KEANEKARAGAMAN
JENIS BURUNG DI KAWASAN CAGAR ALAM DAN TAMAN WISATA ALAM TELAGA WARNA, DESA
TUGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BOGOR
Ratna Lestyana Dewi1), Ria Suci Anisa1), Eko
Jatmiko1), Rizki Hastuti Purwaningsih1), Ferial Hamedan1), Dara Mutiara Fiesca1), Arman
Gafar
1)Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
1)Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstract
A
bird is a wildlife which could be found almost in any vegetated environment.
The existence of a bird in one area is very important because it could affect
the presence and distribution of plant species. The research aims to identify
species diversity, distribution of bird species, habitat and analyze the
relationship of bird species diversity to habitat in Natural heritage dan
Telaga Warna paek of nature. The research was conducted on November, 21. All
bird data were collected using a point count method. The vegetation data
collected included species, composition and structure by forming a plot measuring.
It was found 45 species , 25 families and 231 individuals. The bird species
diversity indices (H’) is 3,31, the bird average indices (E) is 0,9 because
there is dominance of Collocalia fuiphaga.
PENDAHULUAN
Burung
merupakan satwa liar yang mudah ditemukan hampir pada setiap lingkungan
bervegetasi. Habitatnya dapat mencakup berbagai tipe ekosistem, mulai dari
ekosistem alami sampai ekosistem buatan. Penyebaran yang luas tersebut menjadikan
burung sebagai salah satu sumber kekayaan hayati Indonesia yang potensial.
Keberadaan burung dapat berperan dalam keseimbangan ekosistem dan dapat
dijadikan sebagai indikator perubahan lingkungan (Alikodra, 2002).
Keberadaan
suatu spesies di suatu tempat tergantung dari adanya sumber pakan dan kondisi
habitat yang sesuai. Lingkungan yang berubah akan akan mengakibatkan perubahan
kondisi ekologis yang ditandai dengan menurunnya potensi keanekaragaman hayati,
khususnya satwa liar. Indonesia memiliki keanekaragaman burung yang cukup
tinggi. Tingginya keanekaragaman jenis burung di suatu wilayah didukung oleh
tingginya keanekaragaman habitat karena habitat bagi satwa liar secara umum
berfungsi sebagai tempat untuk mencari makan, minum, istirahat, dan berkembang
biak. Berdasar pada fungsi tersebut, maka keanekaragaman jenis burung juga
berkaitan erat dengan keanekaragaman tipe habitat serta beragamnya fungsi dari
setiap tipe habitat yang ada di hutan kota. Kelestarian burung dapat
dipertahankan dengan melakukan konservasi jenis yang didahului dengan berbagai
studi atau penelitian tentang satwa tersebut, antara lain mengenai populasi,
habitat dan lingkungan yang mempengaruhinya (Alikodra, 2002).
Kawasan
Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Telaga Warna merupakan suatu kawasan yang
memiliki banyak fungsi salah satunya adalah sebagai habitat burung. Kawasan
hutan Telaga Warna ditetapkan sebagai Cagar Alam (CA) berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 481/Kpts/Um/6/1981 tanggal 9 Juni 1956,
seluas 268,25 Ha. Kemudian sebagian areal yang meliputi sebuah telaga, berubah
fungsinya menjadi Taman Wisata Alam (TWA) seluas 5 Ha. Dengan keanekaragaman
jenis tumbuhan yang ada, lokasi tersebut mampu mendukung keberlangsungan hidup
dari berbagai jenis burung (Bibby, 2000)
Burung
merupakan salah satu komponen ekosistem yang memiliki peranan penting dalam
mendukung berlangsungnya suatu siklus kehidupan organisme. Keadaan ini dapat
dilihat dari rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan yang membentuk sistem
kehidupannya dengan komponen ekosistem lainnya seperti tumbuhan dan serangga.
Oleh karena itu keberadaan burung di suatu kawasan sangatlah penting, karena
dapat mempengaruhi keberadaan dan persebaran jenis tumbuhan. (Wisnubudi, 2009).
Persebaran
dan keanekaragaman burung pada setiap wilayah berbeda, hal tersebut dipengaruhi
oleh luasan habitat, struktur vegetasi, serta tingkat kualitas habitat di
masing-masing wilayah (Ferianita, 2007). Burung dapat digunakan sebagai
indikator perubahan ekosistem pada suatu lingkungan hal ini dikarenakan burung
adalah satwa dengan mobilisasi tinggi dan dinamis sehingga dapat dengan cepat
merespon perubahan yang terjadi di lingkungan (Bibby, 2000).
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keanekaragaman jenis burung serta mengetahui kelimpahan dari
masing-masing jenis burung yang terdapat di Kawasan Cagar Alam dan Taman
Wisata Alam Telaga Warna.
METODE PENELITIAN
1.
Lokasi dan
Waktu Penelitian
Penelitian ini
dilakukan pada tanggal 21 November 2015, di dua lokasi yaitu di kawasan Cagar
Alam dan Taman Wisata Alam Telaga Warna, terletak
di Kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini berada di dekat
perkebunan Teh PTP VII Gunung Mas yang dilatar belakangi persawahan dan perkampungan
penduduk dengan gunung yang menjulang tinggi serta terdapat pula sebuah telaga
dengan dikelilimgi beraneka jenis pepohonan yang terlihat begitu rindang dan
tumbuh sumbur mengelilingi area kawasan taman wisata ini.
2.
Alat
dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah burung
yang dijadikan objek pengamatan. Alat yang digunakan pada pengamatan ini adalah
binokuler, stopwatch, alat tulis, dan SKJB.
3.
Metode
Pengumpulan Data Burung
Metode Pengumpulan Data Burung Seluruh data burung diambil dengan menggunakan
metode titik hitung (point count) (Bibby, 2000) dengan bentuk plot bulat
sirkular dengan diameter plot ± 40 meter pada
titik yang telah ditentukan. Pengambilan data dilakukan dengan mengobservasi
burung di lokasi penelitian dengan mencatat seluruh data jenis burung, jumlah
individu, ciri-ciri, waktu perjumpaan, perilaku dan aktivitas burung.
Pengamatan dilakukan pada waktu pagi hari pukul 06.00 – 09.00 WIB
dalam cuaca yang cerah atau baik, dalam jalur pengamatan yang telah ditentukan
dengan waktu pengamatan setiap 10 menit. Pencatatan jenis burung dilakukan
dengan metode kombinasi langsung dan tidak langsung. Metode pencatatan secara
langsung dilakukan dengan melihat burung (baik kasat mata maupun dengan
menggunakan teropong) dengan bantuan Buku Panduan Lapangan Pengenalan Burung
(Holmes, 1999; Sukmantoro 2007: MacKinnon 1991, 2010) dan secara tidak langsung
dengan didasarkan pada suara burung dan sarangnya. Jumlah titik pengamatan sebanyak
7 (tujuh) titik, untuk masing-masing lokasi.
4.
Analisis Data
Data
yang diperoleh, diolah dalam bentuk tabel dan grafik untuk mendapatkan nilai
indeks keanekaragaman Shannon- Wiener (H’) dan indeks kemerataan Evennes (E).
Kelimpahan merupakan total jumlah individu burung yang ditemukan selama
pengamatan. Kelimpahan tiap jenis ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Pi = ni
/ N (1)
Dengan :
Pi = nilai kelimpahan burung
ni = jumlah individu jenis i
N = jumlah total individu
Nilai keanekaragaman diperoleh dengan menggunakan
indeks keanekaragaman Shannon-Wienner. Untuk melihat Keanekaragaman jenis dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus :
H’ = - Σ (ni / N) ln(ni / N) (2)
Dengan : H’= nilai indeks keanekaragaman jenis
ni = jumlah individu jenis i
N = jumlah total individu
Untuk mengetahui penyebaran individu burung
diukur nilai kemerataan antar jenis burung [5] dengan rumus :
E = H’/ln S (3)
Dengan :
S = banyaknya jenis burung tiap plot
E = nilai
kemerataan antara jenis
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil pengamatan terhadap burung yang berada di dua lokasi yaitu pada kawasan
Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Telaga Warna didapat sebanyak 45 jenis dengan
total sebanyak 231 individu yang berasal dari 25 famili. Famili yang
mendominasi yaitu famili Cuculidae yang mendominasi jumlah jenis (5 jenis), dan
kemudian diikuti oleh famili Muscapidae sebanyak 4 jenis, serta famili
Accicipitridae, famili Apodidae, famili Dicaidae, famili Timallidae
masing-masing sebanyak 3 jenis, sebagaimana yang terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah
Jenis Burung dan Individu di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Telaga Warna
No
|
Famili
|
Nama Ilmiah
|
Jumlah Individu
|
1
|
Accicipitridae
|
Nisaetus bartelsi
|
4
|
Pernis ptilorhynchus
|
8
|
||
Spilomis cheela
|
2
|
||
2
|
Alcedinidae
|
Halycon cyanoventris
|
3
|
3
|
Apodidae
|
Collocalia fuciphaga
|
32
|
Collocalia linchi
|
25
|
||
Collocalia vulcanorum
|
10
|
||
4
|
Cettiidae
|
Tesia superciliaris
|
1
|
5
|
Chioropseidae
|
Chloropsis cochinchinensis
|
2
|
6
|
Cisticolidae
|
Prinia atrogularis
|
2
|
Prinia polychroa
|
1
|
||
7
|
Columbidae
|
Streptopelia chinensis
|
3
|
8
|
Cuculidae
|
Cacomantis merulinus
|
9
|
Cacomantis sunneratii
|
2
|
||
Cuculus saturatus
|
2
|
||
Cuculus sepulcrolis
|
2
|
||
Sumiculuc lugubris
|
13
|
||
9
|
Dicaidae
|
Dicaeum everetti
|
4
|
Dicaeum sanguinolentum
|
9
|
||
Dicaeum trochileum
|
2
|
||
10
|
Estrildidae
|
Lonchura leucogastroides
|
14
|
Lonchura punctulata
|
3
|
||
11
|
Hirundinidae
|
Delichon dasypus
|
1
|
12
|
Motacillidae
|
Motacilla cinerea
|
2
|
Motacilla flava
|
1
|
||
13
|
Muscapidae
|
Copsychus caularis
|
2
|
Culiciapa ceylonensis
|
6
|
||
Eumyas indigo
|
3
|
||
Ficedula westermanni
|
6
|
||
14
|
Orlolidae
|
Oriolus erventus
|
1
|
15
|
Psittaculidae
|
Psittacula alexandri
|
1
|
16
|
Pycnonotidae
|
Pycnonotus aurigaster
|
4
|
Pycnonotus brunneus
|
1
|
||
17
|
Rallidae
|
Amaurornis phoenicurus
|
1
|
18
|
Rhipiduridae
|
Rhipidura phoenicura
|
3
|
19
|
Sittidae
|
Sitta azurea
|
7
|
20
|
Strigidae
|
Bubo sumatranus
|
1
|
21
|
Stumidae
|
Acridotheres javanicus
|
1
|
22
|
Sylviidae
|
Orthomus sutorius
|
3
|
23
|
Timallidae
|
Malacocincia sepiarium
|
5
|
Pteuthrius aenobarbus
|
6
|
||
Stachyris melanothorax
|
7
|
||
24
|
Turdidae
|
Turdus poliocephalus
|
1
|
25
|
Zosteropidae
|
Zosterops montanus
|
3
|
Zosterops palpebrosus
|
12
|
||
Total
|
231
|
Indeks
Nilai Penting (INP) burung untuk keseluruhan lokasi didominasi oleh Walet
Sarang Putih (Collocalia fuciphaga) dan Walet Linchi (Collocalia linchi)
masing-masing sebesar 24,4% dan 19,8%, diikuti oleh Kedasi Hitam (Surniculus
lugubris) sebesar 18,8% dan Wiwik Kelabu (Cacomantis merulinus)
sebesar 15,7%, seperti terinci pada Tabel 2.
Tabel 2. Indeks
Nilai Penting Burung di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Telaga Warna
No
|
Nama Ilmiah
|
Nama Daerah
|
Jml
|
Jml
|
F
|
FR
|
D
|
DR
|
INP
|
Individu
|
Plot
|
(%)
|
(%)
|
(%)
|
|||||
1
|
Acridotheres javanicus
|
Jalak Hitam
|
1
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,1
|
0,4
|
1,9
|
2
|
Amaurornis phoenicurus
|
Kareo Padi
|
1
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,1
|
0,4
|
1,9
|
3
|
Bubo sumatranus
|
Beluk Jampuk
|
1
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,1
|
0,4
|
1,9
|
4
|
Cacomantis merulinus
|
Wiwik Kelabu
|
9
|
8
|
1,6
|
12
|
1,3
|
4
|
15,7
|
5
|
Cacomantis sunneratii
|
Wiwik Uncuing
|
2
|
2
|
0,4
|
2,9
|
0,3
|
0,9
|
3,8
|
6
|
Chloropsis cochinchinensis
|
Cica Daun Sayap Biru
|
2
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,3
|
0,9
|
2,3
|
7
|
Collocalia fuciphaga
|
Walet Sarang Putih
|
32
|
7
|
1,4
|
10
|
4,6
|
14
|
24,4
|
8
|
Collocalia linchi
|
Walet Linchi
|
25
|
6
|
1,2
|
8,7
|
3,6
|
11
|
19,8
|
9
|
Collocalia vulcanorum
|
Walet Gunung
|
10
|
4
|
0,8
|
5,8
|
1,4
|
4,5
|
10,2
|
10
|
Copsychus caularis
|
Kucica Kampung
|
2
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,3
|
0,9
|
2,3
|
11
|
Cuculus saturatus
|
Kangkok Ranting
|
2
|
2
|
0,4
|
2,9
|
0,3
|
0,9
|
3,8
|
12
|
Cuculus sepulcrolis
|
Wiwik Dada-Karat
|
2
|
2
|
0,4
|
2,9
|
0,3
|
0,8
|
3,8
|
13
|
Culiciapa ceylonensis
|
Sikatan Kepala Abu
|
6
|
4
|
0,8
|
5,8
|
0,8
|
2,7
|
8,4
|
14
|
Delichon dasypus
|
Layang-Layang Rumah
|
1
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,1
|
0,4
|
1,9
|
15
|
Dicaeum everetti
|
Cabai Tunggir Coklat
|
4
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,6
|
1,7
|
3,2
|
16
|
Dicaeum sanguinolentum
|
Cabai Gunung
|
9
|
4
|
0,8
|
5,8
|
1,2
|
4
|
9,8
|
17
|
Dicaeum trochileum
|
Cabai Jawa
|
2
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,3
|
0,9
|
2,3
|
18
|
Eumyas indigo
|
Sikatan Ninon
|
3
|
3
|
0,6
|
4,3
|
0,4
|
1,3
|
5,7
|
19
|
Ficedula westermanni
|
Sikatan Belang
|
6
|
5
|
1
|
7,2
|
0,9
|
2,6
|
9,9
|
20
|
Halcyon cyanoventris
|
Cekakak Jawa
|
3
|
3
|
0,6
|
4,3
|
0,4
|
1,3
|
5,7
|
21
|
Lonchura leucogastroides
|
Bondol Jawa
|
14
|
3
|
0,6
|
4,3
|
2
|
6,2
|
10,6
|
22
|
Lonchura punctulata
|
Bondol Peking
|
3
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,4
|
1,3
|
2,8
|
23
|
Malacocincla sepiarium
|
Pelanduk Semak
|
5
|
5
|
1
|
7,2
|
0,7
|
2,2
|
9,4
|
24
|
Motacilla cinerea
|
Kicuit Batu
|
2
|
2
|
0,4
|
2,9
|
0,2
|
0,9
|
3,8
|
25
|
Motacilla flava
|
Kicuit Kerbau
|
1
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,1
|
0,4
|
1,9
|
26
|
Nisaetus bartelsi
|
Elang Jawa
|
4
|
4
|
0,8
|
5,8
|
0,6
|
1,8
|
7,6
|
27
|
Oriolus erventus
|
Kepudang Dada Merah
|
1
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,1
|
0,4
|
1,9
|
28
|
Orthotomus sutorius
|
Cinenen Pisang
|
3
|
3
|
0,6
|
4,3
|
0,4
|
1,3
|
5,7
|
29
|
Pernis ptilorhynchus
|
Elang Sikep Madu Asia
|
8
|
3
|
0,6
|
4,3
|
1,1
|
3,6
|
7,9
|
30
|
Prinia atrogularis
|
Prenjak Gunung
|
2
|
2
|
0,4
|
2,9
|
0,3
|
0,9
|
3,8
|
31
|
Prinia polychroa
|
Prenjak Coklat
|
1
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,1
|
0,4
|
1,9
|
32
|
Psittacula alexandri
|
Betet Biasa
|
1
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,1
|
0,4
|
1,9
|
33
|
Pteruthius aenobarbus
|
Ciu Kunyit
|
6
|
2
|
0,4
|
2,9
|
0,8
|
2,7
|
5,5
|
34
|
Pycnonotus aurigaster
|
Cucak Kutilang
|
4
|
2
|
0,4
|
2,9
|
0,6
|
1,7
|
4,7
|
35
|
Pycnotus brunneus
|
Merbah Mata Merah
|
1
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,1
|
0,4
|
1,9
|
36
|
Rhipidura phoenicura
|
Kipasan Ekor Merak
|
3
|
2
|
0,4
|
2,9
|
0,4
|
1,3
|
4,2
|
37
|
Sitta azurea
|
Munguk Loreng
|
7
|
3
|
0,6
|
4,3
|
1
|
3,1
|
7,4
|
38
|
Spilornis cheela
|
Elang Ular Bido
|
2
|
2
|
0,4
|
2,9
|
0,2
|
0,9
|
3,8
|
39
|
Stachyris melanothorax
|
Tepus Pipi Perak
|
7
|
4
|
0,8
|
5,8
|
1
|
3,1
|
8,9
|
40
|
Streptopelia chinensis
|
Tekukur Biasa
|
3
|
3
|
0,6
|
4,3
|
0,4
|
1,3
|
5,7
|
41
|
Surniculus lugubris
|
Kedasi Hitam
|
13
|
9
|
1,8
|
13
|
1,9
|
5,9
|
18,8
|
42
|
Tesia superciliaris
|
Tesia Jawa
|
1
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,1
|
0,4
|
1,9
|
43
|
Turdus poliocephalus
|
Anis Gunung
|
1
|
1
|
0,2
|
1,4
|
0,1
|
0,4
|
1,9
|
44
|
Zosterops montanus
|
Kacamata Gunung
|
3
|
2
|
0,4
|
2,9
|
0,4
|
1,3
|
4,2
|
45
|
Zosterops palpebrosus
|
Kacamata Biasa
|
12
|
4
|
0,8
|
5,8
|
1,7
|
5,3
|
11,1
|
Total
|
100
|
100
|
200
|
Tingkat
pertemuan burung di berbagai tipe habitat untuk skala “melimpah” adalah Walet
Sarang Burung (Collocalia fuciphaga) dan Walet Linchi (Collocalia
linchi). Hal ini disebabkan karena kedua jenis burung ini memiliki kebiasaan
untuk terbang pada kondisi yang lapang sehingga pada saat pengamatan burung pada
daerah Taman Wisata didominasi oleh kehadiran kedua jenis burung tersebut.
Gambar
1. Grafik Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kemerataan Jenis Burung
Indeks
Keanekaragaman (Diversitas) Burung merupakan suatu nilai yang menunjukkan hasil
keanekaragaman jenis burung yang terdapat pada suatu lokasi atau wilayah
tersebut. Adapun struktur vegetasi merupakan salah satu kunci kekayaan jenis
burung pada tingkat lokal. Indeks Keanekaragaman (Diversitas) Burung
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kekayaan jenis dan kemerataan jenis
(Hernowo, 1989). Indeks Keanekaragaman
jenis (H’) pada kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Telaga Warna menunjukkan
angka 3,31, dimana hasil ini menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman pada
kawasan ini tergolong tinggi. Hal ini ditinjau dari banyaknya jenis burung yang
didapat pada saat pengamatan di 5 plot sebanyak 45 jenis burung dengan 231
jumlah individu. Adapun kisaran
keanekaragaman jenis (H’) antara 1-3.
Tinggi : H’ > 3
Rendah : H’ < 3
Sedang : 1
< H < 3
Keanekaragaman jenis tidak hanya
berarti kekayaan atau banyaknya jenis, akan tetapi juga kemerataan dari
kelimpahan setiap individu. Pada suatu komunitas, kemerataan jenis dibatasi
antara 0-1.0, dimana nilai 1.0 menunjukkan kondisi semua jenis sama-sama
melimpah (merata). Sebaliknya jika angka mendekati 0, maka jenis
yang terdapat dalam komunitas tersebut semakin tidak merata atau
adanya jenis yang jumlahnya mendominasi.
Berdasarkan
pada gambar 1. diketahui bahwa indeks
kemerataan jenis (E) pada kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Telaga Warna
menunjukkan angka 0,8720. Hasil ini menyatakan bahwa kemerataan burung di semua
lokasi tidak merata karena memiliki nilai kurang dari 1. Hal tersebut
didominasi oleh satu spesies, artinya dalam lokasi tersebut terdapat satu atau
beberapa spesies yang memiliki jumlah individu yang lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah yang lain, yaitu jenis dari Walet Sarang Burung (Collocalia
fuciphaga).
Collocalia
fuciphaga dapat dikatakan menjadi spesies yang mendominasi pada habitat yang
terdapat di Cagar Alam dikarenakan spesies ini pada umumnya hidup pada vegetasi
yang tidak terlalu rapat, dengan kondisi lahan yang tidak terlalu lembab yang
menjadikan cagar alam sebagai lahan untuk mendapatkan makanan bagi spesies
tersebut. Adanya tebing bebatuan di
sekitar hutan menjadi faktor pendukung tempat hidup bagi Collocalia
fuciphaga.
Gambar 2. Grafik Fungsional Grup
Burung
memiliki jenis makanan yang berbeda-beda yang disesuaikan pada bentuk paruhnya.
Adapun jenisnya yaitu Frugivora atau jenis burung pemakan buah-buahan,
granivora atau jenis burung pemakan biji-bijian, karnivora atau jenis burung
pemakan daging, insektivora atau jenis burung pemakan serangga, dan omnivora
atau jenis burung pemakan segala jenis makanan (Hernowo, 1989).
Berdasarkan
pada Gambar 1. Yaitu mengenai grafik fungsional grup dapat diketahui bahwa
jenis burung yang terdapat pada lokasi Cagar Alam dan Taman Wisata didominasi
oleh burung yang memakan serangga (insektivora). Hal tersebut dipengaruhi oleh
jenis makanan yang dapat ditemukan pada hampir setiap lahan yang bervegetasi.
Sebagian besar burung tersebut memakan serangga yang ada sekitar pohon dan
vegetasi lainnya. Selain itu hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
yaitu vegetasi serta jenis-jenis tumbuhan yang terdapat pada lokasi tersebut,
Lebih dari sekitar 24 jenis tumbuhan yang telah didata pada analisis vegetasi
merupakan tumbuhan berbunga sehingga jenis burung pemakan serangga ini mampu
mendominasi dibandingkan dengan yang lainnya.
Banyaknya
serangga terbang karena faktor vegetasi yang mendominasi berupa tumbuhan
berbunga membuat kelimpahan serangga terbang meningkat. Hal ini menjadikan Collocalia
fuciphaga mendapat pakan yang mendukung bagi kehidupannya, serta
keanekaragaman jenis vegetasi yang tinggi dapat merupakan tempat sebagai sumber
pakan, tempat berlindung maupun tempat bersarang dari jenis-jenis burung.
Berdasarkan
hasil penelitian, burung di kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam cukup
berperan dalam menjaga keseimbangan lingkungan sekitar. Penyebaran anakan pohon
di lokasi penelitian yang tumbuhnya jauh dari pohon induk merupakan salah satu
peran burung dalam menyebarkan biji-bijian. Penyebaran biji cukup efektif
karena burung hanya memakan buah yang sudah cukup matang, sehingga bijinya
relatif dapat tumbuh apabila jatuh ke tanah. Semakin banyak burung yang
menyebarkan biji dapat membantu penyebaran vegetasi pohon di tempat lain. Hal
ini akan membantu regenerasi kondisi lingkungan terutama yang gersang menjadi
bervegetasi. Makin tinggi keanekaragaman jenis burung akan semakin banyak
peluang jenis-jenis tumbuhan yang berbiji dapat tersebar ke tempat lain. Hal
ini akan memberikan pengaruh terhadap kondisi lingkungan sekitar dengan makin
banyaknya biji-biji (Holmes, 1999).
Burung
mempunyai andil yang cukup besar dalam membantu regenerasi hutan tropika
terutama pada proses penyebaran biji dan penyerbukan bunga. Biasanya
burung-burung tersebut memakan buah-buahan yang berdaging bersama bijinya, biji
tersebut tidak hancur melalui sistem pencernaan burung, sehingga apabila
dikeluarkan biji itu utuh dan mampu tumbuh pada tempat yang sesuai (MacKinnnon,
2010). Apabila ditinjau dari banyak jenis burung yang memakan serangga dan
besarnya porsi makan burung, maka fungsi utama burung di suatu lingkungan
adalah pengontrol serangga sebagai hama. Pada lokas Cagar Alam dan Taman Wisata
Alam Telaga Warna telah diketahui bahwa
jenis burung pemakan serangga mencapai 24 jenis. Mulai dari lantai hutan
sampai tajuk atas bahkan di udara, serangga-serangga yang ada merupakan makanan
burung (Soerianagara, 1995).
Seekor burung dapat memakan setiap hari kurang
lebih sepertiga dari berat tubuhnya (Hernowo, 1989). Makin tinggi
keanekaragaman jenis burung pemakan serangga akan membantu pengendalian hama
secara alami. Burung merupakan salah
satu sumber kekayaan alam yang bermanfaat bagi manusia sejak dulu hingga
sekarang yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Manusia memanfaatkan burung dari
mulai suaranya/kicau, gerakan, perilaku, daging dan bulunya. Dari nilai
rekreasi kegiatan berburu, burung dapat dijadikan objek rekreasi berburu yang
sangat menarik. Kegiatan ini di negara maju dapat dijadikan sebagai objek
rekreasi yang sangat diminati masyarakat (Sukmantoro, 2007)
KESIMPULAN
Hasil
pengamatan pada dua habitat Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Telaga Warna, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor
berdasarkan metode point count ditemukan 45 Spesies dengan jumlah 233 individu.
Tergolong dalam 25 Famili.
Kemerataan jenis burung (E’) yang didapat pada pengamatan ornit sebesar
0.90 yang menandakan bahwa kemerataan jenis burung yang terdapat pada Cagar
Alam Telaga Warna tergolong ke dalam kategori tidak merata
karena adanya dominansi jenis Collocalia fuciphaga.
Kekayaan jenis burung (D) yang didapat pada pengamatan ornit sebesar 9.4
yang menandakan bahwa kekayaan jenis burung yang terdapat pada Cagar Alam
Telaga Warna tergolong ke dalam kategori baik.
Keanekaragaman jenis burung (H’) yang didapat pada pengamatan ornit
sebesar 3.31 yang menandakan bahwa keanekaragaman jenis burung yang terdapat
pada Cagar Alam Telaga Warna tergolong ke dalam kategori tinggi.
UCAPAN
TERIMAKASIH
Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pelaksanaan penelitian ini, dan tak lupa pula penulis
mengucapkan terimakasih kepada Dinda Rama Hribowo, S.Si, Khoirul Hidayah S.Si
selaku dosen mata kuliah praktikum Ekologi Dasar serta Dara Mutiara Fiesca dan
Arman Gaffar selaku asisten praktikum mata kuliah Ekologi Dasar atas arahan dan
bimbingannya dalam menyelesaikan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, HS.
2002. Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1.
Yayasan Penerbit Fakultas
Kehutanan
IPB. Bogor.
Bibby, C., M.
Jones, dan S. Marsden. 2000.
Teknik-teknik Ekspedisi Lapangan Survei Burung. SMKG Mardi Yuana.
Bogor
Hernowo, JB.
1989. Suatu Tinjauan terhadap Keanekaragaman
Jenis Burung dan
Peranannya
di Hutan Lindung Bukit Suharto,
Kalimantan Timur. Media Konservasi.
Vol.II (2), Januari 1989. Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Holmes, D., dan
S. Nash. 1999. Burung burung di
Sumatera dan Kalimantan. Puslitbang
Biologi – LIPI. Bogor
MacKinnon, J.,
K. Philip dan V. Balen. 2010. Seri
panduan Lapangan Burung Burung
Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali.
Puslitbang Biologi – LIPI. Bogor
Soerianegara, I
dan A. Indrawan. 1995. Ekologi
Hutan Indonesia. Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sukmantoro, W.,
M. Irham, W. Novarino, F. Hasudungan, N.
Kemp dan M. Muhtar. 2007. Daftar
Burung Indonesian No.2. Ornithologists
Union. Bogor
Wisnubudi, G.
2009. Penggunaan Strata Vegetasi
oleh Burung di Kawasan Wisata Taman
Nasional Gunung Halimun-Salak.
Vis Vitalis, Vol. 02 No. 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar