KOMUNITAS
BIOTA EKOSISTEM LAMUN DI PULAU PRAMUKA DAN PULAU KOTOK BESAR KEPULAUAN SERIBU
Ratna Lestyana Dewi, Alfan Farhan Rijaluddin, Daus Ramadhan ,
dan Rizky Aprizal
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstrak
Ekosistem
lamun atau seagrass merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang mempunyai
peranan penting bagi kehidupan di laut serta merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif salah satunya sebagai
biota asosiasi lamun. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui faktor
kimia dan fisik ekosistem lamun, menjelaskan fungsi ekologi dari ekosistem
lamun, serta menjelaskan hewan yang berasosiasi di ekosistem lamun. Praktikum
ini dilakukan di dua lokasi yaitu pada hari Jumat, 20 Mei 2016 di Pulau Pramuka
dan pada hari Sabtu, 21 Mei 2016 di Pulau Kotok Besar, Kabupaten Kepulauan
Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Metode biota asosiasi lamun menggunakan metode line transect quadrant.
Hasil yang diperoleh yaitu di Pulau Pramuka dan Pulau Kotok Besar ditemukan 13
jenis spesies dengan masing-masing grand total sebesar 173 dan 228. Nilai H’masing-masing
1,94 dan 1,46, indeks margalef masing-masing 2,52 dan 2,21, nilai E masing-masing
0,74 dan 0,57, nilai dominansi 0,26 dan 0,43, dan indeks similaritas sorensen
88,8%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa di kedua pulau
memiliki indeks diversitas yang sedang, dengan kekayaan biota di Pulau Pramuka
tergolong tinggi dan kekayaan biota di Pulau Kotok Besar tergolong sedang, memiliki
tingkat kemerataan jenis yang tidak merata, dengan nilai dominansi yang rendah
dan tingkat similaritas di kedua pulau tergolong tinggi.
Kata
kunci : Ekosistem Lamun, Indeks Keanekaragaman, Similaritas
Ekosistem lamun atau seagrass merupakan salah satu ekosistem laut
dangkal yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan di laut serta merupakan
salah satu ekosistem yang paling
produktif, ekosistem lamun memiliki berbagai fungsi penting dan belum begitu banyak dikenal dan diperhatikan bila
dibandingkan dengan ekosistem pesisir lainnya seperti rawa payau, hutan mangrove dan terumbu karang. Keberadaan
ekosistem lamun di wilayah pesisir secara ekologis memberikan kontribusi yang
cukup besar terutama berperan penting sebagai
penyumbang nutrisi bagi kesuburan lingkungan perairan pesisir dan laut. Ekosistem lamun di daerah pesisir mempunyai produktivitas
biologis yang tinggi, memiliki fungsi sebagai
produsen primer, pendaur zat hara, stabilisator dasar perairan, perangkap
sedimen, serta penahan erosi (Hutomo dan
Azkab, 1987).
Keberadaan ekosistem lamun di Kepulauan Seribu terutama di Pulau
Pramuka, Taman Nasional Laut Kepulauan
Seribu (TNKpS) memiliki peranan yang sangat penting
bagi kehidupan biota laut yang hidup di ekosistem padang lamun dan
juga berperan secara tidak langsung
dalam mendukung produktivitas perikanan masyarakat di Pulau Pramuka. Pulau Pramuka merupakan salah satu pulau
pemukiman dengan kepadatan penduduk yang cukup
tinggi, sehingga aktivitas dari penduduk setempat memberikan dampak negatif terhadap ekosistem lamun (Dwintasari, 2009).
Selain itu, Pulau Kotok Besar merupakan salah satu pulau yang
berada pada gugusan kepulauan seribu secara geografis. Pulau Kotok Besar
terletak pada arah barat laut pantai Marina Ancol. Secara karakteristik, Pulau
Kotok Besar merupakan lokasi yang sepi dan tidak terdapat adanya permukiman
warga. Sehingga, dapat diamati kehidupan biota laut yang hidup pada ekosistem padang
lamun di kedua Pulau ini (BTNKpS, 2004).
Asosiasi biota
laut dengan ekosistem lamun akan membentuk suatu sistem ekologi dan bila
ekosistem lamun mengalami penurunan maka akan terjadi gangguan terhadap
sumberdaya lamun tersebut sehingga keseimbangan sistem ekologis pun dapat
terganggu pula dan pada akhirnya akan menurunkan fungsi ekologis dari
sumberdaya tersebut. Gangguan lingkungan ini dapat mempengaruhi kehidupan biota
yang berasosisasi dengan lamun baik dalam jumlah maupun keanekaragamannya.
Mengingat pentingnya peranan sumberdaya lamun bagi biota yang berasosiasi
dengan ekosistem tersebut, maka diperlukan kajian mengenai pengaruh sumberdaya
lamun terhadap biota laut yang berasosiasi sehingga kelestarian sumberdaya
lamun dan biota laut lainnya tetap terjaga serta bermanfaat bagi masyarakat
sekitar. Lamun merupakan tumbuhan yang berpembuluh (vascular plant), dan jelas
memiliki akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Bentuknya seperti rumput
yang ada di darat, namun berbeda karena lamun mampu hidup di perairan laut yang
mengandung garam. Tumbuhan lamun dapat ditemukan di dekat pantai, di perairan
laut yang dangkal, yang dasarnya berpasir. Oleh karena tumbuhan lamun
memerlukan intensitas cahaya matahari yang tinggi untuk berfotosintesis. Pasir
yang biasa kita lihat menutupi dasaran padang lamun sesungguhnya adalah
tumpukan pasir yang terbawa arus kemudian terperangkap di padang lamun.
Hasilnya, dasaran padang lamun umumnya berupa dasaran berpasir (MNLH, 2004).
Kondisi lamun
yang menyerupai padang rumput di daratan ini mempunyai beberapa fungsi ekologis
yang sangat potensial berupa habitat biota seperti ikan, krustacea, dekapoda,
cacing bentik, bivalvia. Selain itu berfungsi sebagai tempat mencari makan
biota dan memijah, serta perlindungan bagi invertebrata dan ikan kecil. Daun-daun
lamun yang padat dan saling berdekatan dapat meredam gerak arus, gelombang dan
arus materi organik yang memungkinkan padang lamun merupakan kawasan lebih
tenang dengan produktivitas tertinggi di lingkungan pantai di samping terumbu
karang. Melambatnya pola arus dalam padang lamun memberi kondisi alami yang sangat
disenangi oleh ikan-ikan kecil dan invertebrata kecil seperti beberapa jenis
udang, kuda laut, bivalvia, gastropoda dan echinodermata. Ekosistem padang lamun memiliki diversitas dan densitas
fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva
invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang
lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan
keanekaragaman fauna bentos tinggi. (Supriharyono, 2008).
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui faktor kimia dan
fisik ekosistem lamun, menjelaskan fungsi ekologi dari ekosistem lamun, serta
menjelaskan hewan yang berasosiasi di ekosistem lamun, dan mengetahui
perbandingan keanekaragaman biota asosiasi pada ekosistem lamun di pulau
Pramuka dan Pulau Kotok Besar.
METODE
PENELITIAN
Praktikum ini dilakukan di dua lokasi yaitu pada hari Jumat, 20 Mei
2016 di Pulau Pramuka dan pada hari Sabtu, 21 Mei 2016 di Pulau Kotok Besar,
Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Metode biota asosiasi lamun
menggunakan metode line transect
quadrant dimana metode ini mengacu pada metode seagrass watch yang umum dipakai dalam
pengamatan struktur komunitas padang lamun.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu roll meter, kuadrat 1x1 m,
snorkel+masker, sabak, alat tulis, alat pengukur faktor fisik, kamera, plastik
sampel, buku identifikasi. Bahan yang digunakan yaitu biota lamun yang
dijadikan sebagai objek pengamatan, dan alkohol 70%
Cara
Kerja
Teknik
Pengambilan Data Kimia Fisik
Data pH,
salinitas, suhu, arus, dan sedimen dilakukan pengambilan di 3 kali di setiap
transeknya yaitu di kuadrat awal, tengah, dan akhir. Data kedalaman diambil di
setiap kuadrat.
Teknik
Pengambilan, perhitungan biota asosiasi
Pertama-tama
ditarik garis transek dari pantai ke arah laut lepas sepanjang 50 m. Kemudian
diletakkan kuadrat ukuran 1 m x 1 m di tengah transek untuk setiap 10 m dan
seterusnya. Kemudian dicatat jenisnya, komposisinya, kedalaman, suhu, salinitas
serta biota. Kemudian biota dilihat serta dikoleksi dan dimasukkan ke dalam
plastik atau botol sampel yang telah diberi label. Kemudian dilakukan analisis
keanekaragaman, distribusi, kepadatan, dari biota asosiasi tersebut
Identifikasi
Biota Asosiasi Lamun
Sumber untuk
analisis dan identifikasi biota asosiasi lamun dapat digunakan sea shell dan
sebagainya.
Analisis data
yang digunakan pada praktikum ini adalah:
-
Kepadatan
Relatif
-
Indeks Margalef
Dengan :
S=
Jumlah total spesies
N=
Jumlah total individu
-
Indeks Diversitas
Nilai keanekaragaman diperoleh dengan
menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wienner. Untuk melihat Keanekaragaman
jenis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :
H’ = - Σ (ni / N) ln(ni / N)
Dengan :
H’= nilai indeks keanekaragaman jenis
ni = jumlah individu jenis i
N = jumlah total individu
-
Indeks Kemerataan
Untuk mengetahui penyebaran individu biota
asosiasi lamun diukur nilai kemerataan antar jenis biota dengan rumus :
E = H’/ln S
Dengan :
S = banyaknya jenis biota tiap plot
E = nilai kemerataan antara jenis
-
Indeks Morisita’s
Dengan :
n = total individu dalam kuadrat
N = jumlah total dari semua individu
S = jumlah total dari kuadrat
-
Dominansi
Dengan :
: menggunakan hasil perhitungan
data
Evennes
-
Indeks Sorensen
Dengan :
C = Jumlah jenis yang ditemukan pada
kedua stasiun
Si = Jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun i
Sj = Jumlah jenis yang ditemukan pada stasiun j
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pada hasil pengukuran faktor kimia fisik perairan maka
diperoleh data sebagai berikut :
Tabel
1. Rerata Pengukuran Faktor Kimia Fisik
Pulau
Pramuka dan Pulau Kotok Besar
Suhu
|
pH
|
Substrat
|
310 C
|
8
|
Pasir
|
Berdasarkan pada tabel berikut maka dapat diketahui bahwa pada
kedua lokasi pengamatan yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Kotok Besar memiliki suhu
air sebesar 310 C, pH 8 dengan substrat pasir. Suhu air, pH,
dan substrat merupakan faktor pembatas yang akan memberikan pengaruh
terhadap kehidupan biota asosiasi lamun. Nilai suhu yang terukur 310 C sedang kisaran
suhu optimal untuk pertumbuhan berkisar antara 28-300C (Azkab, 1999)
Nilai
suhu tersebut dapat mendukung proses fotosintesis namun tidak mendukung pertumbuhan
lamun. Kemudian saat dilakukan pengukuran derajat keasaman (pH) diperoleh hasil
pH = 8 berarti perairan di Pulau Pramuka dan Pulau Kotok Besar cenderung
bersifat basa dan termasuk kisaran normal bagi pH air laut di Indonesia yang
pada umumnya bervariasi antara 7,0 - 8,5 (Azkab, 1999).
Tabel 2. Keanekaragaman Jenis Biota di Pulau Pramuka
No
|
Jenis Biota
|
Jumlah Biota
|
Kepadatan Relatif
|
Indeks Morisita’s
|
1
|
Abudefduf sp.
|
5
|
2.89017341
|
0.060492
|
2
|
Acropora sp.
|
11
|
6.358381503
|
0.332706
|
3
|
Anadara granosa
|
1
|
0.578034682
|
0
|
4
|
Cheilodipterus isostigmus
|
1
|
0.578034682
|
0
|
5
|
Dischistodus prosopotaenia
|
23
|
12.71676301
|
1.397365
|
6
|
Halichoeres chloroterus
|
8
|
4.624277457
|
0.169378
|
7
|
Halimeda macroloba
|
7
|
4.046242775
|
0.127033
|
8
|
Heteroplopomus barbatus
|
64
|
36.99421965
|
12.19519
|
9
|
Malleus sp.
|
2
|
1.156069364
|
0.006049
|
10
|
Pentapodus trivittatus
|
4
|
2.312138728
|
0.036295
|
11
|
Pomacentrus saksonoi
|
6
|
3.468208092
|
0.090738
|
12
|
Scolopsis affinis
|
4
|
2.312138728
|
0.036295
|
13
|
Sponges
|
37
|
21.38728324
|
4.028767
|
Grand Total
|
173
|
Berdasarkan pada hasil yang diperoleh pada tabel 2. mengenai
keanekaragaman biota asosiasi lamun di Pulau Pramuka dapat diketahui bahwa
jumlah biota yang ditemukan di Pulau Pramuka sebanyak 13 jenis dengan grand
total 173. Kemudian, jika dilihat kepadatan relatif dan indeks morisista’snya,
kepadatan relatif adalah perbandingan antara jumlah individu jenis dan jumlah
total individu seluruh jenis dengan rumus Odum (1971). Jika dilihat berdasarkan
pada tabel maka kepadatan relatifnya berbeda – beda pada setiap biota asosiasi
yang ditemukan yang berkisar antara 0,5 – 36.
Kemudian, indeks morisita’s adalah
indeks yang menunjukkan suatu sebaran individu biota lamun yang terdapat pada
suatu lokasi. Menurut
rumus
(Odum 1971), sebaran
individu biota mengikuti kriteria sebagai
berikut:
Id
< 1 : seragam
Id =
1 : acak
Id
> 1 : mengelompok
Nilai indeks dispersi Morisita berkisar dari 0 sampai n, pola sebaran individu
dikatakan sempurna seragam bila nilai Id < 1 dan
maksimal mengelompok pada saat Id > 1.
Berdasarkan
pada hasil yang diperoleh pada tabel 2. maka dapat diketahui bahwa indeks
morisita’s pada masing-masing biota di Pulau Pramuka secara garis menunjukkan
hasil yang seragam. Kecuali pada Dischistodus
prosopotaenia, Sponges, dan Heteroplopomus barbatus
memiliki indeks morisita’s >1 yaitu masing-masing sebesar 1,39, 4,02 dan
12,19.
Tabel 2. Keanekaragaman
Jenis Biota di Pulau Kotok Besar
No
|
Jenis biota
|
Jumlah biota
|
Kepadatan Relatif
|
Indeks
Morisita’s
|
1
|
Abudefduf sp.
|
10
|
4.385964912
|
0.156503594
|
2
|
Achatina sp.
|
2
|
0.877192982
|
0.003477858
|
3
|
Acropora sp.
|
4
|
1.754385965
|
0.020867146
|
4
|
Cheilodipterus isostigmus
|
1
|
0.438596491
|
0
|
5
|
Cucumaria sp.
|
1
|
0.438596491
|
0
|
6
|
Halichoeres
chloroterus
|
5
|
2.192982456
|
0.034778576
|
7
|
Halimeda
macroloba
|
31
|
13.59649123
|
1.617203802
|
8
|
Heteroplopomus
barbatus
|
54
|
23.68421053
|
4.976814282
|
9
|
Meiachanthus sp.
|
1
|
0.438596491
|
0
|
10
|
Pentapodus trivittatus
|
3
|
1.315789474
|
0.010433573
|
11
|
Scylla sp.
|
1
|
0.438596491
|
0
|
12
|
Sponges
|
114
|
50
|
22.40088106
|
13
|
Synapta maculata
|
1
|
0.438596491
|
0
|
Grand Total
|
228
|
Berdasarkan tabel 2. yaitu mengenai keanekaragaman biota asosiasi
lamun di Pulau Kotok Besar dapat diketahui bahwa jumlah biota yang ditemukan
sebanyak 13 jenis dengan grand total sebanyak 228 individu. Jika dilihat
kepadatan relatif dan indeks morisista’snya, kepadatan relatif adalah perbandingan
antara jumlah individu jenis dan jumlah total individu seluruh jenis dengan
rumus Odum (1971). Jika dilihat berdasarkan pada tabel maka kepadatan
relatifnya berbeda – beda pada setiap biota asosiasi yang ditemukan yang
berkisar antara 0,4 – 50.
Kemudian, berdasarkan pada tabel 2.
dapat diketahui indeks morisita’s di Pulau Kotok Besar secara keseluruhan
menunjukkan angka >1 yang menandakan sebagian besar biota di Pulau Kotok
Besar tergolong dalam penyebaran yang seragam, terkecuali pada Halimeda macroloba,
Heteroplopomus barbatus, dan Sponges yang memiliki nilai indeks
morisita’s >1 dengan nilai indeks masing-masing 1,61, 4,97 dan 22,40.
Tabel 3. Indeks Diversitas, Kemerataan, dan Dominansi
di
Pulau Pramuka dan Pulau Kotok Besar
Nama Pulau
|
Indeks Diversitas (H’)
|
Indeks Margalef
|
Evennes Shanon
|
Dominansi
(C)
|
Pulau Pramuka
|
1,94
|
2,32
|
0,74
|
0,26
|
Pulau Kotok Besar
|
1,46
|
2,21
|
0,57
|
0,43
|
Kemudian,
berdasarkan pada tabel 3. dapat diketahui indeks diversitas, indeks margalef,
indeks kemerataan (Evennes) serta dominansi pada masing-masing lokasi yaitu
Pulau Pramuka dan Pulau Kotok Besar. Adapun indeks keanekaragaman (diversitas)
biota asosiasi lamun merupakan suatu nilai yang menunjukkan hasil
keanekaragaman jenis lamun yang terdapat pada suatu lokasi atau wilayah
tersebut. Adapun struktur substrat merupakan salah satu kunci kekayaan jenis
biota asosiasi lamun pada tingkat lokal. Indeks Keanekaragaman (Diversitas) biota
asosiasi lamun dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kekayaan jenis dan kemerataan
jenis (Hutomo, 1987).
Indeks Keanekaragaman jenis (H’) pada lokasi
Pulau Pramuka menunjukkan angka 1,94 dimana hasil ini menunjukkan bahwa tingkat
keanekaragaman pada kawasan ini tergolong sedang. Hal ini ditinjau dari
banyaknya jenis biota yang didapat pada saat pengamatan di Pulau Pramuka
tersebut sebanyak 13 jenis biota saja dengan 173 jumlah individu.
Sementara
itu, indeks keanekaragaman jenis (H’) pada lokasi Pulau Kotok besar juga menunjukkan
tingkat keanekaragaman biota yang tergolong sedang yaitu sebesar 1,46. Meskipun
tergolong pada indeks keanekaragaman biota yang sedang namun H’ Pulau Pramuka
> H’ Pulau Kotok Besar. Hal ini ditinjau dari jenis biota yang didapat
memiliki kesamaan total jenis yaitu 13 jenis. Namun, grand total di Pulau
Pramuka lebih kecil dibandingkan dengan grand total di Pulau Kotok Besar
sehingga tentu saja nilai indeks keanekaragaman di Pulau Pramuka lebih besar. Adapun
kisaran keanekaragaman jenis (H’) antara 1-3.
Tinggi : H’ > 3
Rendah : H’ < 3
Sedang : 1
< H < 3
Keanekaragaman
jenis tidak hanya berarti kekayaan atau banyaknya jenis, akan tetapi juga
kemerataan dari kelimpahan setiap individu. Pada suatu komunitas, kemerataan
jenis dibatasi antara 0-1.0, dimana nilai 1.0 menunjukkan kondisi semua jenis
sama-sama melimpah (merata). Sebaliknya jika angka mendekati 0, maka jenis yang
terdapat dalam komunitas tersebut semakin tidak merata atau adanya jenis yang
jumlahnya mendominasi (Murdiyanto, 2004).
Berdasarkan
pada tabel 3. diketahui bahwa indeks kemerataan jenis (E) pada lokasi Pulau
Pramuka menunjukkan angka 0,74. Hasil ini menyatakan bahwa kemerataan biota
asosiasi lamun di lokasi tersebut tidak merata karena memiliki nilai kurang
dari 1. Hal tersebut didominasi oleh satu spesies, artinya dalam lokasi
tersebut terdapat satu atau beberapa spesies yang memiliki jumlah individu yang
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah yang lain, yaitu jenis dari ikan betok
susu atau Heteroplopomus barbatus. Heteroplopomus barbatus atau yang dikenal dengan ikan betok susu dikatakan
mendominasi pada Pulau Pramuka ini disebabkan karena pada lokasi ini vegetasi
lamunnya terlihat rapat sehingga ikan ini banyak ditemukan pada tutupan lamun
(Murdiyanto, 2004).
Kemudian, jika dilihat pada tabel 3. Diketahui
pula bahwa indeks kemerataan jenis (E) pada lokasi Pulau Kotok Besar
menunjukkan angka 0,57, yang menandakan bahwa kemerataan biota asosiasi lamun
tergolong tidak merata karena nilainya >1. Hal tersebut didominasi oleh satu
atau beberapa spesies yaitu Sponges. Sponges merupakan porifera dikatan
mendominasi pada Pulau Kotok Besar ini disebabkan karena pada lokasi ini
vegetasi lamun sangat berdekatan dengan banyaknya terumbu karang yang terdapat
di Pulau Kotok Besar.
Berdasarkan pada tabel 3, jika dilihat pada indeks margalef, indeks
margalef adalah suatu indeks yang menunjukkan tingkat kekayaan biota pada suatu
lokasi. Menurut Odum 1971, indeks margalef memiliki kriteria sebagai berikut :
>2,5
= kekayaan biota tinggi
<2,5
= kekayaan biota rendah
Berdasarkan pada tabel 3. maka
diperoleh hasil indeks margalef sebesar 2,32 yang menandakan bahwa kekayaan
biota asosiasi lamun di Pulau Pramuka tergolong tinggi. Hal ini disebabkan
karena pada saat pengamatan ditemukan sebanyak 13 jenis biota asosiasi lamun. Sementara
itu, dapat diketahui pula indek margalef pada Pulau Kotok Besar menunjukkan
angka 2,21 yang menandakan kekayaan biotanya yang rendah karena indeks margalef
Pulau Kotok Besar >2,5. Meskipun pada kedua pulau ini ditemukan sama-sama 13
jenis. Namun, terdapat biota di Pulau Kotok Besar yang ditemukan dalam jumlah
yang terlalu banyak seperti Sponges yang ditemukan sebanyak 114 individu
sementara pada jenis lain hanya ditemukan antara 1 – 20 individu saja.
Kemudian, indeks dominansi adalah
suatu indeks yang dapat menghitung adanya jenis tertentu yang mendominasi suatu
komunitas biota. Berdasarkan rumus Odum 1971, Dominansi (C) memiliki kriteria
sebagai berikut:
0,01
– 0,30 = Dominansi rendah
0,31 –
0,60 = Dominansi sedang
0,61- 1,00 = Dominansi tinggi
Jika dilihat berdasarkan hasil pada
tabel maka dominansi di Pulau Pramuka menunjukkan angka 0,26 yang menandakan
bahwa tingkat dominansinya rendah. Hal ini disebabkan karena hanya beberapa
jenis saja yang mendominasi. Sementara itu, indeks dominansi di Pulau Kotok
Besar menunjukkan angka yang lebih besar yaitu 0,43. Hal ini disebabkan karena
grand total yang ditemukan pada Pulau Kotok Besar lebih banyak yaitu sebesar
228 individu sementara di Pulau Pramuka hanya sebesar 173.
Grafik1a.
Pulau Pramuka Grafik1b.
Pulau Kotok Besar
Berdasarkan pada gambar 1. mengenai spesies dengan kepadatan
tertinggi di Pulau Pramuka maka diperoleh 3 biota asosiasi lamun yaitu Dischistodus prosopotaenia, Sponges, dan Heteroplopomus barbatus
dengan jumlah individu masing-masing sebesar 64, 37, dan 23. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan antara lain habitat dan aktivitas manusia. Sedangkan jenis yang rendah atau yang sedikit
ditemukan menunjukkan bahwa jenis tersebut tidak mampu beradaptasi dan bersaing
dengan jenis lainnya, sehingga tidak mampu untuk menempati ruang dan tidak
mampu melipatgandakan hasilnya (Deni, 2009)
Kemudian, berdasarkan pada gambar 1. dapat diketahui bahwa terdapat
3 spesies yang memiliki kepadatan tertinggi di Pulau Kotok Besar yaitu Sponges,
Heteroplopomus barbatus, dan Halimeda macroloba
dengan jumlah individu yang ditemukan masing-masing sebanyak 114, 54, dan 31
individu. Adapun jumlah yang tertinggi yaitu Sponges di lokasi Pulau Kotok
Besar. Hal ini disebabkan karena sponges merupakan biota laut yang memiliki
cara hidup yang sederhana. Sponge tidak memiliki sistem
sirkulasi yang sejati melainkan arus air laut yang tercipta
melalui aliran di rongga tubuhnya. Gas dan makanan yang dibutuhkan untuk
aktivitas sel didapatkan secara difusi langsung
dari air laut. Limbah metabolisme juga didifusikan dari sel ke laut. Di dalam
rongga tubuh sponge yang dialiri oleh air laut terdapat banyak silia yang
berguna untuk menangkap partikel organik. Arus air di dalam rongga tubuh sponge
relatif lebih lambat dibandingkan arus air di luar tubuh sponge sehingga
memudahkan penangkapan partikel organik. Sponges juga dikatakan sebagai hewan penyaring yang memiliki peran penting di dalam
ekosistem laut karena membersihkan air dari partikel tersuspensi dan menjaga
air tetap jernih, namun mereka sangat rentan terhadap pencemaran (Deni, 2009).
Kemudian dapat diketahui bahwa Heteroplopomus
barbatus atau yang lebih dikenal dengan ikan gobi atau ikan pasir juga
memiliki kepadatan yang tinggi. Biota ini wajar saja jika ditemukan dalam
jumlah yang banyak yaitu sebesar 54 individu karena ikan pasir ini hidup
menetap di padang lamun dengan substrat pasir. Kemudian Halimeda macroloba yang
merupakan makroalga. Jenis ini banyak ditemukan di Pulau Kotok Besar
dikarenakan pada lokasi ini memiliki keanekaragaman terumbu karang yang sedang
dan Halimeda macroloba ini memiliki tempat hidup yang melekat
pada terumbu karang (Sipriharyono, 2008).
Tabel 4. Kesamaan Jenis Biota di Pulau
Pramuka dan Pulau Kotok Besar
No
|
Jenis
Biota
|
Pulau Pramuka
|
Pulau Kotok
Besar
|
1
|
Abudefduf sp.
|
||
2
|
Anadara granosa
|
-
|
|
3
|
Achatina sp.
|
-
|
|
4
|
Acropora sp.
|
||
5
|
Cheilodipterus isostigmus
|
||
6
|
Cucumaria sp.
|
-
|
|
7
|
Dischistodus prosopotaenia
|
-
|
|
8
|
Halichoeres
chloroterus
|
||
9
|
Halimeda
macroloba
|
||
10
|
Heteroplopomus barbatus
|
||
11
|
Malleus sp.
|
-
|
|
12
|
Meiachanthus sp.
|
-
|
|
13
|
Pentapodus trivittatus
|
||
14
|
Pomacentrus saksonoi
|
-
|
|
15
|
Scylla sp.
|
-
|
|
16
|
Scolopsis affinis
|
-
|
|
17
|
Sponges
|
||
18
|
Synapta maculata
|
-
|
Sorensen
|
88,8%
|
Berdasarkan pada tabel 4. yaitu mengenai kesamaan jenis biota yang
ditemukan di Pulau Pramuka dan Pulau Kotok Besar diperoleh kesamaan 8 jenis
spesies yang terdapat di kedua pulau tersebut. Indeks similaritas Sorensen
adalah suatu indeks yang digunakan untuk membandingkan parameter biologi atau
kesamaan antar jenis spesies (Odum,1971). Adapun kriteria Indeks Sorensen yaitu
:
<50 % similaritasnya rendah
>50% similaritasnya tinggi
Berdasarkan hasil yang
diperoleh pada bahwa tingkat similaritas jenis biota pada kedua pulau ini
menunjukkan angka 88,8% yang menandakan bahwa tingkat similaritasnya tinggi
karena jika dilihat pada tabel 4. terdapat 8 kesamaan jenis biota dari
masing-masing jenis yang ditemukan di tiap lokasinya atau dengan kata lain
terdapat 8 kesamaan jenis biota dari 13 jenis yang ada yang ditemukan di setiap
lokasi. Tingkat similaritas yang tinggi di kedua pulau ini disebabkan karena
dari segi faktor fisik seperti pH dan suhu air yang sama yaitu pH sebesar 8 dan
suhu air di kedua pulau memiliki suhu 310 C..
KESIMPULAN
Ekosistem lamun merupakan ekosistem yang memiliki fungsi ekologis
sebagai habitat biota, sebagai tempat
mencari makan biota dan memijah, serta perlindungan bagi invertebrata dan ikan
kecil . Kedua pulau yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Kotok Besar memiliki indeks
diversitas yang sedang dengan H’ masing-masing 1,94 dan 1,46, dengan kekayaan
biota di Pulau Pramuka tergolong tinggi yaitu sebesar 2,52 dan kekayaan biota
di Pulau Kotok Besar tergolong sedang yaitu sebesar 2,21, memiliki tingkat
kemerataan yang tidak merata di kedua pulau dengan nilai masing-masing 0,77 dan
0,57, dengan nilai dominansi yang rendah yaitu pada masing-masing pulau sebesar
0,26 dan 0,43 serta tingkat similaritas di kedua pulau tergolong tinggi dengan
presentase sebesar 88,8%.
DAFTAR PUSTAKA
Azkab MH. 1999.
Pedoman Inventarisasi lamun. Majalah Ilmiah Semi Populer Oseana
24 (1): 216.
BTNKpS (Balai
Taman Nasional Kepulauan Seribu). 2004. Laporan
Inventarisasi
Lamun Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta
Dwintasari, F.
2009. Hubungan Ekologis Lamun (Seagrass) Terhadap Kelimpahan dan
keanekaragaman
Ikan di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu. Skripsi
Departemen
Deni. 2009. Manajemen
Sumberdaya Perairan. Jurnal Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.
Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Hutomo M dan
Azkab MH. 1987. Peranan lamun di lingkungan laut dangkal. Majalah
Ilmiah
Semi Populer Oseana 12 (1): 13-23. 1987.
Menteri Negara
Lingkungan Hidup. Kriteria baku kerusakan dan penentuan status
Padang
lamun. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 tahun 2004.
Murdiyanto B. 2004.Pengelolaan
Sumberdaya Perikanan Pantai. Jakarta. Ditjen
Perikanan
Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan
Odum, 1971. Dasar-
Dasar Ekologi. Yogyakarta. Gadjah Mada Press
Supriharyono.
2008. Konservasi ekosistem sumberdaya
hayati di wilayah pesisir dan
Laut
tropis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar