat berperan dalam mempertahankan sekaligus meningkatkan fungsi tanah
untuk menopang kehidupan di dalam dan di atasnya. Pemahaman tentang
biodiversitas tanah masih sangat terbatas, baik dari segi taksonomi maupun fungsi
ekologinya (Buckman, 2002).
Ekosistem terestrial seperti tanah
merupakan habitat untuk fauna dengan keanekaragaman yang tinggi. Fauna tanah merupakan salah satu komponen
tanah. Kehidupan fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya,
karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu
daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Hal ini menandakan bahwa
keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah
sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan
lingkungan abiotik. Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, adapun
fungsi ekologi dari fauna tanah salah satunya sebagai indikator lingkungan .
Informasi kualitas tanah dapat diketahui dengan beberapa metode yang diantaranya
adalah analisis kimia fisik dan biologi. Informasi kualitas tanah dengan metode
biologi diantaranya dengan menggunakan fauna, informasi tersebut dinamakan
bioindikator. Bioindikator adalah organisme (individu atau komunitas) yang
dijadikan sebagai informasi tentang kualitas lingkungan sekitar. Bioindikator
tanah adalah sifat biologis atau proses dalam komponen tanah ekosistem yang
menunjukkan beberapa keadaan ekosistem (Buckman, 2002).
Indikator
biologis tanah diketahui dengan parameter kimia fisik, komposisi spesies atau
indeks keanekaragaman. Contoh indeks yang digunakan untuk bioindikator
diantaranya the maturity index (MI), biological index of soil quality
(IBQS), dan the weighted coenotic index (WCI) yang dihubungkan
dengan indikator faktor kimia fisik tanah seperti positas tanah, kemampuan
tanah menahan air, dan kepadatan, pH, organik terlarut dan logam berat (Fiskam
2012).
Ekosistem terestrial dari tahun ke
tahun mengalami penurunan kualitas dan kuantitas. Faktor yang mempengaruhi
kualitas dan kuantitas diantaranya aktivitas manusia seperti limbah rumah,
pabrik, dan kerusakan hutan. Kualitas dan kuantitas ekosistem terestrial yang
menurun memiliki pengaruh langsung terhadap fauna terestrial seperti mikro,
meso, dan makrofauna. Proses yang mempengaruhi fauna terestrial selanjutnya
akan berpengaruh terhadap pola keanekaragaman dan rantai makanan di dalam
ekosistem. Hal ini diduga akan terjadi berkurangnya fauna ataupun dapat
menyebabkan invasi suatu ekosistem akibat terputusnya jaring makanan (Fiska,
2012).
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengaetahui faktor – faktor kesehatan tanah,
mengetahui keanekaragaman fauna tanah, dan mengetahui hubungan sebab akibat
antara faktor kesehatan tanah dengan keanekaragaman fauna.
METODOLOGI PENELITIAN
Praktikum ini dilakukan di area
yang berkanopi dan non kanopi di sekitar parkiran Pusat Laboratorium Terpadu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode yang digunakan yaitu dengan metode hand
sorting.
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan pada praktikum ini adalah sekop atau cangkul, pisau, plastik
atau botol sampel, pinset, cawan, oven, alat ukur atau meteran, pH meter,
saringan bertingkat, timbangan, mikroskop, soil tester, termometer tanah dan
kertas label.
Bahan
yang digunakan pada praktikum ini adalah tanah, dan fauna tanah.
Cara Kerja
Lokasi
praktikum telah ditentukan , yaitu pada lokasi berkanopi dan tidak berkanopi.
Kemudian masing – masing lokasi praktikum dicatat dan dikoleksi kondisi kimia
fisik (pH dan degradasi struktur tanah) permukaan tanah dan fauna. Kemudian
digali dengan kedalaman 30 – 50 cm dan dicatat dan dikoleksi kondisi fisik
permukaan tanah dan fauna. Lalu digambar penampang melintang dari degradasi
tanah. Fauna tanah yang dikoleksi dalam praktek melintang tanah dan dekomposisi
dianalisis keanekaragamannya dengan :
a. Indeks Shannon – Wiener :
Keterangan :
H :
Indeks keanekaragaman Shannon
S :
Jumlah spesies
ni :
Jumlah individu semua jenis ke-i
N :
Jumlah total semua individu dari semua spesies
Pi :
Kelimpahan relatif
Ʃ :
Jumlah spesies individu
b.
Indeks Simpson (Simpson- Yule Index) :
Keterangan :
S :
Indeks Simpson
D :
Dominansi
n :
Jumlah individu dari masing – masing spesies
N :
Jumlah total individu dari semua spesies
Hasilnya kemudian dibentuk dalam grafik
antara pH tanah dengan keanekaragaman spesies dan degradasi tanah dengan
keanekaragaman spesies.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pada hasil yang didapat maka
diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1.1 Pengukuran Faktor Fisik
Lingkungan
Kedalaman Tanah
(cm)
|
Parameter Faktor Fisik
Non Kanopi
|
Parameter Faktor Fisik
Berkanopi
|
||||
Ph
|
Kelembaban ( %)
|
Suhu (°C)
|
Ph
|
Kelembaban ( %)
|
Suhu (°C)
|
|
0 – 10
|
6,5
|
34,5
|
27,5
|
6,8
|
10
|
31,5
|
10 – 20
|
6,5
|
34,5
|
28,5
|
6,7
|
15
|
29,5
|
20 – 30
|
6
|
35
|
28
|
6,7
|
20
|
28
|
Berdasarkan pada tabel 1.2
mengenai faktor fisik lingkungan yang telah diukur yaitu pH, kelembaban, dan
suhu pada dua lokasi yang berbeda yaitu lokasi berkanopi dan non kanopi
diperoleh data sesuai tabel berikut. Jika dilihat secara keseluruhan maka dapat
diketahui pada lokasi yang berkanopi memiliki pH, dan suhu yang lebih tinggi
dibandingkan dengan lokasi non kanopi. Sementara pada hasil pengukuran
kelembaban, pada lokasi yang tidak
berkanopi memiliki kelembaban yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena pada
lokasi berkanopi ditutupi oleh pepohonan yang rindang sementara pada lokasi non
kanopi cahaya matahari dapat secara langsung masuk dan unsur – unsur yang
terdapat di udara seperti Nitrogen dapat dengan mudah terserap oleh tanah.
Sehingga pada lokasi non kanopi ini memiliki kelembaban yang lebih tinggi
(Makalew, 2001).
Tabel 1.2 Keanekaragaman Fauna
Tanah
Kedalaman Tanah (cm)
|
Daerah Non Kanopi
|
Daerah Berkanopi
|
||||
Nama Latin
|
Nama Lokal
|
Jumlah
|
Nama Latin
|
Nama Lokal
|
Jumlah
|
|
0 - 10
|
Pheidole sp.
|
Semut Hitam
|
5
|
Lumbricus rubellus
|
Cacing Tanah
|
65
|
Lumbricus terrestis
|
Cacing Tanah
|
2
|
Formika rufa
|
Semut Merah
|
4
|
|
Araneus sp.
|
Laba-laba
|
1
|
||||
Scolopendra
|
Kelabang
|
1
|
||||
Pheidole sp.
|
Semut Hitam
|
1
|
||||
Macrotermes gilvus
|
Rayap Tanah
|
1
|
||||
Larva
|
Belatung
|
1
|
||||
10 s.d 20
|
Pheidole sp.
|
Semut Hitam
|
2
|
Lumbricus rubellus
|
Cacing Tanah
|
4
|
Lumbricus terrestis
|
Cacing Tanah
|
1
|
|
|
|
|
20 s.d 30
|
0
|
0
|
0
|
Lumbricus rubellus
|
Cacing Tanah
|
1
|
Larva
|
Belatung
|
1
|
||||
Total
|
10
|
|
80
|
Berdasarkan pada tabel 1.1 telah
diperoleh data mengenai keanekaragaman makrofauna tanah pada dua lokasi yang
berbeda yaitu lokasi berkanopi dan nonkanopi. Pada lokasi yang berkanopi
memiliki jumlah fauna tanah yang ditemukan lebih banyak yaitu ditemukan 11
jenis dengan total individu sebanyak 80 individu, sedangan pada lokasi non
kanopi hanya ditemukan 4 jenis individu dengan total individu sebanyak 8
individu. Kemudian, pada lokasi yang berkanopi didominasi oleh Lumbricus
terrestis (cacing tanah) sebanyak 65 jenis sementara pada lokasi yang
tidak berkanopi cacing jenis ini hanya ditemukan sebanyak 2 individu. Hal ini
disbabkan karena kelembaban dari masing – masoing plot.
Fauna tanah seperti cacing pada
umumnya hidup pada kondisi tanah yang lembab yang menandakan bahwa lokasi
tersebut kaya akan unsur hara, Sementara pada kelembaban yang kurang memadai,
maka populasi cacing tidak mendominasi (Sugiyarto, 2000).
Kemudian, banyaknya jenis yang ditemukan
pada lokasi yang berkanopi lebih bervariasi dibandingkan dengan lokasi yang
tidak berkanopi bisa dikaitkan dengan pengukuran faktor fisik. Lokasi yang
berkanopi memiliki banyak fauna yang ditemukan karena pada lokasi ini memiliki
kelembaban yang cukup baik dengan suhu yang tidak terlalu panas dibandingkan
dengan lokasi yang tidak berkanopi sehingga lokasi ini cocok untuk berbagai
kehidupan fauna seperti Araneus sp, Scolopendra sp., Pheidole sp.
dan Macrotermes gilvus.
Gambar 1.1 Grafik Indeks
Keanekaragaman Jenis
Indeks keanekaragaman jenis (H’)
merupakan suatu indeks yang menunjukan nilai
dari hasil keanekaragaman jenis fauna yang terdapat pada suatu lokasi atau
wilayah tersebut. Berdasarkan
pada gambar 1.1 mengenai grafik indeks keanekaragaman jenis, dapat dilihat
perbedaan dari hasil fauna yang diperoleh berdasarkan pada letak kedalamannya. Indeks
keanekaragaman yang diperoleh secara keseluruhan pada lokasi yang tidak
berkanopi memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi
berkanopi. Hal ini disebabkan karena pada lokasi berkanopi memiliki satu fauna
tanah yang menjadi dominansi yaitu Lumbricus terrestis sebanyak
65 individu. Fauna ini mampu hidup dan berkembang biak secara baik pada kondisi
kelembaban yang dimiliki oleh lokasi berkanopi sehingga pada lokasi berkanopi
memiliki indeks keanekaragaman lebih sedikit dibandingkan dengan lokasi yang
tidak berkanopi (Indriyanto, 2006).
Kemudian,
apabila dilihat berdasarkan pada grafik tersebut, semakin dalam lokasi yang
dilakukan hand sorting maka akan semakin sedikit pula keanekaragaman
jenis yang didapat. Hal ini disebabkan karena semakin dalam tanah tersebut
memiliki suhu yang semakin menurun sehingga suhunya menjadi asam. Suhu yang
semakin asam inilah yang menyebabkan fauna tanah seperti Lumbricus terrestis,
Scolopendra sp., dan fauna tanah lainnya tidak dapat beradaptasi secara
baik sehingga menyebabkan berkurangnya jenis – jenis fauna tanah yang terdapat
pada kedalaman tersebut.
Secara keseluruhan, keanekaragaman jenis tidak hanya berarti
kekayaan atau banyaknya jenis, akan tetapi juga kemerataan dari kelimpahan
setiap individu (Indriyanto, 2006). Adapun kisaran keanekaragaman jenis (H’)
antara 1-3.
Tinggi
: H’ > 3
Rendah
: H’ < 3
Sedang :
1 < H < 3
Maka,
jika dilihat secara menyeluruh, maka dapat digolongkan bahwa lokasi berkanopi
maupun tidak berkanopi memiliki indeks keanekaragaman yang rendah
KESIMPULAN
Kualitas dan kuantitas ekosistem
terestrial yang menurun memiliki pengaruh langsung terhadap fauna terestrial.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan tanah salah satunya adalah faktor
abiotik. Keanekaragaman jenis fauna yang terdapat pada dua lokasi yaitu lokasi
berkanopi dan non kanopi menunjukkan bahwa lokasi tersebut memiliki indeks
keanekaragaman jenis fauna >1 yang menandakan keanekargaman jenisnya rendah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Saya mengucapkan terima kasih kepada Khoirul Hidayah, S.Si dan
Dinda Rama Haribowo, S.Si selaku dosen mata kuliah praktikum ekologi
terestrial, serta Meidi Yanto dan Apriyani Ekowati selaku asisten laboratorium
mata kuliah praktikum ekologi terestrial. Tidak lupa saya mengucapkan terima
kasih kepada Alfathan Luthfi, Fenti Maharani, Marita Yuni Fitriadi, Nuraini,
dan Rizky Hastuti Purwaningsih yang telah membantu dalam praktikum ini.
DAFTAR PUSTAKA
Buckman,
M.H dan Brady. 2002. Ilmu Tanah.
Bharata Karya, Jakarta.
Fiska, 2012. Analisis Keanekaragaman Komponen
Terestrial(bio.unsoed.ac.id/.../14.%20ANAISIS%20KEANEKARAGAMAN%20)
Diakses pada 16 April 23.00 WIB
Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara.
Jakarta.
Makalew,
A. D. N. 2001. “Keanekaragaman Biota
Tanah Pada Agroekosistem Tanpa Olah Tanah
(TOT)”. Makalah Falsafah sains program pasca sarjana /S3.
IPB press. ( Http://www.hayatiipb. com/users/rudyct/indiv2001/afra-dnm.htm) Diakses pada 17 April 2016 17.00 WIB
Sugiyarto.
2000. “Keanekaragaman Makrofauna
Tanah Pada Berbagai Umur Tegakan Sengon
di RPH Jatirejo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar