EKOSISTEM TERESTRIAL
Ratna Lestyana Dewi1), Apriyani Ekowati 2),
dan Meidiyanto2)
1.
Mahasiswa
Program Studi Biologi
2.
Asisten
Dosen Praktikum Ekologi Terestrial Prodi Biologi
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstract
Terrestrial ecosystem is a ecosystem has a reciprocal relation
between biotic factors and factors abiotik located on the mainland .But
terrestrial ecosystem has four main ecosystem the tundra, taiga, the forest
land low , and meadows. Terrestrial ecosystem having two important component
the components and abiotik biotic components. The purpose of this lab work is
to find komponen-komponen authors terrestrial ecosystem and he knows the
relationship between the authors of ecosystem. An instrument used a rope
raffia, a spade, plastic sample, lux meters, anemometer , and thermometer ph. Material
used is formalin 4 % and the environment and abiotik biotic on terrestrial
ecosystem .The index gained by margalef that results obtained show at least
wealth still index gained. The conclusion is terrestrial ecosystem compiled by
components abiotik as the ground, temperature, pH, humidity and biotic component
of animals and plants. But between the authors of the ecosystem related to keep
their survival .
Key words
: Terrestrial, ecosystem, biotic factors, margalef
PENDAHULUAN
Ekosistem terestrial merupakan suatu
ekosistem yang memiliki hubungan timbal balik antara faktor biotik dan faktor abiotik yang terdapat di daratan. Adapun
ekosistem terestrial memiliki empat ekosistem yang utama yaitu tundra, taiga,
hutan daratan rendah, dan padang rumput. Ekosistem terestrial memiliki dua
komponen penting yaitu komponen biotik serta komponen abiotik (Buckman, 2002).
Komponen biotik
pada ekosistem terestrial meliputi tumbuhan dan hewan. Tumbuhan yang terdapat
pada ekosistem terestrial umumnya merupakan tumbuhan yang berasal dari divisi
Magnoliophyta (tumbuhan berbunga), Pinophyta (konifer), dan Bryophyta (lumut).
Sementara itu, untuk hewan mayoritas berasal dari kelas Insekta (serangga),
Aves (burung), dan Mammalia (Buckman, 2002).
Komponen
abiotik dari ekosistem terestrial memiliki beberapa indikator sebagai faktor
pembatas, seperti suhu, kelembaban dan pH. Keberadaan dan keberhasilannya
organisme dipengaruhi lengkapnya kebutuhan yang diperlukan, termasuk unsur‐unsur
lingkungan yang kompleks. Tidak adanya
dan atau tidak eksisnya suatu organisme, dapat dikendalikan dengan kurangnya
atau kelebihan secara kuantitas dan kualitas dari salah satu atau lebih faktor
yang mungkin mendekati batas‐batas toleransi organisme tersebut. Komponen – komponen terestrial
tersebut saling berinteraksi dengan lingkungan di sekitar ekosistem yang
bertujuan sebagai proses adaptasi untuk menjaga kelangsungan hidupnya
(Zoer’aini, 2002).
Vegetasi menentukan kelembaban suatu tanah dan kelembaban tanah
menentukan kehadiran biota permukaan tanah. Vegetasi selain sebagai tempat
berlindung juga sebagai penyedia bahan makanan. Lapisan serasah dari vegetasi
selain sebagai penyedia bahan organik juga sebagai pelindung tanah.
ketersediaan unsur hara untuk vegetasi ini didukung dengan adanya pH tanah yang
mendekati netral. Sedangkan pada lingkungan non vegetasi cahaya dapat masuk
sepenuhnya tanpa adanya penghalang (tajuk), sehingga kelembaban tanahnya juga
lebih rendah dibandingkan dengan lokasi vegetasi, hal ini juga mempengaruhi
komponen lainnya seperti kecepatan angin yang lebih tinggi di lokasi non
vegetasi (Fiska, 2012).
Adanya faktor fisik berbeda pada lokasi vegetasi dan nonvegetasi
menjadi suatu faktor pembatas sehingga komponen yang menyusun ekosistemnya
berbeda meski dalam satu ekosistem yang sama yaitu ekosistem terestrial
(Zoer’aini, 2002).
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui komponen-komponen
penyusun ekosistem terestrial serta mengetahui hubungan antara masing-masing komponen
penyusun ekosistem.
METODOLOGI PENELITIAN
Praktikum ini dilakukan di lokasi kanopi yang baik di sekitar
parkiran Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode
yang digunakan yaitu dengan melakukan analisis vegetasi dan metode hand
sorting.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan
pada pratikum ini adalah tali rafia, sekop, plastik sampel, lux meter,
anemometer, pH meter dan termometer.
Bahan yang
digunakan adalah formalin 4% dan lingkungan biotik dan abiotik pada ekosistem
terestrial.
Cara Kerja
Pertama-tama
ditentukan lokasi sampling (misalnya di kebun, padang rumput, dan lain-lain).
Kemudian, dipilih pohon dengan kanopi yang baik (pohon dengan persentase
kerimbunan yang tinggi). Lalu kuadrat berukuran 0,5 m x 0,5 m diletakkan dengan
masing-masing jarak 0,1,2,3,4, dan 5 meter. Setelah itu, diamati dan dicatat
jenis-jenis dan jumlah tumbuhan yang ada di kuadrat.tersebut. Setelah itu, di
dalam kuadrat dibuat plot dengan berukuran 20 cm x 20 cm x 10 cm dan
disemprotkan formalin 4%. Plot tersebut digali dan dilakukan hand sorting pada
biota yang ditemukan di plot tersebut dan dicatat jenis serta jumlah biota yang
ditemukan pada masing-masing plot. Terakhir, dilakukan pengukuran faktor fisik
pada masing-masing kuadrat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pada hasil pengamatan, maka didapat faktor fisik yang
disajikan pada tabel berikut:
Plot
|
Jarak dari Pohon
(m)
|
Kelembaban Tanah
(%)
|
pH Tanah
|
Suhu Udara (0C)
|
Kecepatan Angin (m/s)
|
Kelembaban Udara (m/g)
|
Intensitas Cahaya (lx)
|
1
|
0
|
48
|
7,1
|
29
|
0,2
|
76,9
|
513
|
2
|
1
|
60
|
7,1
|
32,2
|
0,1
|
79,6
|
698
|
3
|
2
|
62
|
7,2
|
30,4
|
0
|
72,8
|
758
|
4
|
3
|
46
|
7,0
|
30,4
|
0
|
70,9
|
894
|
5
|
4
|
58
|
6,7
|
30,6
|
0
|
70,4
|
1013
|
Tabel 1.1 Pengukuran Faktor Fisik
Berdasarkan pada tabel 1.1 dapat diketahui dari beberapa hasil
pengukuran dari masing-masing plot memiliki perbedaan yang tidak terlalu
signifikan. Adapun pengukuran faktor fisik yang digunakan yaitu kelembaban
tanah, pH tanah, suhu, kecepatan angin, kelembaban udara, dan intensitas
cahaya. Secara menyeluruh dari plot satu hingga plot lima menunjukkan
kelembaban tanah kisaran 48% - 62%. Hal ini menandakan bahwa lokasi tersebut
memiliki kelembaban tanah yang cukup baik.
Kemudian, kisaran pH 6,7 – 7,2 menandakan bahwa lokasi tanah tersebut
berada pada pH yang normal yang baik untuk tempat tinggal berbagai macam
komponen biotik pada ekosistem terestrial (Indriyanto, 2006). Sementara itu,
pada saat pengukuran suhu udara berdasarkan pada tabel 1.1 diketahui suhu pada
saat itu antara 29-32,20C yang menandakan bahwa suhu saat itu tidak
terlalu terik dengan kecepatan angin yang rendah yaitu 0,2 m/s. Adapun pada
kelembaban udara menandakan kondisi saat itu memiliki kelembaban yang cukup
tinggi dengan kisaran 70,4 - 76,9 m/g. Kemudian, pada intensitas cahaya
berkisar antara 513-1013 lx yang menandakan bahwa lokasi ini memiliki
intensitas cahaya yang cukup baik namun tidak terlalu tinggi (Indriyanto,
2006). Kemudian, setelah dilakukan pegukuran faktor fisik pada masing-masing
plot maka dilakukan hand sorting pada masing-masing plot. Adapun hasil
yang didapat disajikan pada tabel sebagai berikut :
No
|
Jarak dari
Pohon
(m)
|
Jumlah
Individu Tumbuhan
|
Jumlah
Individu Biota Tanah
|
1
|
0
|
0
|
15
|
2
|
1
|
7
|
9
|
3
|
2
|
1
|
22
|
4
|
3
|
0
|
21
|
5
|
4
|
1
|
25
|
Tabel 1.2 Total Perhitungan
Jumlah Individu
Berdasarkan pada tabel 1.2 mengenai total perhitungan jumlah
individu dari lima plot yang telah dilakukan hand sorting maka dapat
diketahui bahwa dari keseluruhan plot yang diamati pada plot kedua memiliki
jumlah individu tumbuhan yang paling banyak. Hal ini dikarenakan kondisi tanah
tempat dimana tumbuhnya tumbuhan ini sangat baik dengan kelembaban yang tinggi
yaitu 62%. Sementara itu, apabila dilihat pada jumlah individu biota tanah
dapat diketahui bahwa pada plot kelima memiliki jumlah individu yang paling
banyak yaitu 25. Kemudian apabila dilihat secara menyeluruh maka individu biota
tanah jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah individu tumbuhan. Hal ini
disebabkan karena intensitas cahaya pada lokasi tersebut terbilang tidak
terlalu tinggi sehingga cahaya matahari yang masuk hanya sedikit dan hanya
dapat terserap oleh tumbuhan yang tinggi (Sugiyarto, 2000).
Indeks Margalef adalah indeks yang digunakan untuk mengitung suatu
kekayaan jenis pada suatu individu (Makalew, 2001). Berdasarkan pada hasil pengamatan, maka
diperoleh data sebagai berikut :
Gambar 1.1
Grafik Indeks Kekayaan Jenis Tumbuhan
Berdasarkan pada hasil pengamatan yang disajikan pada gambar 1.1
dapat diketahui bahwa indeks kekayaan jenis tumbuhan secara keseluruhan
menunjukkan hasil angka 0. Hal ini disebabkan, meskipun terdapat beberapa
jumlah individu pada masing-masing plot. Namun, yang didapatkan hanya satu
jenis dari masing-masing plot yang diamati. Sehingga hal ini berpengaruh
terhadap indeks kekayaan jenis tumbuhan. Adapun tumbuhan yang terdapat pada
saat pengamatan yaitu tumbuhan Punnisetum purpureus yang berasal dari famili Graminae.
Gambar 1.2 Grafik
Indeks Kekayaan Jenis Biota Tanah
Berdasarkan pada hasil pengamatan dapat diketahui bahwa pada gambar
1.1 mengenai grafik indeks kekayaan jenis biota tanah dari keseluruhan plot
memiliki ragam indeks yang berbeda-beda. Adapun indeks kekayaan tertinggi
terdapat pada plot kelima dengan indeks kekayaan jenisnya sebesar 0,65. Hal ini
disebabkan karena pada plot kelima ini ditemukan tiga jenis individu yang berbeda
yaitu semut merah (Formica rufa), semut hitam (Pheidole
sp.), dan cacing tanah (Lumbricus rebellus). Sementara itu,
pada plot ketiga menunjukkan grafik pada angka 0. Hal ini disebabkan karena
pada plot ini hanya ditemukan satu jenis individu saja yaitu cacing tanah (Lumbricus
rebellus). Adapun secara keseluruhan, indeks kekayaan pada jenis biota
tanah ini masih tergolong sangat rendah karena hasil yang didapat >2,5
(Jorgensen, 1989).
KESIMPULAN
Ekosistem
terestrial disusun oleh komponen abiotik seperti tanah, suhu, pH, kelembaban
dan komponen biotik berupa hewan dan tumbuhan. Adapun antara masing-masing
komponen penyusun ekosistem tersebut saling berhubungan untuk menjaga
kelangsungan hidupnya.
UCAPAN
TERIMA KASIH
Saya
mengucapkan terima kasih kepada Khoirul Hidayah, S.Si dan Dinda Rama Haribowo,
S.Si selaku dosen mata kuliah praktikum ekologi terestrial, serta Meidi Yanto
dan Apriyani Ekowati selaku asisten laboratorium mata kuliah praktikum ekologi
terestrial. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Alfathan Luthfi,
Fenti Maharani, Marita Yuni Fitriadi, Nuraini, dan Rizky Hastuti Purwaningsih
yang telah membantu dalam praktikum ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Buckman,
M.H dan Brady. 2002. Ilmu Tanah.
Bharata Karya, Jakarta.
Fiska, 2012. Analisis Keanekaragaman Komponen
Terestrial(bio.unsoed.ac.id/.../14.%20ANAISIS%20KEANEKARAGAMAN%20)
Diakses pada 3 April 23.00 WIB
Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara.
Jakarta.
Jorgensen, SE. 1989. Guildlines of Lakes
Management. Intenational Lake Environment Foundation.
Makalew,
A. D. N. 2001. “Keanekaragaman Biota
Tanah Pada Agroekosistem Tanpa Olah Tanah
(TOT)”. Makalah Falsafah sains program pasca sarjana /S3.
IPB press. ( Http://www.hayatiipb. com/users/rudyct/indiv2001/afra-dnm.htm) Diakses pada 2 April 2016 17.00 WIB
Sugiyarto.
2000. “Keanekaragaman Makrofauna
Tanah Pada Berbagai Umur Tegakan Sengon
di RPH Jatirejo
Zoer’aini,
D. Irwan .2002. Prinsip‐Prinsip Ekologi dan Organisasi
Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Bumi Aksara. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar