ANALISIS VEGETASI DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM DAN CAGAR ALAM
TELAGA WARNA, DESA TUGU UTARA, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BOGOR DENGAN METODE
KUADRAT ( QUADRAT SAMPLING TECHNIQUE )
Ratna Lestyana Dewi1), Ria
Suci Anisa1), Eko Jatmiko1), Rizky Hastuti Purwaningsih1),
Ferial Hamedan1), Dara Mutiara Fiesca1), Arman Gaffar1)
1)Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstract
Vegetation analysis is a way of
studying the arrangement (component type) and form (structure) of vegetation or
plant communities. The purpose to study forest stands items, namely the level
of the tree and stand levels of regeneration and studying the undergrowth, is
the undergrowth is a basic type of vegetation found under forest stands except
the regeneration of forest trees, grasslands or reeds and vegetation
semakbelukar. Activity vegetation analysis was conducted in Telaga Color, Tugu
Village, District Cisarua, Bogor Regency. On the day Saturday, November 21,
2015. The materials used and Became the object of analysis of vegetation is
forest stands Natural Park and Nature Reserve Telaga color. Tool used for
vegetation analysis of data retrieval is using raffia rope (60 x 20 m), meter
tape, plastic samples, cutter, gloves, thermometers, Global Positioning System
(GPS), soil moisture testerdan stationery and tabulation of the data. The
method used is the least square method (Quadrat Sampling Technique). Results of
the analysis of a broad swath of vegetation that is the determination of
minimum may use nested plots (plot-rise) According to the method used, the
minimum plot represents the community to be Analyzed. Determination of
dominance of a species can be determined by calculating INP (Importance Value
Index). Conclusion Altingia excelsa
species (tree vegetation) had the highest INP value of 193.91%. Diversity of a
species can be calculated by the formula H ': -Σ PI. Ln PI. Based on the
assessment category of the species diversity, the vegetation seedlings, saplings,
poles and trees in the Nature Telaga Warna Including medium category (H '=
1-3).
Keywords: Analysis of Vegetation, Quadrat Sampling Technique, Nested plot, Importance Value Index, Species Diversity
PENDAHULUAN
Struktur vegetasi dapat
didefinisikan sebagai organisasi individu – individu tumbuhan dalam ruang yang
membentuk tegakan dan secara lebih luas membentuk tipe vegetasi atau asosiasi
tumbuhan. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik
yang biasanya terdiri dari berbagai jenis yang menempati habitat tertentu
seperti hutan.
Pengertian hutan oleh Dengler
merupakan suatu kumpulan pohon-pohon atau tumbuhan berkayu lainnya yang pada
kerapatan dan luas tertentu mampu menciptakan iklim setempat serta keadaan
ekologis berbeda dengan di luarnya. Hubungan
antara masyarakat tumbuh-tumbuhan hutan, margasatwa dan lingkungannya begitu
erat sehingga hutan dapat dipandang suatu sistem ekologi atau ekosistem. Hutan merupakan suatu ekosistem yang
merupakan hasil interaksi dari faktor-faktor biotik dan abiotik. Terjadinya
perubahan pada faktor-faktor tersebut di atas akan membawa pengaruh terhadap
keadaan struktur dan komposisi tumbuhan (Arief, 2001).
Kawasan Hutan Telaga Warna memiliki tipe
vegetasi hutan hujan pegunungan yang terdiri dari berbagai macam jenis
pepohonan. Telaga Warna terletak di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor. Kawasan Telaga Warna meliputi Taman Wisata Alam seluas 5
hektar dan Cagar Alam seluas 368,25 hektar serta Cagar Alam Telaga Warna
memiliki keadaan topografi yang bergelombang dengan ketinggian 1.400-1.887
meter di atas permukaan laut dan.
Analisis vegetasi adalah cara
mempelajari susunan (komponen jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau
masyarakat tumbuh-tumbuhan. Analisis Vegetasi dalam Ekologi tumbuhan berguna untuk mengetahui berbagai jenis
vegetasi dalam suatu komunitas atau populasi tumbuhan yang berkembang dalam
skala waktu dan ruang. Analisis ini meliputi pengamatan habitus yang terdapat
didalam petak/plot yang telah ditentukan. Habitus tersebut terdiri atas semak,
pancang, tiang dan pohon yang tumbuh di Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Talaga
Warna.
Analisis vegetasi hutan antara
lain ditunjukkan untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur suatu hutan.
Data tersebut berguna untuk mengetahui keseimbangan komunitas hutan,
menjelaskan interaksi didalam dan antar spesies, dan memprediksi kecenderungan
komposisi tegakan di masa mendatang.
Keanekaragaman spesies (H’) pada
suatu vegetasi menunjukkan jumlah total proporsi suatu spesies relatif terhadap
jumlah total individu yang ada. Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman
spesies yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies. Semakin banyak jumlah spesies
dengan proporsi yang seimbang menunjukkan keanekaragaman yang semakin tinggi.
Sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang
rendah jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya ada
sedikit saja spesies yang dominan. Komunitas tumbuhan
hutan memiliki dinamika atau perubahan, baik yang disebabkan oleh adanya
aktivitas alamiah maupun manusia (Baker & Wilson,1999).
Indeks Nilai Penting (INP) adalah
parameter kuantitatif yang dapat digunakan untuk menyatakan tingkat dominansi
spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan.Kategori penilaian untuk
keanekaragaman spesies adalah :
H’ <1 :
Keanekaragaman rendah, penyebaran rendah, kestabilan komunitas rendah
1 <H’<3 :
Keanekaragaman sedang, penyebaran sedang, kestabilan komunitas sedang
H’>3 : Keanekaragaman tinggi,
penyebaran tinggi, kestabilan komunitas tinggi
Analisis vegetasi
(anveg) dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau
masyarakat tumbuh-tumbuhan, diantaranya:
1)
Mempelajari tegakan
hutan, yaitu tingkat pohon dan permudaannya.
2)
Mempelajari tegakan
tumbuhan bawah, yang dimaksud dengan tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi
dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan,
padang rumput atau alang-alang, dan vegetasi semak belukar.
METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Penelitian
Kegiatan analisis vegetasi ini dilaksanakan di Telaga Warna, Desa Tugu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Tepatnya di Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Telaga Warna pada hari Sabtu, 21 November 2015 pukul 15.00-17.00 WIB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dan menjadi objek analisis vegetasi
adalah tegakan hutan Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Telaga Warna.
Alat yang di gunakan untuk
pengambilan data analisis vegetasi adalahmenggunakan tali raffia (60 x 20 m), pita meter, plastik sampel, cutter, sarung tangan, termometer, Global Positioning System (GPS), soil moisture testerdan alat tulis serta tabulasi data.
Cara Kerja
Metode kuadrat (Quadrat
Sampling Technique) merupakan
teknik survey vegetasi yang paling umum
dilakukan untuk semua tipe komunitas tumbuhan.Bentuk plot yang dibuat
tergantung dari kondisi vegetasi dan efisiensi sampling pola penyebarannya. Pada
kegiatan analisis vegetasi ini digunakan pembuatan plot bertingkat (nested plot) yang umum digunakan untuk
mengetahui komposisi vegetasi dari seluruh stratifikasi tumbuhan mulai dari
semai dan tumbuhan bawah (2 x 2 m), pancang (5 x 5 m), tiang (10 x 10 m) serta
pohon dewasa (20 x 20 m). Pertama menentukan lokasi pengamatan. Kemudian dibuat
plot seperti Gambar 1.
Gambar 1. Plot bertingkat (nested
plot)
Pengamatan pada setiap vegetasi
dengan karakteristik:
• Semai dan tumbuhan bawah
(Permudaan tingkat kecambah sampai setinggi <1.5 m
• Pancang (Permudaan dengan >1,5
m sampai pohon muda berdiameter <10 cm
• Tiang (Pohon Muda berdiameter 10cm
sampai 20 cm)
• Pohon dewasa (diameter >20 cm
Semua jenis vegetasi
yang ada di dalam plot dicatat nama jenis ( lokal dan ilmiah), jumlah individu
suatu jenis, dan persentase
cover pada tabulasi
data yang tersedia.
Untuk pancang, tiang dan pohon data yang dicatat juga meliputi DBH (Diameter Breast High).
Jika ada sampel yang
belum teridentifikasi, maka sampel tumbuhan tersebut diambil untuk dijadikan
herbarium atau didokumtasikan menggunakan
kamera. Pengukuran
faktor fisik juga dilakukan pada masing-masing plot.
Analisa Data
Data vegetasi yang telah didapat
dianalisis dengan formulasi
metode kuadrat untuk menghitung besarnya Frekuensi Jenis (Fi), Frekuensi
Relatif Jenis (FR), Kerapatan Jenis (Ki), Kerapatan Relatif Jenis (KR),
Dominansi Jenis (Di), Dominansi Relatif Jenis (DR), Indeks Nilai Penting (INP),dan Keanekaragaman Jenis (H’).
·
Frekuensi Jenis (Fi)
Fi = Jumlah plot ditemukannya jenis-i
Jumlah
seluruh plot sampel
·
Frekuensi Relatif Jenis (FR)
FR = Frekuensi jenis-i
X 100%
Frekuensi
total seluruh jenis
·
Kerapatan Jenis (Ki)
Ki = Jumlah individu jenis-i
Luas
plot sampel
·
Kerapatan Relatif Jenis (KR)
KR =
Kerapatan jenis-I X
100%
Kerapatan
total seluruh jenis
·
Dominansi Jenis (Di)
Fi = Rata-rata luas basal area jenis-i
Luas
plot sampel
·
Dominansi Relatif Jenis (DR)
Fi = Dominansi jenis-I X 100%
Dominansi total seluruh jenis
·
Indeks Nilai Penting (INP)
INP = FR + KR (untuk semai dan
tumbuhan bawah)
INP = FR + KR + DR (untuk tiang,
pancang dan pohon)
·
Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)
s
H’ = -∑ Pi ln Pi
i=1
Keterangan
: Pi : Kelimpahan suatu jenis yang diperoleh dengan (ni/N)
ni :
Jumlah individu suatu jenis-i
N: Jumlah
seluruh individu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Pengukuran Faktor Fisik
Plot
|
pH tanah
|
Suhu tanah
(oC)
|
Kelembaban tanah
|
Suhu udara
(oC)
|
Kelembaban udara (%)
|
2
|
6,8
|
24
|
1
|
22,4
|
75
|
5
|
6,9
|
22
|
1
|
19,9
|
81
|
Berdasarkan
hasil pengukuran faktor fisik yang dilakukan di dua lokasi yaitu, pada plot 2
memiliki pH tanah 6,8, suhu tanah 24 oC, kelembaban tanah 1, suhu
udara 22,4 oC, dan kelembaban udara 75 %. Sedangkan pada plot 5
memiliki pH tanah 6,9, suhu tanah 22 oC, kelembaban tanah 1, suhu
udara 19,9 oC, dan kelembaban udara 81 %.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan jenis adalah faktor fisik, faktor biotik, dan
faktor kimia. Keberhasilan setiap jenis untuk mengokupasi suatu area
dipengaruhi oleh kemampuannya beradaptasi secara optimal terhadap seluruh
faktor fisik (temperatur, cahaya, struktur tanah, kelembaban dan lain-lain),
faktor biotik (interaksi antar spesies, kompetisi, parasitisme, dan lain-lain)
dan faktor kimia yang meliputi ketersediaan air, oksigen, pH, nutrisi dalam
tanah, dan lain-lain (Krebs, 1994).
Tabel 2. Data Analisis Vegetasi Tiang
Keterangan :Fi=Kerapatan Jenis, FR=Frekuensi Relatif
Jenis, Ki=Kerapatan Jenis, KR=Kerapatan Relatif Jenis, Di=Dominansi Jenis,
DR=Dominansi Relatif Jenis, INP=Indeks Nilai Penting
Berdasarkan hasil data yang diperoleh jumlah spesies yang
berada di dalam plot dan termasuk ke dalam jenis tiang bejumlah 5 spesies. Nilai Frekuensi Jenis (Fi) dan Frekuensi
Relatif Jenis (FR) terbesar pada Musa
paradisiaca dan Villebrunea rubescens sebesar 25%. Musa paradisiacal di Cagar Alam Telaga Warna merupakan tumbuhan
terna yang berukuran besar yang memiliki diameter 10,5 cm sehingga termasuk kategori
tiang. Berkaitan dengan nilai frekuensi suatu jenis, Kershaw (1979) dan Crawley
(1986) mengemukakan bahwa frekuensi suatu jenis dalam komunitas tertentu
besarannya ditentukan oleh metode sampling, ukuran kuadrat, ukuran tumbuhan dan
distribusi spasialnya. Nilai frekuensi suatu jenis dipengaruhi secara langsung
oleh densitas dan pola distribusinya. Nilai distribusi hanya dapat memberikan
informasi tentang kehadiran tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum dapat
memberikan gambaran tentang jumlah individu pada masing-masing plot. Distribusi
tumbuhan pada suatu komunitas tertentu dibatasi oleh kondisi lingkungan dalam
arti luas. Beberapa jenis dalam hutan tropika teradaptasi dengan kondisi di
bawah kanopi, tengah dan diatas kanopi yang intensitas cahanya berbeda-beda
(Balakrishnan et al., 1994). Nilai Kerapatan Jenis (Ki) dan Kerapatan Relatif
Jenis (KR) terbesar pada Ficus ribes
dan Musa paradisiaca. Nilai Dominansi Relatif Jenis (DR) tertinggi terdapat
pada jenis Ficus ribes yaitu sebesar 25,47% sedangkan dominasi relatif terendah
terdapat pada jenis Musa paradisiacal yaitusebesar
11,93%. Nilai Dominansi Relatif menunjukkan proporsi antara luas tempat yang
tertutupi oleh pohon dengan luas total habitat menunjukkan jenis tumbuhan
yangdominan di dalam komunitas (Indriyanto, 2006). Odum (1971) menyebutkan
bahwa jenis yang dominan mempunyai produktivitas yang besar. Nilai dominasi
masing-masing jenis dihitung berdasarkan besarnya nilai diameter batang
setinggi dada sehingga besarnya nilai dominasi ditentukan oleh kerapatan jenis
dan ukuran rata-rata diameter batang. Keberadaan jenis dominan menjadi suatu
indikator bahwa jenis tersebut berada pada habitatyang sesuai dalam mendukung
pertumbuhannya.
Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan nilai
relatif ketiga parameter (kerapatan, frekuensi dan dominasi) yang telah diukur
sebelumnya, sehingga nilainya juga bervariasi. Nilai INP yang tertinggi pada tabel
yaitu pada tanaman Musa paradisiaca yaitu sebesar 77,09% dan Ficus ribes sebesar 71,30%. Hal ini disebabkan oleh kemampuan tanaman
pada genus untuk memperoleh sumber cahaya sangat baik. Pada Musa paradisiaca, sifat pertumbuhannya yang dimiliki bersifat
pioner yang akan selalu tumbuh dan mampu beradaptasi pada iklim yang ektrim,
baik suhu tinggi maupun suhu rendah. Besarnya indeks nilai penting menunjukkan
peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada suatu daerah (lokasi penelitian).
Tabel 3. Data Analisis Vegetasi Pancang
Keterangan : Fi=Kerapatan Jenis, FR=Frekuensi Relatif
Jenis, Ki=Kerapatan Jenis, KR=Kerapatan Relatif Jenis, Di=Dominansi Jenis,
DR=Dominansi Relatif Jenis, INP=Indeks Nilai Penting
Hasil pengamatan menunjukan jumlah jenis yang ditemukan
di tingkat pancang pada plot adalah 9 spesies dengan nilai INP tertinggi pada jenis Villebrunea rubescens sebesar 185,60%. Nilai INP tertinggi
yang didapat dikarenakan jumlah individu yang ditemukan paling banyak diantara
jenis yang yang lain. Hal ini dikarenakan tanaman Villebrunea rubescens mampu beradaptasi dengan
berbagai jenis tanah. Selain itu, tanaman ini dikenal dapat tumbuh dengan cepat
dan dapat memperbaiki kondisi kimia dan fisika
tanah melalui kemampuanya menyediakan pupuk
hijau.
Nilai FR tertinggi yaitu jenis Villebrunea rubescens sebesar 23,08 % dan Ficus ribes sebesar 15,38%. Nilai
kerapatan
relatif jenis tertinggi Ficus ribes dengan nilai KR yaitu 45,16%. Nilai ini menunjukkan
jumlah individu spesies bersangkutan pada satuan luas tertentu, maka nilai
kerapatan merupakan gambaran mengenai jumlah spesies tersebut pada lokasi
penelitian. Semakin banyak jumlah individu spesies tersebut di suatu daerah
(lokasi penelitian) maka akan semakin tinggi nilai kerapatan relatifnya, dan
sebaliknya jika di suatu daerah (lokasi penelitian) sedikit jumlah individunya
makan akan semakin rendah nilai kerapatan relatifnya.
Tabel 4. Data Analisis Pohon
Keterangan : Fi=Kerapatan Jenis, FR=Frekuensi Relatif
Jenis, Ki=Kerapatan Jenis, KR=Kerapatan Relatif Jenis, Di=Dominansi Jenis,
DR=Dominansi Relatif Jenis, INP=Indeks Nilai Penting
Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 4, jenis vegetasi yang
termasuk ke dalam tingkat pohon pada plot terdapat 10 jenis. Nilai INP tertinggi berada pada
tanaman jenis Altingia
excels atau
rasamala yaitu dengan nilai INP 193,91% sehingga merupakan
pohon yang memiliki peranan penting dalam komunitas. Tanaman berbunga
inimerupakan
sumber makanan bagi burung-burung
pemakan serangga (insectivora). Serangga-serangga yang hinggap pada bunga Altingia
excelsa menjadi sumber makanan untuk para burung di Cagar Alam Telaga Warna. Indeks Nilai Penting (INP) adalah
indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi
dalam ekosistemnya. Apabila nilai INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi,
maka jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan dalam ekosistem tersebut.
Selain itu INP juga berguna untuk menentukan dominansi jenis tumbuhan terhadap
jenis tumbuhan lainnya , karena dalam komunitas suatu komunitas yang bersifat
heterogen data parameter vegetasi sendiri-sendiri dari nilai frekuensi,
kerapatan, dan dominansinya tidak dapat menggambarkan secara menyeluruh, maka
untuk menentukan nilai pentingnya yang mempunyai kaitan dengan struktur
komunitasnya dapat diketahui dari indeks nilai pentingnya (Ferianita, 2007).
Nilai kerapatan relatif (KR) tertinggi terdapat pada
jenis Acer laurinum dengan nilai
sebesar 45,71%. Loveless (1989) mengemukakan bahwa sebagian tumbuhan berhasil
tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut
cenderung tersebar luas. Nilai frekuensi relatif (FR) tertinggi juga terdapat
pada jenis Altingia excelsa, Castanopsis
argentea, Castanopsis javanica
dan Ficus ribes dengan nilai sebesar
14,29%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa jenis tersebut merupakan jenis pohon
yang dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan pegunungan yang cukup kritis.
Berdasarkan nilai FR, maka dapat dilihat proporsi antara jumlah pohon dalam
suatu jenis dengan jumlah jenis lainnya di dalam komunitas dan juga dapat
menggambarkan penyebaran individu di dalam komunitas. Penyebaran dan pertumbuhan
pohon sangat dipengaruhi oleh daya tumbuh biji, topografi, keadaan tanah, dan
faktor lingkungan lainnya. Pohon memegang peranan yang sangat penting sebagai
penyususun komunitas hutan dan berfungsi sebagai penyangga kehidupan, baik
dalam mencegah erosi, siklus hidrologi, menjaga stabilitas iklim global, dan
sebagai penyimpan karbon.
Tabel 5. Data Analisis Semai
Keterangan : Fi=Kerapatan Jenis, FR=Frekuensi Relatif
Jenis, Ki=Kerapatan Jenis, KR=Kerapatan Relatif Jenis, Di=Dominansi Jenis,
DR=Dominansi Relatif Jenis, INP=Indeks Nilai Penting
Hasil pengamatan menunjukan terdapat 22 jenis semai yang ditemukan di
seluruh plot pada lokasi pengamatan. Menurut Dombois & Ellenberg (1974)
struktur vegetasi dalam analisis vegetasi hutan dapat dinyatakan dalam bentuk
nilai indeks. Indeks nilai penting menunjukan tingkat penguasaan suatu jenis
terhadap jenis-jenis lain dalam suatu komunitas. Semakin tinggi nilai INP suatu jenis,
berarti semakin besar dominansi jenis
tersebut pada temoat tumbuhnya. INP merupakan nilai yang paling representatif dalam memberikan gambara
dominansi suatu jenis pada tempat tumbuhnya. INP merupakan penjumlah dari nilai
kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR). Skala INP yang sering
dijadikan sebagai perhitungan adalah berkisar antara 0-300. Nilai INP juga
memberikan gambara tentang seberapa besar peranan suatu jenis pada ekosistem
tersebut. Hasil perhitungan INP pada tingkat semai diatas menunjukan bahwa Diplazium esculentum mempunyai nilai INP tertinggi dengan
nilai 28,70 %. Nilai Frekuensi Relatif Jenis (FR)
tertinggi pada Eleiodoxa confertayaitu sebesar 11,11 %. Nilai Kerapatan
Relatif Jenis (KR) terbesar pada Diplazium
esculentum yaitu 25 %.
Grafik 1. Tiga Spesies Tumbuhan dengan INP Tertinggi pada
Setiap Habitus
INP(Indeks Nilai Penting)
digunakan untuk menetapkan dominansi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau
dengan kata lain INP menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam
komunitas. INP dihitung berdasarkan penjumlahan nilai relatif ketiga parameter (kerapatan,
frekuensi dan dominansi) (Soerianegara dan Indrawan,2005). INP memiliki nilai
yang bervariasi.Berdasarkan hasil pengamatan analisis vegetasi yang telah
dilakukan, diketahui dari INP terdapat 3 spesies tertinggi dalam setiap
habitus. Pada habitus semai, terdapat Diplazium esculentum dengan INP sebesar 28,7%, lalu yang kedua
terdapat Cornus florida dengan
INP sebesar 19,91% dan Eleiodoxa conferta dengan INP sebesar 18,52%. Kemudian pada
habitus pancang, terdapat Villebrunea rubescens%, Laportea stimulans dan
Ficus ribes dengan masing-masing INP sebesar 185.6%, 151.83% dan
143.03%. Selanjutnya terdapat Musa paradisiaca dengan INP 77.09%, Ficus
ribes dengan INP 52.39%, dan Villebrunea rubescens dengan INP 51.22%
pada habitus tiang. Lalu selanjutnya pada habitus terakhir yaitu habitus pohon
terdapat Altingia excelsa dengan INP 193.91%, Macropanax concinnus dengan
INP 146.89% dan Castanopsis javanica dengan INP 139.03%.
Besarnya INP menunjukkan peranan
jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau dalam lokasi pengamatan.
Sehingga dari pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa vegetasi
dominan yang tersebar pada hutan Cagar Alam Telaga Warna adalah jenis Altingia
excelsa. Tumbuhan yang memiliki INP terbesar
dapat digunakan untuk menentukan penanaman untuk vegetasi tersebut (Surasana,
1990). INP menyatakan peran suatu tumbuhan di dalam komunitas. Makin besar INP suatu jenis
tumbuhan maka makin besar pula peranan tumbuhan tersebut terhadap komunitas yang
diukur. Jika INP merata pada banyak jenis, dapat dikatakan keanekaragaman
hayati pada daerah tersebut semakin tinggi.Tumbuhan-tumbuhan dengan nilai INP
tertinggi memiliki peranan pada lingkungan seperti habitat berbagai serangga,
penghasil sumber pangan bagi burung, serta tempat tumbuh untuk tumbuhan epifit.
Grafik 2. Keanekaragaman dari Setiap Vegetasi
Menurut
Barbour et al., (1987),indeks keanekaragaman spesies merupakan
informasi penting tentang suatu komunitas. Semakin luas areal sampel dan semakin banyak
spesies yang dijumpai, maka nilai indeks keanekaragaman spesies
cenderung akan lebih tinggi. Berdasarkan kategori penilaian keanekaragaman spesies,
maka vegetasi semai, pancang, tiang dan pohon di Cagar Alam Telaga Warna
termasuk kategori keanekaragaman sedang (H’ = 1-3) dengan penyebaran sedang dan
kestabilan komunitas sedang. Tingginya keanekaragaman spesies vegetasi semai
dikarenakan jumlah spesies yang lebih banyak (22 spesies) dibandigkan dengan
vegetasi pancang (9 spesies), tiang (6
spesies) dan pohon (10 spesies).
Semakin besar
keanekaragaman suatu komunitas maka semakin besar kompleksitas komunitas
tersebut, karena dalam komunitas tersebut terjadi interaksi spesies yang tinggi
pula. Keanekaragaman yang makin tinggi merupakan cerminan dari stabilnya suatu
komunitas, artinya setiap spesies atau bahkan individu telah memiliki tempat
tersendiri dalam habitatnya (niche), sehingga jika terdapat gangguan sekecil
apapun akan menyebabkan terganggunya stabilitas tersebut. Semakin tinggi nilai indeks H’
maka semakin tinggi pula keanekaragaman spesies, produktivitas ekosistem,
tekanan pada ekosistem, dan kestabilan ekosistem.
KESIMPULAN
Kesimpulan
dari praktikum lapangan mengenai analisis vegetasi yang dilaksanakan di Taman
Wisata Alam dan Cagar Alam Telaga Warna antara lain: penentuan luas petak
minimum dapat menggunakan nested plot
(plot bertingkat) sesuai metode yang digunakan, petak minimum tersebut mewakili
komunitas yang akan dianalisis. Penetapan dominansi suatu jenis dapat
ditetapkan dengan menghitung INP (Indeks Nilai Penting). Berdasarkan hasil
pengamatan, spesies Altingia excelsa (vegetasi pohon) memiliki INP tertinggi
dengan nilai 193.91. keanekaragaman suatu jenis dapat dihitung dengan rumus H’
: -∑ PI. Ln PI. Berdasarkan
kategori penilaian keanekaragaman spesies tersebut, maka vegetasi semai,
pancang, tiang dan pohon di Cagar Alam Telaga Warna termasuk kategori sedang
(H’ = 1-3). Jenis vegetasi pada tingkat semai, Diplazium esculentum mempunyai nilai INP
tertinggi dengan nilai 28,70 %. Jenis vegetasi pada tingkat pancang INP tertinggi pada
jenis Villebrunea rubescens sebesar
185,60%. Jenis vegetasi pada tingkat
tiang, tumbuhan yang memiliki nilai INP
tertinggi adalah Musa paradisiaca yaitu sebesar 77,09%. Jenis vegetasi pada tingkat
pohon, tumbuhan yang memiliki nilai INP
tertinggi adalah Altingia excelsa atau
rasamala yaitu dengan nilai INP 193,91%.
DAFTAR PUSTAKA
Arief,
A, 2001. Hutan dan Kehutanan. Penerbit Kanisius, Jakarta
Baker,
J.P & J.S. Wilson. 1994. A quantitive technique for the identification
of canopy stratification and temperate of forest. Journal of Forest Ecology
and Management 127 (2000):77-86
Balakrishan,
M., R. Borgstrom and S. W. Bie. 1994. Tropical Ecosystem, a Synthesis of
Tropical Ecology and Conservtion. New York: International Science Publisher
USA.
Babrbour,
et al. 1987. Terrestrial Plant Ecology. The Benjamin/ Cumming Publishing
Company Ins, California
Crawley,
M.J. 1986. Plant Ecology. Cambridge: Blackwell Scientific Publication
Feranita.
2007. Metode Sampling Bioekologi. PT Bumi Aksara. Jakarta
Indriyanto.
2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara
Kershaw,
K.A. 1979. Quantitatif and Dynamic Plant Ecology.London: Edward Arnold
Publisher.
Krebs,
C.J. 1994. Ecology, The Experimental Analysis of Distribution and Abundance.
New York: Addision-Wesley Educational Publishers.
Mueller-Dombois, D. and H.
Ellenberg. 1974. Aims and Methods of
Vegetation Ecology. New York: John Wiley & Sons.
Odum, E. P.,
1971. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Soerianegara I dan A. Indrawan.
2005. Ekosistem Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB.Bogor.
Surasana. 1990. Pengantar
Ekologi Tumbuhan. ITB. Bandung.
Wijayanti, F. 2015. Modul
Praktikum Ekologi Dasar. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar
Ekologi. UI Press. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar