TEKNIK KULTUR
JARINGAN
Ratna Lestyana Dewi1 Amelia Rakhmaniar2, Hushila Alfi Bahalwan2, Puji
Astuti3
1Mahasiswa Program Studi
Biologi,
2Asisten
Praktikum Mata Kuliah Praktikum Kultur Jaringan,
3Dosen Mata
Kuliah Praktikum Kultur Jaringan,
Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
Abstrak |
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan, atau organ yang bersifat serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril, dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat menjadi suatu tanaman yang lengkap. Tujuan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui dan mampu mengaplikasikan proses-proses yang ada di dalam teknik kultur jaringan tanaman. Hasil yang diperoleh yaitu telah dilakukan tahapan kultur jaringan dimulai dengan inisiasi pada biji pepaya (Carica papaya) dengan persentase biji terbuka 50-100%, subkultur tanaman anggrek dengan persentase hidup 100% dan terdapat kematian pada satu botol media, dan pada aklimatisasi tanaman pisang mengalami kontaminasi pada satu tunas dan pada aklimatisasi anggrek tidak terdapat Kultur jaringan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat bagian tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman) tumbuh menjadi tanaman utuh (sempurna) pada kondisi in vitro. Adapun proses-proses yang ada di dalam teknik kultur jaringan dimulai dari tahapan pembuatan media, inisiasi, sterilisasi, multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisasi.
PENDAHULUAN
Kultur jaringan merupakan
salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan atau
budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan, atau organ yang bersifat serba
steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang
steril, dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
menjadi suatu tanaman yang lengkap. Secara teoritits teknik kultur jaringan
dapat dilakukan untuk semua jaringan karena berdasarkan teori totipotensi sel (Total
Genetic Potential),bahwa setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot
yaitu mampu memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap
(Badriah, 1998).
Metode kultur jaringan
dikembangkan untuk membantu dalam proses perbanyakan tanaman, khususnya untuk
tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan
dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain mempunyai sifat
yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga
tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan
jumlah yang besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih
terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan
konvensional (Wahyuni, 2010).
Menurut Hendrayono (1994) tahapan
yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan yaitu
dimulai dari pembuatan media, inisiasi, sterilisasi, multiplikasi, pengakaran,
aklimatisasi. Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang
akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,
vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar,
gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga
bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari
kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung
reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan
dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
Inisiasi adalah pengambilan
eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Sterilisasi adalah suatu
kegiatan di dalam kultur jaringan yang kondisinya harus dilakukan di tempat
steril, yaitu di laminar air flow dan menggunakan alat-alat steril
lainnya. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan guna mencegah timbulnya
kontaminasi yang dapat merusak kelangsungan percobaan yang dilakukan.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, cara tersebut meliputi
sterilisasi mekanik, kimia, maupun sterilisasi secara fisik (Kusuma, 2000).
Multiplikasi atau subkultur
merupakan salah satu tahap dalam proses perbanyakan tanaman melalui kultur
jaringan. Pada dasarnya subkultur merupakan memotong, membelah, dan menanam
kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah
banyak. Proses subkultur ini dilakukan karena beberapa alasan seperti tanaman
yang sudah memenuhi atau sudah setinggi botol, tanaman sudah berada lama di
dalam botol sehingga pertumbuhannya berkurang, tanaman mulai kekurangan hara,
dan media di dalam botol sudah mengering. Kegiatan subkultur ini dilakukan
sesuai dengan jenis tanaman yang dikulturkan. Setiap tanaman memiliki
karakteristik dan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda (Kusuma, 2000).
Aklimatisasi adalah kegiatan
memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptik ke bedeng atua dengan kata lain
ke ruangan terbuka. Proses pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap,
yaitu dengan memberikan sungkup. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan
lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan
bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif
(Surnowiyoto, 1996).
Tujuan pada praktikum ini
adalah untuk mengetahui dan mampu mengaplikasikan proses-proses yang ada di
dalam teknik kultur jaringan tanaman.
MATERIAL DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan
April – Juni 2017 di Laboratorium Fisiologi Pusat Laboratorium Terpadu (PLT)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Alat
dan Bahan
Bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah biji buah pepaya, stok MS, vitamin, zat pengatur tumbuh
yang terdiri dari auksin dan giberelin, gula, akuades, agar, arang aktif, NaOH,
HCL, eksplan anggrek, alkohol 70%, spirtus, media tanam sesuai perlakuan,
deterjen, Tween 20, bibit pisang
dalam botol, NaCl 10%, kertas saring, fungisida Dithane 2%, dan kertas koran.
Alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah Laminar Air Flow
Cabinet (LAFC), autoklaf, oven,
timbangan analitik, timbangan presisi, botol kultur, erlenmeyer, gelas ukur,
sendok kimia, cawan petri, pinset, pisau bedah, gunting, lampu spirtus, hand sprayer, pipet, hot plate, spatula, beaker glass, aluminium foil, magnetic
stirrer, spin bar, mikropipet, tip, pH meter, korek api, sumbat, karet
gelang, tisu, polybag, dan botol fido.
Cara
Kerja
Pembuatan
Larutan Stok
Pembuatan
larutan stok dilakukan dengan cara menghitung dahulu bahan-bahan yang akan
ditimbang. Bahan-bahan yang ditimbang adalah stok makro MS, stok mikro MS, dan
stok vitamin MS. Setelah dilakukan perhitungan, bahan kemudian ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik digital sesuai dengan bahan yang sudah dihitung.
Selanjutnya bahan-bahan kemudian dicampur dengan menggunakan air destilasi atau
larutan kimia seperti NaOH dan HCl. Selanjutnya, dituliskan nama stok dan nutrisi
atau zat pengatur tumbuh yang digunakan serta tanggal pembuatannya. Stok atau
ZPT yang telah dibuat kemudian disimpan dalam lemari pendingin bila tidak
digunakan langsung.
Pembuatan
Media Padat
Pembuatan media padat dilakukan dengan cara
disiapkan terlebih dahulu bahan stok MS yang telah dibuat, kemudian alat dan
bahan yang diperlukan disiapkan di atas meja. Media yang dibuat adalah media MS
+ ZPT 1 mg/l BAP, media MS + ZPT 1 mg/l NAA, media MS + ZPT 1 mg/l IAA, dan
media MS + ZPT 1 mg/l 2.4-D. Kemudian masing-masing media dibuat sebanyak 150
ml dengan volume per botol sebanyak 30 ml. Masing-masing perlakuan dibagi ke
dalam 5 botol. Media stok dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml yang sudah
berisi akuades, lalu dimasukkan gula pasir dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer di atas hot plate. Setelah tercampur, kemudian
dicek pH media tersebut dengan pH meter untuk mencapai pH 5,6 – 5,8. Jika media
belum mencapai pH tersebut maka dapat digunakan larutan kimia NaOH atau HCl
untuk mencapai nilai pH tersebut. Kemudian, larutan ditera dalam gelas ukur
hingga 150 ml dengan ditambahkan akuades. Setelah itu, larutan stok kemudian
dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan dipanaskan hingga mendidih. Media yang
sudah homogen ini ditandai dengan warnanya yang menjadi bening dan media
mendidih. Setelah homogen, media kemudian dituangkan merata ke dalam 5 botol
yang kemudian ditutup dengan aluminium foil. Selanjutnya botol-botol yang telah
diisi media tersebut disterilkan dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C
selama 20 menit. Setelah disterilisasi, maka botol-botol yang berisi media
dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu kamar hingga memadat dan siap untuk
dipergunakan.
Pembuatan
Media Cair
Pembuatan media cair dilakukan dengan menggunakan
stok medis MS dalam bentuk padatan, kemudian alat dan bahan disiapkan, serta
formulasi dari media yang dibuat adalah media MS sebagai kontrol, media MS +
IBA 1 mg/l, media MS + IBA 2 mg/L, media MS + 2.4-D 1 mg/L, dan media MS +
2.4-D 2 mg/L. Media yang akan dibuat sebanyak 600 ml. Media MS dan gula pasir
ditimbang untuk membuat 600 ml larutan media, maka dilakukan perhitungan
terlebih dahulu. Kemudian media MS yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 1000 ml yang sudah berisi 200 ml akuades. Media MS dilarutkan dengan
menggunakan magnetic stirrer di atas hot plate. Selanjutnya media ditambahkan
ZPT yang sudah disediakan sesuai formula, selanjutnya gula pasir yang sudah
ditimbang, lalu ditambahkan akuades sebanyak 200 ml ke dalam erlenmeyer.
Setelah tercampur semua, larutan kemudian dicek pH (5,6 – 5,8) dan ditera
hingga 600 ml di dalam gelas ukur. Kemudian media didistribusikan ke dalam 5
buah erlenmeyer dengan menggunakan beaker
glass dengan volume masing-masing yaitu 120 ml. Setelah dibagi merata,
media kemudian ditutup dengan sumbat dan kertas serta diikat dengan karet dan
diautoklaf selama 20 menit dalam suhu 1210C.
Subkultur
Anggrek
Proses pengerjaan subkultur anggrek ini dilakukan
dengan proses pemotongan dan pemisahan terhadap eksplan yang dikerjakan dengan
kondisi steril di dalam Laminar Air Flow
Cabinet (LAFC). Tanaman eksplan yang digunakan adalah anggrek Dendrobium.
Tutup botol yang berisi eksplan dibuka, kemudian tanaman yang ada di dalam
dikeluarkan dengan dijepit pinset. Selanjutnya eksplan diletakkan di atas cawan
petri, lalu pinset dipegang di tangan kiri, pisau di tangan kanan. Kemudian
eksplan dijepit dengan pinset lalu dipotong sesuai dengan jenis tanaman yang
disubkultur. Eksplan yang telah dipotong kemudian dimasukkan ke dalam botol
yang telah terisi media tumbuh steril sesuai denga perlakuan. Masing-masing
botol berisi 2-3 eksplan dan botol yang berisi eksplan diletakkan di dalam
ruang kultur. Selama penyimpanan, ruang kultur disemprot alkohol 70% setiap
minggunya.
Inisiasi
Tanaman
Proses inisiasi tanaman dengan menggunakan biji buah
pepaya (Carica papaya). Buah pepaya
dicuci dengan air mengalir kemudian dikering-keringkan. Setelah kering, buah
dibawa ke ruang Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)
dan direndam dalam alkohol 70% selama 15 menit. Selanjutnya, buah dibelah dan
diambil bijinya. Kemudian biji diletakkan di dalam cawan petri. Embrio yang
terdapat di dalam biji diambil dengan menggunakan pinset dan pisau bedah lalu
ditanam pada media yang telah disiapkan.
Aklimatisasi
Planlet
Aklimatisasi planlet dilakukan dengan media tanam
dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan agar yang masih tersisa dari
akar planlet. Kemudian direndam di dalam larutan fungisida Dithane 2% selama 30 menit. Selanjutnya ditiriskan di atas tisu
selama 15 menit agar bibit tidak terlalu basah. Setelah kering, planlet ditanam
ke dalam polybag dengan jarak yang tidak terlalu rapat guna mencegah bibit
membusuk, kemudian polybag ditutup saring. Kemudian selanjutnya bibit dipotong
dengan pisau bedah, diambil bagian bijinya dengan pinset dan ditanam ke dalam
botol yang berisi dengan sungkup plastik dan diletakkan dalam ruangan dengan
lampu 40 watt dan suhu 220C. Proses peletakkan planlet dalam ruangan
ini untuk mengadaptasikan planlet secara bertahap. Selanjutnya disimpan di
ruang kultur, planlet disiram dengan cara disemprot setiap 2-3 hari sekali
untuk menjaga kelembaban, planlet yang telah berumur 1 minggu kemudian
dikeluarkan ke tempat teduh untuk mengadaptasikannya dengan lingkungan in vivo selama 2 minggu. Pada saat itu
kemudian planlet dapat disiram dengan pupuk daun dengan konsentrasi ¼.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kultur jaringan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk membuat bagian tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman)
tumbuh menjadi tanaman utuh (sempurna) pada kondisi in vitro (Drew,
1986). Pada teknik perbanyakan tanaman secara in vitro, kultur umumnya diinkubasikan
pada sebuah ruang penyinaran dengan penyinaran yang cukup. Hal ini dikarenakan
tunas umumnya dapat dirangsang pertumbuhannya dengan adanya penyinaran. Sumber
cahaya yang biasanya digunakan dalam ruangan kultur jaringan adalah lampu
flourescent yang dapat menghasilkan warna putih, selain itu suhu ruang kultur
dapat meningkat namun dalam jumlah yang sedikit. Intensitas yang digunakan
dalam ruang kultur sekitar 1/10 dari intensitas cahaya yang dibutuhkan dalam
keadaan normal. Intensitas yang digunakan untuk pertumbuhan tunas sekitar
600-1000 lux.Sedangkan pada tahap perkecambahan dan inisiasi akar hanya dapat
dilakukan pada intensitas cahaya yang lebih sedikit dibandingkan dengan
pertumbuhan tunas (Gunawan, 1998).
Salah satu faktor keberhasilan kultur jaringan sangat dipengaruhi oleh zat
pengatur tumbuh tanaman. Zat pengatur tumbuh ini dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ. Adapun zat pengatur
tumbuh dapat digolongkan menjadi beberapa golongan yaitu auksin, giberelin,
sitokinin, dan inhibitor. Hal ini dikarenakan interaksi dan perimbangan antara
zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel
secara endogen, menentukan arah perkembangan suatu kultur (Rahardja, 1995).
Zat pengatur tumbuh yang digunakan
pada praktikum kultur jaringan inii yaitu NAA (Naftalen Asam Asetat), BAP
(Benzhyl Amino Purin), dan 2,4-D. NAA dan 2,4-D dikhlorofenoksiasetat yang
termasuk zat pengatur tumbuh golongan auksin. Hormon auksin menjadi dasar
penggunaan jaringan meristem sebagai eksplan, karena jaringan ini terdapat
banyak sekali hormon yang mengatur pembelahan sehingga keadaan jaringan ini
selalu membelah (Rahardja, 1995).
ZPT golongan auksin 2,4-D yang
digunakan ini pada umumnya berfungsi untuk meningkatkan pemanjangan sel,
pembelahan sel, dan pembentukan akar adventif, dalam medium kultur auksin
dibutuhkan untuk meningkatkan embriogenesis somatik pada kultur suspensi sel.
Konsentrasi auksin yang tinggi tentunya akan merangsang pembentukan kalus dan
menekan morfogenesis (Rahardja, 1995).
Benzyl Amino Purin (BAP) termasuk ke
dalam zat pengatur tumbuh golongan sitokinin, yang berperan dalam merangsang
proses inisiasi tunas, pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Fungsi dari
aktivitas utama sitokinin adalah untuk mendorong pembelahan sel, menginduksi
pembentukan tunas adventif dan dalam konsentrasi tinggi menghambat inisiasi
akar. Namun, sitokinin juga aktif menghambat perombakan protein dan klorofil
dan menghambat penuaan. Pertumbuhan dan perkembangan eksplan dipengaruhi oleh
interaksi dan keseimbangan antara zat pengatur tumbuh endogen dan zat pengatur
tumbuh eksogen (Wattimena, 1992).
Kultur
biji bertujuan untuk mempercepat waktu berkecambah dan mengatasi masalah pada
tanaman langka, mempelajari kecepatan pertumbuhan hingga diperoleh biji steril
untuk mengatasi kontaminasi yang terjadi pada eksplan yang dibudidayakan.
Adapun hasil dari inisiasi biji pepaya (Carica
papaya) adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Kondisi Biji Pepaya
Pasca 4 Minggu Setelah Inisiasi
Konsentrasi Media
|
Kondisi Biji Pepaya
|
Persentase biji
terbuka
|
MS 0 (kontrol)
|
Semua biji yang ada di
dalam media merekah
|
100%
|
MS + 2,4D 1 mg/L
|
Terdapat biji yang
tidak merekah
|
80%
|
MS + IBA 2 mg/L
|
Semua biji yang ada di
dalam media merekah
|
100%
|
MS + 2,4D 2 mg/L
|
Semua biji hanya
sedikit terbuka
|
50%
|
Tahap
inisiasi merupakan tahap penanaman eksplan yang steril ke dalam media Murashige and Scoog (MS) yang telah
disiapkan. Sterilisasi eksplan dilakukan agar eksplan bebas dari
mikroorganisme. Selain dari bahan tanaman, kontaminasi dapat pula berasal dari
medium kultur, peralatan, ruangan yang tidak steril, hingga proses sterilisasi
yang kurang sempurna (Kusuma, 2000). Berdasarkan hasil pengamatan setelah 4
minggu dilakukan tahapan inisiasi memiliki persentasi biji terbuka 50 – 100%,
dan tidak terdapat kontaminasi pada media yang digunakan. Terjadinya perbedaan
persentase ini disebabkan karena faktor biji yang membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk terbuka dan pada media yang digunakan.
Tahap
multiplikasi atau subkultur merupakan kegiatan memperbanyak calon tanaman
dengan menanam eksplan pada media. Adapun hasil subkultur tanaman anggrek pada
media padat MS dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Hasil
Subkultur Anggrek pada Media Padat MS
Media
|
% Hidup
|
Keterangan
|
Foto
|
MS + 2,4 D
|
0
|
Plantlet tidak tumbuh,
terdapat kontaminasi pada plantlet dan media
|
-
|
MS + IAA
|
100
|
Tunas mulai tumbuh
|
|
MS + BAP
|
100
|
Tunas mulai tumbuh
|
|
MS + NAA
|
100
|
Tunas mulai tumbuh
namun terdapat kontaminasi pada permukaan media
|
-
|
MS + IBA
|
100
|
Tunas mulai tumbuh
|
Tahap subkultur atau multiplikasi pada praktikum ini
yaitu menggunakan tanaman anggrek . Subkultur tanaman anggrek pada media padat MS ini bertujuan untuk
memindahkan atau memperbanyak eksplan yang akan tumbuh pada media yang baru.
Berdasarkan pada literatur, tujuan utama dari tahap subkultur ini adalah untuk
merangsang eksplan agar lebih cepat bertunas dan menghasilkan tunas dalam tunas
dalam jumlah yang banyak. Tahap ini merupakan tahapan dimana dilakukannya
penggantian media, dari media yang lama dipindahkan ke media yang baru. Saat
proses subkultur anggrek ini dilakukan dalam keadaan yang benar-benar steril
baik alat maupun media dan teknik yang digunakan dengan benar, serta penanaman
planlet dalam botol tidak menyentuh dinding botol dan media. Pengamatan
dilakukan setiap hari di ruangan inkubasi (Wahyuni, 2010).
Berdasarkan pada tabel tersebut dapat terlihat bahwa
hasil dari subkultur anggrek berjumlah dua botol menjadi 5 botol, dengan total
masing-masing keberhasilan mencapai 100% namun terdapat pula kontaminasi pada
dua botol kultur yaitu pada botool kultur media MS + 2,4-D dan MS + NAA. Kontaminasi
ini disebabkan karena saat penanaman planlet dalam botol menyentuh bagian media.
Kemudian tahap selanjutnya yaitu dilakukan proses
aklimatisasi pada tanaman anggrek dan pisang. Berdasarkan pada hasil pengamatan
maka diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil
Aklimatisasi Tanaman Anggrek dan Pisang
Tanaman
|
Foto
|
Keterangan
|
Pisang
|
Daun
berwarna hijau segar
Panjang
= 8,5 cm
|
|
Terdapat
kontaminasi pada satu tunas.
Panjang
daun yang tumbuh = 8cm
|
||
Anggrek
|
Daun
berwarna hijau segar, keseluruhan tidak ada yang layu
Panjang
rata-rata = 5,2 cm
|
|
Daun
berwarna hijau segar, keseluruhan tidak ada yang layu
Panjang
rata-rata = 5,5 cm
|
Berdasarkan pada hasil pengamatan
pada praktikum ini dapat dilihat bahwa aktlimatisasi anggrek ini secara
keseluruhan dapat tumbuh dengan baik dengan daun berwarna hijau segar dan
keseluruhan tidak ada yang layu. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan
yang sesuai dan kondisi anggrek yang memang telah siap untuk diaklimatisasi.
Sedangkan pada aklimatisasi pisang dapat dilihat bahwa dari dua polybag yang
telah diaklimatisasi terlihat ada kontaminasi pada satu tunas pisang. Hal ini
disebabkan kemungkinan karena pada saat diberi sungkup dan diikat kurang
tertutup secara menyeluruh dan masih ada celah udara sehingga terdapat
kontaminasi yang lama kelamaan membuat tunas pisang tersebut mati.
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan
bahwasanya lingkungan seperti suhu, kelembaban relatif udara, kuantitas serta
kualitas cahaya yang disebut intensitas cahaya, lama penyinaran, dan panjang
gelombang dalam botol kultur sangat berpengaruh oleh beberapa parameter
lingkungan yang ada dalam botol kultur selama proses kultur jaringan
(Zulkarnain, 2009).
KESIMPULAN
Kultur jaringan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat bagian tanaman (akar,
tunas, jaringan tumbuh tanaman) tumbuh menjadi tanaman utuh (sempurna) pada
kondisi in vitro. Adapun proses-proses yang ada di dalam teknik kultur
jaringan dimulai dari tahapan pembuatan media, inisiasi, sterilisasi,
multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Drew, R., A. (1986). Growth a
apical and lateral buds of papaw (Carica
papaya) as affected by nutritional and hormonal factors. J.Hort Sci, 61(4), 535-543.
Badriah, D. (1998). Tanggap dua
kultivar gladiol terhadap zat pengatur tumbuh pada perbanyakan in vitro. Jurnal Hortikultura, 8(2), 1048-1059.
Gunawan, L., W. (1988). Teknik Kultur Jaringan. Bogor:
Laboratorium Kultur Jaringan Bioteknologi IPB
Hendrayono, A. (1994). Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan
Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Yogyakarta: Kanisius
Kusuma, A., L. (2000). Teori – Teori Kultur Jaringan Materi Ajar.
Yogyakarta: UGM Press
Rahardja, P., C. (1995). Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman
Secara Modern. Jakarta: Swadaya
Surnowiyoto. (1996). Pemulihan Tanaman Secara In Vitro. Yogyakarta:
Kanisisus
Wattimena, G., A. (1992). Bioteknologi Tanaman I. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Wahyuni, D. (2010). Teknik
kultur jaringan tunas pepaya dengan menggunakan beberapa konsentrasi IBA. Jurnal Teknik Pertanian, 15(2), 52-55.
Zulkarnain. (2009). Kultur Jaringan Solusi Perbanyakan Tanaman
Budidaya. Jakarta: Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar