TANAH DAN DEKOMPOSI
Ratna Lestyana Dewi1), Apriyani Ekowati 2), dan Meidiyanto2)
1. Praktikan 2. Asisten Dosen 2. Asisten Dosen
Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
e-mail : ratna.lestyana@yahoo.co.id
Ratna Lestyana Dewi1), Apriyani Ekowati 2), dan Meidiyanto2)
1. Praktikan 2. Asisten Dosen 2. Asisten Dosen
Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
e-mail : ratna.lestyana@yahoo.co.id
Abstract
Land is a small form of the earth's surface that directly deal with
the atmosphere and the lithosphere is formed of many phases (material, the rest
of the decaying organic material, water and gas). Soil is a material that is
dynamic and is a complex system, consisting of inorganic components, organic
and biotic which has a capacity that is conducive to the survival of tumbuhan. Dekomposition
litter is physically and chemically changes the simple by soil microorganisms
(bacteria, fungi, and other land animals). The purpose of this lab to know the
structure and size in the cross-section of land, knowing fauna in the
cross-section of land, knowing the process - the process of decomposition, and
identify factors - factors that affect decomposition. Lab work is done in the
area that vegetation area and non vegetation
area in around the parking integrated laboratory center UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Methods used the with the hand of sorting and sampling. The results
showed that the percentage of damage litter and mix on the location of the
largest non vegetation that is 45% while in the area of vegetation by 40%. Then
the mass is greater decomposition on the location of vegetation 51.19% due to abiotic
factors, namely the weather. While the measurement of abiotic factors have high
humidity in the location of vegetation, with the support of temperature and
soil pH is normal. The conclusion is a cross-sectional structure of the soil
shows different soil conditions have a different characteristics. The
decomposition process characterized by reduced weight of the mass of litter
gradually degraded. Factors affecting the decomposition among the levels of
litter, litter size, temperature, humidity, flora and fauna of microorganisms
and chemical content of the litter.
PENDAHULUAN
Tanah adalah bentuk kecil dari permukaan bumi yang langsung berhadapan
dengan atmosfer dan litosfer yang terbentuk dari banyak fase (material, sisa
bahan organik yang membusuk, air dan gas). Tanah merupakan suatu material
yang dinamis dan merupakan suatu sistem yang kompleks, terdiri atas komponen
anorganik, organik dan biotik yang memiliki kapasitas yang mendukung bagi
keberlangsungan hidup tumbuhan. Tanah diklasifikasikan berdasarkan pada sifat
kimia dan fisiknya. Adapun salah satu proses yang terjadi di dalam tanah yaitu
proses dekomposisi. Dekomposisi merupakan suatu proses utama yang terjadi di
dalam tanah dengan mekanisme mendaur ulang nutrisi tanaman dan dapat menghasilkan
humus. Dekomposisi adalah proses penting dalam nutrisi dinamika tanah (Chapin,
2000).
Dekomposisi serasah atau yang disebut dengan mineralisasi
merupakan suatu proses penghancuran bahan organik yang berasal dari tumbuhan
sehingga menjadi senyawa organik yang lebih sederhana. Serasah merupakan material organik yang diuraikan
oleh mikroorganisme dan organisme kecil lainnya. Material organik diuraikan
oleh mikroorganisme karena mikroorganisme mampu berperan sebagai sumber energi
dan makanan bagi mikroorganisme tersebut. Laju
dekomposisi serasah akan berbeda pada setiap ekosistemnya. Laju dekomposisi
serasah dipengaruhi oleh faktor lingkungan, pH, kelembaban, komposisi kimia
dari serasah dan mikroorganisme tanah (Chapin, 2000).
Tumbuhan mampu memberikan
masukan bahan organik melalui organnya yaitu pada daun, cabang rantingnya yang telah
gugur, serta melalui akar yang telah mati. Serasah yang jatuh di permukaan
tanah dapat melindungi permukaan tanah dari tetesan air hujan dan mampu mengurangi
terjadinya proses penguapan (Madjid, 2007).
Bahan organik yang berasal dari sisa tanaman biasanya lebih
cepat terdekomposisi dan termineralisasi pada daerah tropis basah dibandingkan
dengan daerah yang bertemperatur dingin. Hal ini dikarenakan aktivitas mikroorganisme
yang lebih tinggi pada daerah tropis dibandingkan dengan daerah yang bertemperatur
dingin. Beberapa faktor yang mempengaruhi kandungan bahan organik tanah,
diantaranya iklim, jenis tanah, kualitas dan kuantitas bahan organik itu
sendiri (Madjid, 2007).
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui struktur,
ukuran, dan fauna yang terdapat di penampang melintang tanah, mengetahui proses
dan faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya dekomposisi.
METODOLOGI PENELITIAN
Praktikum ini dilaksanakan pada 8
April 2016 dengan pengamatan selama dua minggu dalam empat hari sekali. Praktikum
ini dilakukan di area yang berkanopi dan non kanopi di sekitar parkiran Pusat
Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode yang digunakan
yaitu dengan metode sampling dan hand sorting.
Alat yang digunakan pada praktikum
ini adalah sekop atau cangkul, pisau, pinset, cawan, plastik atau botol sampel,
oven, alat ukur atau meteran, pH meter, timbangan, mikroskop, soil tester,
termometer tanah, saringan bertingkat, kertas label, dan kantong sampah (litter
bags) 10 buah yang terbuat dari nilon (20 x 10 cm dengan ukuran jaring 1
mm).
Bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah serasah daun dan campuran.
Cara Kerja
Lokasi
praktikum ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu pada lokasi yang berada di bawah
kanopi dan tidak di bawah kanopi. Setiap lokasi digali 30 cm dan diukur pH dan
suhu tanah. Kemudian tanah diambil sebanyak 10 gram kemudian di oven dengan
suhu 600 C selama 1 jam. Lalu tanah disaring dengan saringan
bertingkat kemudian dicatat perbedaan tekstur tanah. Kemudian pada lokasi yang
sama dengan praktikum tanah, dikoleksi serasah dan campuran masing – masing 10
– 20 gr. Lalu dicatat kondisi presentase kerusakan serasah, fauna yang ada dan
waktu, kemudian dimasukkan ke dalam kantong yang telah diberi label dan
ditimbang. Kantong yang telah diisi kemudian ditimbang berat awal dan kembali
diletakkan kembali ke tempat semula. Lalu dicatat dan diamati kondisi fisik
serasah dan fauna yang ada setiap interval 1 minggu selama 4 minggu. Setiap 1
minggu diambil kemudian diukur berat basah dan berat kering di dalam oven 600
C dengan rumus :
Dimana M0 adalah berat masa sebelum dikeringkan
dan M1 adalah berat setelah dikeringkan (gr). Kemudian dianalisis
presentase masa dekomposisi (y) dengan waktu (x) diplotkan dengan kurva.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pada hasil percobaan,
maka didapat hasil seperti pada tabel berikut :
Tabel 1.1 Pengukuran Berat dan Presentase
Kerusakan Serasah
Lokasi
|
Tanggal
(Minggu)
|
Berat
Basah (Mo)
|
Berat
Kering (Mt)
|
Presentase
Kerusakan (%)
|
Massa
Dekomposisi (%)
|
||||
Serasah
(gr)
|
Campuran
(gr)
|
Serasah
(gr)
|
Campuran
(gr)
|
Serasah
|
Campuran
|
Serasah
|
Campuran
|
||
Vegetasi
|
04-Apr-16
|
10
|
10
|
8,7
|
9,2
|
10
|
15
|
13,00
|
8,00
|
08-Apr-16
|
9,8
|
8,4
|
8,8
|
4,1
|
20
|
15
|
10,20
|
51,19
|
|
12-Apr-16
|
9,5
|
6,8
|
9,2
|
4,2
|
25
|
35
|
3,16
|
38,24
|
|
17-Apr-16
|
18,3
|
11,2
|
15,2
|
9,7
|
30
|
40
|
16,94
|
13,39
|
|
21-Apr-16
|
24
|
14,2
|
22
|
12,7
|
40
|
45
|
8,33
|
10,56
|
|
Non
Vegetasi
|
04-Apr-16
|
10
|
10
|
8,9
|
5,3
|
5
|
10
|
11,00
|
47,00
|
08-Apr-16
|
13,7
|
6,5
|
10,8
|
4,1
|
15
|
15
|
21,17
|
36,92
|
|
12-Apr-16
|
10,2
|
6,9
|
9,2
|
2,6
|
25
|
20
|
9,80
|
62,32
|
|
17-Apr-16
|
17,3
|
15,4
|
10,7
|
7,7
|
30
|
30
|
38,15
|
50,00
|
|
21-Apr-16
|
24,3
|
10,7
|
21,6
|
10,4
|
45
|
45
|
11,11
|
2,80
|
Berdasarkan pada
hasil percobaan mengenai tanah dan dekomposisi maka diperoleh pengukuran berat
serta presentase kerusakan serasah yang disajikan pada tabel 1.1. Hasil yang
didapat yaitu terdapat adanya perbedaan pada lokasi
vegetasi dengan lokasi non vegetasi. Perbedaan ini dapat mempengaruhi proses
dekomposisi yang terjadi di lokasi tersebut. Faktor yang diamati selain faktor
fisik yakni persen kerusakan serasah, persentase kerusakan serasah campuran
dengan daun, serta massa dekomposisi atau yang disebut juga dengan kadar air.
Presentase
kerusakan serasah dan campuran baik di area vegetasi dan non vegetasi terus
mengalami peningkatan sejak pengamatan pertama hingga pengamatan terakhir. Presentase
kerusakan yang terjadi lebih tinggi di area non vegetasi meskipun hanya
terdapat sedikit perbedaan dibandingkan dengan di area vegetasi. Berat kehilangan
serasah setiap pengamatan berbeda. Persentase kehilangan bobot serasah pada
area vegetasi dan dibawah non vegetasi mengalami fluktuatif dengan persentase
kehilangan serasah terbesar di area non vegeasi terjadi pada pengamatan
terakhir dengan nilai 45% sementara di area non vegetasi presentase kehilangan
bobot serasah pada minggu terakhir sebesar 40%. Adapun persentase kehilangan
bobot campuran terdapat kesamaan presentase kelihangan bobot campuran yakni
sebesar 45%. Berdasarkan pada literatur, seharusnya presentase kerusakan
terjadi lebih besar pada area vegetasi dibandingkan dengan area non vegetasi.
Hal ini disebabkan karena pada area yang terdapat vegetasi umumnya memiliki
kelimpahan fauna tanah yang dapat membantu lebih cepat proses dekomposisi
tersebut. Fauna tanah memberikan nilai tukar kation tanah dengan menyumbangkan
unsur nitrogen bagi tanah sehingga membantu mempercepat proses dekomposi
(Partaya, 2002).
Kualitas
proses dekomposisi serasah dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi kadar
serasah, macam vegetasi, aerasi dan pengolahan tanah, kelembaban, unsur N, reaksi
tanah, temperatur, kandungan lignin, ciri morfologi daun, unsur P daun, dan ukuran
serasah. Namun, laju dekomposisi serasah berbeda antara satu ekosistem dengan
ekosistem lainnya. Laju ini terutama dipengaruhi oleh kelembaban udara,
organisme flora dan fauna mikro dan kandungan kimia dari serasah (Partaya,
2002).
Grafik 1.1 Presentase Massa Dekomposisi Serasah dan Campuran
Kemudian
jika dilihat pada grafik 1.1 mengenai presentase massa dekomposisi atau yang
disebut dengan kadar air di kedua tempat cenderung naik turun (tidak stabil)
dikarenakan faktor cuaca yakni hujan. Rata – rata persentase massa dekomposisi
pada area vegetasi lebih tinggi yaitu sebesar 51, 19% dibandingkan dengan di
area non vegetasi. Tingginya kadar air di masing – masing tempat setiap
minggunya dipengaruhi oleh berbagai faktor abiotik yang ada di lokasi tersebut,
salah satunya yakni cuaca. Kondisi cuaca saat proses pengamatan selama empat
minggu cenderung berfluktuatif dari panas hingga hujan lebat sehingga
mempengaruhi kadar air dalam tanah pada
masing – masing lokasi (Lavelle, 1999).
Tabel 1.2
Pengukuran Faktor Abiotik
Lokasi
|
Faktor Fisik
|
||
Suhu Tanah (0C)
|
pH
|
Kelembaban Tanah (%)
|
|
Vegetasi
|
32
|
7,1
|
20
|
Non Vegetasi
|
35
|
7,2
|
10
|
Berdasarkan
pada tabel 1.2 mengenai hasil pengukuran faktor abiotik di kedua lokasi yaitu
pada area vegetasi dan non vegetasi maka hasil yang diperoleh data faktor
abiotik yang meliputi suhu, pH, dan kelembaban tanah. Adapun tingkat keasaman
(pH) pada dua lokasi memiliki hasil pengukuran yang relatif sama yaitu 7,1 dan
7,2 yang artinya hampir mendekati normal.
Kemudian,
jika dilihat pada pengukuran kelembaban tanah pada area vegetasi lebih tinggi
yakni 20% sementara pada area non vegetasi sebesar 10%. Tingginya nilai
kelembaban tanah di lokasi yang berada pada area vegetasi di dukung oleh suhu
tanah yang rendah yaitu 32 0C dibandingkan dengan suhu tanah pada
area non vegetasi yaitu sebesar 10%. Adanya perbedaan suhu ini disebabkan karena
tanah yang berada pada area vegetasi terlindung oleh adanya tajuk pohon
sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari secara langsung dan
menjadikan
kondisi tanah di bawahnya menjadi lebih lembab dan suhu lebih rendah. Lebar
tajuk pohon membuat suhu udara maupun tanah pada ekosistem tersebut cenderung
lebih sejuk dan lembab (Martius, 2003).
KESIMPULAN
Struktur
penampang melintang tanah menunjukkan keadaan tanah yang berbeda – beda dengan
karakteristik yang berbedaa. Proses dekomposisi ditandai dengan berkurangnya
bobot massa serasah yang lama kelamaan terdegradasi. Faktor yang mempengaruhi dekomposisi
diantaranya yakni kadar serasah, ukuran serasah, temperatur, kelembaban udara, organisme
flora dan fauna mikro dan kandungan kimia dari serasah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Saya mengucapkan terima kasih kepada Khoirul Hidayah, S.Si dan
Dinda Rama Haribowo, S.Si selaku dosen mata kuliah praktikum ekologi
terestrial, serta Meidi Yanto dan Apriyani Ekowati selaku asisten laboratorium
mata kuliah praktikum ekologi terestrial. Tidak lupa saya mengucapkan terima
kasih kepada Alfathan Luthfi, Fenti Maharani, Marita Yuni Fitriadi, Nuraini,
dan Rizky Hastuti Purwaningsih yang telah membantu dalam praktikum ini.
DAFTAR PUSTAKA
Chapin, F. Stuart et
al. 2000. Principles of
Terrestrial Ecosystem Ecology. 2002. New York:Springer-Verlag.
Lavelle, L. Brussaard
and P. Hendrix. 1999
Earthworm Management in Tropical
Agroecosystems. CABI Publishing. UK.
Madjid, Abdul.
2007. Bahan Organik Tanah.
Universitas Sriwijaya. Palembang.
Martius, C., H. Hofer,
M.V.B. Garcia, J. Rombke
W. Hanagarth. 2003. Litter fall, litter stocks
and decomposition rates in rainforest and agroforestry
sites in Central Amazonia. Nutrient
Cycling in Agroecosystem 68: 154.
Partaya. 2002. “Komunitas
fauna tanah dan analisis
bahan organik di TPA kota Semarang”. Seminar Nasional: Pengembangan Biologi Menjawab Tantangan Kemajuan
IPTEK, tanggal 29 April 2002. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar