KOMUNITAS PLANKTON di EKOSISTEM PERAIRAN
Ratna Lestyana Dewi1), Alfan Farhan Rijaluddin 2),
Daus Ramadhan2) , dan Rizky Aprizal2)
1.
Mahasiswa
Program Studi Biologi
2.
Asisten Dosen
Praktikum Ekologi Perairan Prodi Biologi
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstrak
Plankton dapat
digolongkan menjadi dua jenis yaitu zooplankton dan fitoplankton. Zooplankton merupakan
organisme renik yang hidup melayang – layang mengikuti pergerakan air yang
berasal dari jasad hewani. Sementara itu, fitoplankton adalah plankton
yang menyerupai tumbuhan yang bebas melayang dan
hanyut dalam perairan serta mampu melakukan proses fotosintesis
karena mengandung klorofil. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menghitung dan
mengidentifikasi plankton, mempelajari indeks diversitas plankton, serta
mempelajari spesies dan jumlah plankton sebagai bioindikator perairan. Praktikum ini dilakukan pada Jumat, 1 April di Danau Situ Gintung dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan metode sampling secara kuantitatif yang dibagi ke dalam lima titik stasiun yaitu
pada lokasi inlet, dekat dengan permukiman, outlet, dekat dengan pertanian, dan
outlet. Hasil yang diperoleh yaitu didapat 9 kelas dari fitoplankton dengan
kelimpahan terdapat pada stasiun tiga dengan dominansi pada jenis Oscillatoria
sp. Kesimpulannya adalah Situ Gintung memiliki indeks diversitas yang tinggi
sebesar 2,88 dan terdapatnya keanekaragaman plankton dapat dijadikan sebagai
bioindikator dari ekosistem perairan.
Kata Kunci : Plankton, fitoplankton,
Indeks diversitas, Oscillatoria sp.
PENDAHULUAN
Perairan merupakan suatu ekosistem yang berperan besar bagi
kehidupan manusia. Kehidupan di dalamnya sangat beragam dari organisme
mikroskopik hingga makroskopis dapat terlihat
langsung oleh mata tanpa bantuan alat. Salah satu organisme yang terdapat di
perairan adalah plankton. Plankton merupakan semua kumpulan organisme, baik hewan maupun tumbuhan air yang
berukuran mikroskopis yang berada di permukaan perairan yang memiliki kemampuan
renangnya terbatas (Odum, 1996).
Plankton secara
fungsional dapat digolongkan zooplankton dan fitoplankton. Zooplankton
merupakan organisme renik yang hidup melayang – layang mengikuti pergerakan air
yang berasal dari jasad hewani. Sementara itu, fitoplankton adalah plankton
yang menyerupai seperti tumbuhan yang bebas di permukaan air, melayang dan
hanyut dalam perairan serta mampu melakukan proses fotosintesis
karena mengandung klorofil. Fitoplankton
mempunyai fungsi penting di perairan karena bersifat autotrofik, yakni dapat
menghasilkan sendiri bahan organik makanannya. Fitoplankton merupakan
pensuplai utama oksigen terlarut di perairan, Fitoplankton mampu
membuat ikatan-ikatan organik yang komplek (glukosa) dari ikatan-ikatan
anorganik sederhana, karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Energi matahari diabsorbsi oleh klorofil kemudian digunakan untuk
membantu berlangsungnya reaksi kimia yang terjadi dalam proses fotosintesis tersebut (Odum, 1996)
Plankton tidak hanya berfungsi sebagai produsen di dalam suatu perairan,
spesies dan jumlah fitoplankton juga dapat dijadikan sebagai bioindikator
lingkungan dan status nutrisi perairan. Dominansi dari beberapa genus
fitoplankton seperti Euglena, Oscillatoria, dan Scenedesmus dapat dijadikan
sebagai bioindikator (Odum, 1999).
perairan yang tercemar. Komunitas fitoplankton umumnya
didominasi oleh jenis fitoplankton yang berukuran lebih
kecil dari 10 mm. Pertumbuhan pada setiap jenis fitoplankton memiliki respon
yang berbeda terhadap perbandingan nutrien yang terlarut. Sehingga perbandingan
nutrien, khususnya nitrogen, fosfor dan
silikat terlarut sangat menentukan dominansi suatu jenis fitoplankton di
perairan (Odum, 1999).
Tujuan dari praktikum ini
adalah untuk mempelajari reknik pengambilan data plankton pada suatu perairan
dan pembuatan profil tepi, menghitung dan mengidentifikasi plankton, mempelajari
indeks diversitas plankton, serta mempelajari spesies dan jumlah plankton
sebagai bioindikator perairan.
METODELOGI
Praktikum ini dilakukan pada Jumat, 1 April di Danau Situ Gintung dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan metode sampling secara kuantitatif yang dibagi ke
dalam lima titik stasiun yaitu pada lokasi inlet, dekat dengan permukiman,
outlet, dekat dengan pertanian, dan outlet.
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan dalam praktikum ini adalah termometer, pH meter, Sechi disk, DO
meter, turbidimeter, konduktimeter, plankton net, botol sampel, haemocytometer,
mikroskop, kaca objek, cover glass, pipet, kamera, label, alat tulis, roll
meter, tongkat, dan kompas.
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah lugol 10%
Cara Kerja
Teknik Sampling dan Pengawetan
Pengukuran dan pencatatan faktor fisik-kimia yang
dilakukan meliputi suhu, kecerahan, TDS, turbiditas, konduktivitas, pH, DO, BOD5,
nitrat, nitrit, dan fosfat, Lalu air pada perairan (kedalaman 0-50 cm)
diambil sebanyak 10 liter lalu dilewatkan ke dalam jala plankton (50 atau 150
µm) hingga air memenuhi buket. Buket kemudiana dipindahkan ke botol sampel
kemudian diberi 2-3 tetes larutan Lugol 10%. Botol sampel kemudian diberi
label(stasiun, tanggal, kelompok) dan disimpan pada suhu rendah (T0 <
150 C).
Analisis Kerapatan Sel
Pencacahan
kerapatan sel plankton dilakukan dengan bantuan mikroskop, dan Haemocytometer.
Sampel dimasukkan sebanyak +/- 1 ml pada sela – sela Haemocytometer dan
ditutup dengan cover glass. Sampel diamati di bawah mikroskop
dengan perbesaran 40 – 400x. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku
panduan identifikasi plankton. Perhitungan kerapatan sel dilakukan pada kotak
besar yang ada pada Haemocytometer. Pendataan yang dilakukan yaitu
berupa genus atau spesies plankton (fitoplankton dan zooplankton) pada setiap
kotak dan jumlahnya. Perhitungan kerapatan plankton digunakan rumus yang dimasukkan
pada lembar tabulasi
N =
N : jumlah plankton per liter
T : luas penampang permukaan Haemocytometer (mm2)
L : luas satu lapangan pandang (mm2)
P : plankton yang dicacah
p : jumlah lapang yang diamati
V : volume konsentrasi plankton pada buket (ml)
v : volume plankton di bawah gelas penutup (ml)
W : volume air media yang disaring
Kemudian dilakukan analisis kualitas perairan berdasarkan
indeks keanekaragaman dihitung dengan rumus :
H’
=
Keterangan :
H’ : indeksi diversitas
ni : jumlah
individu semua jenis ke-i
N : jumlah total
semua jenis
Guna mengetahui kualitas air perairan berdasarkan
indikator biologi (plankton), digunakan nilai derajat pencemaran menurut Lee
et al. (1978) dan identifikasi plankton menggunakan Karacaoglu et al.
(2004), van Vuren et al. (2005). dan Belinger dsn Sigee (2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh
data sebagai berikut :
Tabel
1.1 Data Komunitas Plankton
No
|
Kelas
|
Genus
|
Jumlah
|
Jumlah Jenis
|
||||
Stasiun 1
|
Stasiun 2
|
Stasiun 3
|
Stasiun 4
|
Stasiun 5
|
||||
1
|
Bacillariophyceae
|
Aasterionella
|
0
|
3
|
0
|
0
|
0
|
3
|
Achanthidium
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
||
Cyclotella
|
0
|
0
|
0
|
2
|
0
|
2
|
||
Nitzschia
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
||
2
|
Chlorophyceae
|
Achtinastrum
|
5
|
0
|
0
|
0
|
0
|
5
|
Chlorogonium
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
||
Coelastrum
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
||
Cosmarium
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
||
Eresmophaera
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
||
Gloeocapsa
|
0
|
0
|
3
|
0
|
0
|
3
|
||
Golenkinea
|
6
|
0
|
0
|
0
|
0
|
6
|
||
Monoraphidium
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
||
Oocystis
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
2
|
||
Pandorina
|
12
|
0
|
0
|
0
|
7
|
19
|
||
Scenedesmus
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
||
Sphaerocysts
|
0
|
11
|
0
|
0
|
0
|
11
|
||
Tetrastrum
|
0
|
2
|
0
|
0
|
0
|
2
|
||
3
|
Chrysophyceae
|
Synura
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
4
|
Cryptophyceae
|
Cryptomonas
|
7
|
0
|
0
|
0
|
1
|
8
|
5
|
Cyanophyceae
|
Anabaena
|
0
|
0
|
15
|
1
|
0
|
16
|
Chroococcus
|
0
|
4
|
103
|
0
|
0
|
107
|
||
Merismopedia
|
0
|
6
|
2
|
0
|
5
|
13
|
||
Microcystis
|
2
|
0
|
27
|
2
|
0
|
31
|
||
Oscillatoria
|
98
|
17
|
1701
|
5
|
23
|
1844
|
||
6
|
Dinophyceae
|
Perinidium
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
7
|
Euglenophyceae
|
Euglena
|
6
|
4
|
0
|
2
|
0
|
12
|
Phacus
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
1
|
||
Tranchelomonas
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
||
Total
|
139
|
48
|
1853
|
17
|
39
|
2096
|
||
Kelimpahan (N)
|
2269387,76
|
783673,47
|
30253061,2
|
277551,02
|
636734,69
|
34220408,16
|
||
Indeks Diversitas (H')
|
0,50675
|
0,76683
|
0,15882
|
0,91862
|
0,53126
|
2,88228
|
Hasil yang diperoleh berdasarkan pada tabel
1.1 mengenai data komunitas plankton digunakan suatu metode yaitu metode sampling kuantitatif. Metode ini pada umumnya
dilakukan untuk mengetahui kepadatan plankton per satuan volume. Sampling
plankton secara kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan jaring plankton
(plankton net). Penggunaan
jaring plankton, selain sangat praktis, dengan menggunakan metode ini
mampu memperoleh sampel yang cukup banyak. Jaring
plankton umumnya berbentuk kerucut dengan berbagai ukuran dengan panjang jaring
sekitar 4-5 kali diameter mulutnya (Baksir, 1999).
Berdasarkan pada tabel 1.1 jenis yang
diperoleh jumlahnya relatif melimpah dengan total dari 7 kelas yaitu
Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cryptophyceae, Cyanophyceae, Dinophyceae, dan
Euglenophyceae. Apabila dilihat berdasarkan tabel, maka individu yang paling
sering ditemukan yaitu Oscillatoria sp. dengan total 1701 individu, dan Chrococcus
sp. dengan total 103 individu.
Kemudian,
berdasarkan pada tabel 1.1 mengenai data komunitas plankton kemudian dihitung
menggunakan perhitungan kelimpahan individu (plankton) dengan cara setiap
skala luas dan hasilnya kelimpahan yang terbesar terdapat pada stasiun ketiga
karena pada stasiun ini mendapatkan beberapa jenis namun jumlahnya yang sangat
banyak (blooming). Banyaknya kelimpahan pada stasiun ini disebabkan oleh
dominansi jumlah dari spesies Oscillatoria sp.
Keanekaeragaman
jenis merupakan karakteristik struktur suatu komunitas. Suatu komunitas
dikatakan mempunyai keragaman jenis yang tinggi apabila terdapat banyak jenis
dengan jumlah individu dari masing-masing spesies yang relatif merata.
Sebaliknya jika suatu komunitas hanya terdiri dari beberapa jenis dengan jumlah
yang tidak merata, keragaman jenisnya rendah (Barus, 2002).
Oscillatoria
sp. merupakan organisme dari kelas
Cyanophyceae yang berbentuk panjang seperti benang dengan susunan tubuh
uniseluler. Selnya terdiri dari 2 bagian tutup (epitheca) dan
wadah (hypoteca). Habitatnya di tempat-tempat basah seperti air
tawar, air laut, dan tanah lembab. Sehingga spesies ini mudah ditemukan
diberbagai tempat perairan. Oscillatoria sp. berperan sebagai plankton
dan produsen utama. Namun, kehadiran dari jenis ini yang terlalu melimpah
menyebabkan danau Situ Gintung mengalami blooming alga dan mengalami
eutrofikasi (Barus, 2002).
Kelimpahan
terkecil terdapat pada stasiun yang pertama dengan kelimpahan sebesar 2269387,6. Namun,
pada jumlah indeks diversitasnya lebih baik dibandingkan dengan stasiun yang
pertama, Hal ini dikarenakan jenis yang ditemukan beragam dan jumlahnya merata.
Data
nilai indeks keanekaragaman (H’) total keseluruhan diperoleh H’ =
2,88. Hal ini menandakan bahwa ekosistem perairan yang berada di Situ Gintung memiliki
keanekaragaman yang sedang, produktivitas cukup, dengan kondisi ekosistem cukup
seimbang, tekanan ekologis sedang (1,0 < H’ < 3,322) (Djumara, 2007).
Gambar 1.1 Grafik Kelimpahan Jenis Plankton Gambar 1.2 Grafik Indeks Diversitas
Plankton
Berdasarkan pada gambar 1.1
mengenai grafik kelimpahan jenis plankton dapat diketahui bahwa dari
keseluruhan stasiun hasil yang tertinggi terdapat pada stasiun ketiga dengan kelimpahan
sebesar 30253061.2. Hal ini menyebabkan nilai indeks diversitas jenisnya rendah
pada stasiun tersebut. Hal ini sesuai pada gambar 1.2 karena terdapat
dominansi dari Oscillatoria sp. pada lokasi ini. Sementara
itu, untuk kelimpahan terendah terdapat pada stasiun pertama dengan kelimpahan
sebesar 277551,02. Namun, pada stasiun keempat ini memiliki indeks diversitas
yang tertinggi jika dibandingkan dengan lokasi yang lainnya. Hal ini disebabkan
karena pada lokasi ini ditemukan banyak jenis plankton dengan jumlah yang
sedikit namun merata.
Tabel 1.2 Hasil Pengukuran Faktor Kimia Fisik
Stasiun
|
Parameter Fisik
|
|
|||||
Suhu (°C)
|
Kekeruhan
(NTU)
|
TDS (g/L)
|
EC (ms/cm)
|
pH
|
DO (mg/L)
|
BOD5
|
|
1
|
26,3
|
22
|
103
|
208
|
7,8
|
7,3
|
13,5
|
2
|
30
|
25
|
98
|
203
|
8
|
7,4
|
9
|
3
|
33
|
14
|
69
|
150
|
9
|
7,2
|
16,5
|
4
|
32,8
|
35
|
80
|
189
|
8,8
|
7,4
|
13
|
5
|
32,5
|
20,5
|
99
|
225
|
8
|
7,2
|
17,5
|
Berdasarkan pada tabel 1.1 yaitu pengukuran
faktor kimia fisik yang terdapat di lokasi Danau Situ Gintung. Adapun
faktor kimia fisik yang dihitung dari
kelima stasiun yaitu suhu, kecerahan, Total Dissolve Solid (TDS), Electrolyte
Conductivity (EC), pH, dan Dissolved Oxygen (DO). Hasil yang di dapat
memiliki variasi yang tidak terlalu signifikan. Secara keseluruhan suhu pada
kelima stasiun memiliki kisaran suhu antara 26,30C – 330C.
Suhu berperan dalam ekologi dan distribusi plankton karena
perubahan suhu dalam badan air akan menimbulkan arus secara vertical (Djumara, 2007).
Menurut Odum (1993), Walaupun variasi suhu dalam air tidak sebesar
diudara, hal ini merupakan faktor pembatas utama karena organisme akuatik mempunyai
toleransi yang sempit (stenotermal). Adapun kisaran suhu yang optimal bagi
pertumbuhan fitoplankton adalah 200 C -300C (Djumara, 2007).
Kemudian,
saat pengukuran pH air di Situ Gintung data yang
didapat dari hasil pengukuran juga bervariasi pada setiap
stasiun. Stasiun dengan kelimpahan plankton tertinggi yaitu pada stasiun 3, pH airnya paling tinggi dibandingkan stasiun lainnya, artinya pH
pada stasiun lain lebih asam dari stasiun 3. Hal ini disebabkan karena adanya fluktuasi pH sangat dipengaruhi oleh proses respirasi. Semakin
banyak karbondioksida yang dihasilkan dari proses respirasi, maka pH akan
semakin rendah. Namun sebaliknya jika aktivitas fotosintesis semakin tinggi
makaakan menyebabkan pH semakin tinggi (Andriani, 2007).
Selanjutnya, saat dilakukan pengukuran kecerahan
di perairan Situ Gintung tergolong rendah. Secara vertikal kecerahan ini akan mempengaruhi intensitas cahaya
yang akanmemperngaruhi proses fotosintesis fitoplankton sebagai produsen utama
di ekosistem perairan. Faktor cahaya sangat penting karena
intensitas cahaya sangat diperlukan dalam proses
fotosintesis. Kekeruhan air di Situ Kuru tergolong
sedang yaitu berkisar antara 14 - 35 NTU. Adanya kadar kekeruhan yang tinggi dapat menganggu proses respirasi organisme
perairan karena akan menutupi insang ikan. Kekeruhan juga
menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga mengganggu proses fotosintesis fitoplankton. Kekeruhan yang tampak di perairan dapat berasal dari bahan-bahan
tersuspensi seperti bahan organik (lumpur, pasir) dan anorganik (Andriani, 2007).
Kemudian, kadar DO berdasarkan hasil pengukuran yang tertera pada tabel 1.2 yaitu berkisar antara 7,2 – 7,4 mg/L. Adanya fluktuasi harian
oksigen dapat mempengaruhi parameter kimia yang lain, terutama saat kondisi tanpa oksigen, yang dapat mengakibatkan
perubahan sifat kelarutan beberapa unsur kimia di perairan (Baksir, 1999)
Kemudian kadar BOD5 memiliki kisaran antara 9-17,5.
Hasil yang diperoleh yaitu pada stasiun satu,
stasiun tiga, stasiun empat, tergolong ke dalam tingkat pencemaran yang sedang
yang secara berurutan yaitu 13,5 ppm, 16,5 ppm, dan 13 ppm, sementara pada
stasiun dua tergolong dalam tingkatan pencemaran ringan dengan hasil pada tabel
1.2 yaitu 9 ppm.
KESIMPULAN
Keberadaan plankton dapat diidentifikasi
dengan cara analisis kerapatan sel plankton. Plankton dapat dijadikan sebagai
bioindikator dari suatu ekosistem perairan. Indeks diversitas pada Dana Situ
Gintung sebesar 2,88 yang menandakan bahwa keanekaragamannya tinggi namun masih
terdapat adanya dominansi dari satu spesies yaitu Oscillatoria sp.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani. 2007. Hubungan Produktivitas Fitoplankton dengan Biomass dan
Nutrien N-P
di perairan Pantai Kabupaten Luwu. Jurnal Ilmu Kelautan
Universitas Hassanudin vol 17 (3) : 193-202.
Baksir, Abdurrachaman.
1999. Tesis Hubungan antara Produktivitas Primer
Fitoplankton dan Intensitas Cahaya di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Barus,
T.A. 2002. Pengantar
Limmnologi. Medan: Departemen Pendidikan Nasional.
Odum, E.P. 1996. Dasar-dasar
Ekologi Edisi Ketiga. Gadjah Mada University.
Yogyakarta.
Djumara, 2007. Modul 3 : Sumber Daya
Alam Lingkungan Terbarukan dan Tidak
Terbarukan Diklat
Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah. Jakarta:
Environmental Assesment and Management
Tidak ada komentar:
Posting Komentar