UJI TOKSISITAS
AKUT DAN PENENTUAN LD50 KADMIUM (Cd) DALAM BENTUK KADMIUM SULFAT
(CdSO4) YANG DIDEDAHKAN PADA MENCIT BETINA (Mus Muscullus) SECARA
INTRAPERITONEAL
Ratna
Lestyana Dewi1), Andhika Dwi Nugroho 2), Eka Apriliyani2)
, dan Nurfauziah2)
1.
Mahasiswa
Program Studi Biologi
2.
Asisten
Dosen Praktikum Toksikologi Lingkungan Prodi Biologi
Program
Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
e-mail
: lestyanaratna@gmail.com
Abstrak
Toksisitas merupakan suatu sifat relatif yang biasa
digunakan untuk membandingkan apakah zat kimia yang satu lebih toksik dari zat
kimia yang lain.
Uji toksisitas akut dilakukan untuk menentukan efek toksik suatu senyawa dalam
waktu singkat setelah pemejanan. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mengetahui efek dari logam Cd (Cadmium) di dalam larutan kadmium sulfat
(CdSO4). Penggunaan larutan kadmium sulfat (CdSO4)
bertujuan untuk memudahkan pendedahan yang dilakukan secara
intraperitoneal terhadap mencit. Uji toksisitas akut ini dilakukan untuk
memperkirakan LD50 sehingga dapat diketahui besarnya dosis zat
toksik yang mangakibatkan kematian 50% hewan uji untuk selanjutnya dapat
dikonversi ke manusia. Praktikum ini dilakukan pada Rabu, 5 Oktober
2016 yang dilakukan selama 14 hari di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan metode pendedahan secara
intraperitonial. Hasil yang diperoleh yaitu mencit yang didedahkan secara
intraperitonial dengan tingkatan dosis yang berbeda mempengaruhi aktivitas maupun
sifat fisik dari mencit tersebut. Berdasarkan pada praktikum ini dapat
disimpulkan bahwa Kadmium (Cd) di dalam larutan Kadmium Sulfat (CdSO4)
memiliki nilai Lethal sebesar 8.71 mg/Kg bb. Ada perubahan berat badan, kondisi fisik, serta
organ viseral pada mencit di masing-masing kelompok perlakuan yang dibandingkan
dengan kontrol, dan dari perbedaan dosis sangat mempengaruhi efek toksik yang
terjadi pada mencit. Pemberian whey protein juga memberikan pengaruh dalam
kondisi tubuh mencit yang sudah didedahkan dengan CdSO4.
Kata Kunci :
Kadmium, Organ Viseral, Toksisitas
Toksisitas merupakan suatu sifat relatif yang biasa digunakan untuk
membandingkan apakah zat kimia yang satu lebih toksik dari zat kimia yang lain. Uji toksisitas akut merupakan uji toksisitas dengan
pemberian suatu senyawa pada hewan uji pada suatu saat. Maksud uji tersebut
adalah untuk menetukan gejala yang timbul sebagai akibat pemberian suatu
senyawa dan untuk menentukan tingkat letalitasnya (Loomis, 2008).
Uji toksisitas akut dilakukan untuk
menentukan efek toksik suatu senyawa dalam waktu singkat setelah pemejanan. Uji
ketoksikan dikerjakan dengan memberikan dosis tunggal senyawa uji pada hewan
uji (sekurang-kurangnya 2 jenis hewan uji roden dan miroden, jantan maupun
betina). Takaran dosis yang dianjurkan paling tidak 4 peringkat dosis dari
dosis rendah yang tidak mematikan hewan uji sampai dosis tertinggi yang
mematikan seluruh hewan uji. Pengamatan yang dilakukan meliputi gejala klinis,
jumlah hewan yang mati dan histopatologi organ (Donatus, 2001).
Uji toksisitas akut mampu menggambarkan
ketoksikan intrinsik dari suatu zat kimia untuk memperkirakan resiko atau
ketoksikan pada spesies target, mengidentifikasikan organ target, menyediakan
informasi tentang desain dan pemilihan tingkat dosis untuk penelitian dalam
jangka waktu yang lebih panjang, menyediakan infomasi untuk keperluan klinis
dalam memperkirakan, mendiagnosis dan meresepkan pengobatan zat kimia yang
secara akut beracun (Hayes, 2001).
Adapun efek toksik dari bahan pencemar
yang berasal dari logam berat dapat mengakibatkan kerusakan organ-organ atau
bahkan bahkan kematian pada makhluk hidup. Salah satu logam berat yang dapat
memberikan efek toksin adalah Cd (Cadmium). Kadmium (Cd) merupakan salah
satu jenis logam berat yang berbahaya
karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium
berpengaruh terhadap makhluk hidup dalam jangka waktu panjang dan dapat
terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Zat beracun
tersebut dapat masuk ke tubuh manusia elalui sistem pencernaan dan sistem
pernapasan (Hayes, 2011).
Keracunan
logam kadmium terdiri dari 15-50% penyerapan melalui sistem pernapasan dan 2-7%
melalui sistem pencernaan. Target organ adalah hati, plasenta, ginjal,
paru-paru, otak, dan tulang. Kadmium ditemukan dalam pembuatan baterai, plastik PVC, pigmen cat, pupuk, rokok,dan kerang yang berada di
sekitar lingkungan pabrik. Logam berat ini bergabung bersama timbal (Pb) dan merkuri sebagai the big
three heavy metal yang memiliki
tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Walaupun kadar logam dalam
tanah, air, dan udara rendah, namun dapat meningkat apabila manusia menggunakan
produk-produk dan peralatan yang mengandung logam, pabrik-pabrik yang
menggunakan logam, pertambangan logam dan pemurnian logam. Menurut
badan dunia FAO /WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan
bagi manusia adalah 400 -
500 μg per orang atau 7 μg per kg berat badan (Donatus, 2001).
Data
yang diperoleh dari uji ketoksikan akut berupa data kuantitatif yang berupa LD50
sedangkan data kualitatif berupa penampakan klinis dan morfologi efek toksik
senyawa uji. Data LD50 yang diperoleh digunakan untuk
potensi ketoksikan akut senyawa relatif terhadap senyawa lain dan untuk
memperkirakan takaran dosis uji toksikologi lainnya (Donatus, 2001).
LD50 didefinisikan sebagai
dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapakan akan membunuh 50%
hewan coba, juga dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek
toksik spesifiknya, serta memberikan petunjuk dosis yang sebaiknya digunakan
dalam pengujian yang lebih lama. Evaluasi juga terhadap kelainan tingkah laku,
stimulasi atau depresi Sistem Saraf Pusat (SSP), aktivitas motorik
dan pernapasan untuk mendapat gambaran tentang sebab kematian (Donatus, 2001).
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengetahui efek dari logam Cd (Cadmium) di dalam
larutan kadmium sulfat (CdSO4). Penggunaan larutan kadmium
sulfat (CdSO4) bertujuan untuk memudahkan pendedahan yang dilakukan
secara intraperitoneal terhadap mencit. Uji toksisitas akut ini dilakukan untuk
memperkirakan LD50 sehingga dapat diketahui besarnya dosis zat
toksik yang mangakibatkan kematian 50% hewan uji untuk selanjutnya dapat
dikonversi ke manusia.
METODE
PENELITIAN
Praktikum
ini dilakukan pada Rabu, 5 Oktober 2016 yang dilakukan selama 14 hari di Pusat
Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan metode
pendedahan secara intraperitonial.
Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan pada praktikum ini adalah syringe
1 ml, timbangan analitik, gelas ukur 25 ml, beaker glass 50 ml,
spatula, batang pengaduk, magnetic stirer, tissu, kapas, kandang mencit + botol
minum.
Bahan
yang digunakan pada praktikum ini adalah mencit betina, akuabidestilata steril,
CdSO4 , dan alkohol 70%., dan whey.
Cara Kerja
Pemilihan
hewan uji
Hewan
uji yang dipakai pada praktikum ini adalah mencit betina (Mus musculus) dengan
kondisi harus sehat. Sebelum digunakan untuk pengujian Mus
musculus sudah diaklimatisasi terlebih dahulu (penyesuaian dengan kondisi
laboratorium) selama satu minggu. Umur reproduksi Mus musculus sudah
cukup (dewasa) dimana untuk Mus musculus jantan umurnya adalah 12
minggu dan untuk Mus musculus betina umurnya adalah 10 minggu.
Distribusi dari berat badan Mus musculus harus merata dengan range persentase 10-20% dan jumlah
ulangan perdosis adalah (n-1) (t-1) ≥15.Penentuan jumlah dosis yang digunakan
untuk menentukan LD50 zat yang diuji
Berdasarkan
pada tes toksisitas untuk menentukan jumlah dosis atau kosentrasi adalah sangat
penting sehingga dapat menentukan LD50 yang akan diuji. Penentuan
jumlah dosis atau konsentrasi tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus
tertentu berdasarkan Lawrence & Bacharah (1964), yaitu sebagai berikut:
F =
Dengan F : nilai koefisien
I : nilai dosis
tertinggi per dosis terendah
r : jumlah kelompok
perlakuan yang akan diuji (tidak termasuk kontrol) -1
Adapun dosis zat CdSO4 yang
digunakan untuk mencari LD50 yaitu 0 mg/kgBB, 2,5 mg/kgBB, 5
mg/kgBB, 7,5 mg/kgBB, dan dosis tertinggi yaitu 10 mg/kgBB
Pembuatan
Larutan CdSO4
Setelah
perhitungan jumlah dosis didapat, dosis-dosis tersebut dikonversikan kedalam 0,1
mL/ 10 gram bb dan satuan hasil konversinya adalah mg/10 mL. Setelah itu
praktikan harus membuat larutan stok CdSO4 yang dosisnya 10
lipat lebih pekat dari dari zat uji dengan dosis tertinggi. Pembuatan larutan
stok untuk menghindari penguapan berlebih dari zat. Langkah pertama pembuatan
larutan stok CdSO4 yaitu padatan CdSO4 diambil
dengan menggunakan spatula dan ditimbang menggunakan timbangan analitik digital
dengan memberi alas alumunium foil.
Padatan
CdSO4 dibungkus menggunakan alumunium foil yang sebelumnya
menjadi alas pada saat penimbangan. Setelah itu CdSO4 dipindahkan
dari kertas alumunium foil kedalam gelas beaker. Lalu dituangkan
akuabidestilata sesuai dengan volume hasil perhitungan sekaligus dengan
membilas alumunium foil pembungkus CdSO4 untuk menghindari CdSO4 yang
tersisa. Larutan tersebut diaduk dengan meggunakan batang pengaduk atau magnetic stirrer hingga terlarut dengan sempurna. Larutan stok tersebut
dipindahkan kedalam botol larutan yang gelap atau ditutup alumunium foil untuk
menghindari pengaruh cahaya. Larutan stok yang sudah jadi diberi label tanggal
pembutan dan nama pembuat. Larutan stok disimpan didalam lemari es serta untuk
menghindari ketidakakuratan konsentrasi sebaiknya jangan digunakan lebih dari
satu bulan. Setelah larutan stok dibuat langkah selanjutnya adalah membuat
larutan dengan berbagai macam dosis. Pembuatannya dilakukan dengan cara
pengenceran menggunakan rumus V1 . M1 = V2. M2
Pendedahan dan pengamatan kondisi pada mencit betina
(Mus muscullus) secara Intraperitoneal
Pendedahan dilakukan secara
intraperitoneal dengan pertama-tama memilih 25 ekor mencit betina dengan
rata-rata berat badan 25 – 30 gram atau rentang berat badan 10 – 20%. Kemudian
mencit dibagi menjadi lima kelompok yaitu empat kelompok perlakuan dan satu
kelompok kontrol. Rata-rata berat mencit pada masing-masing kelompok harus
memiliki kisaran yang sama. Lalu mencit yang telah didistribusikan diletakkan
pada masing-masing kandang yang telah diberi alas kertas. Kemudian diberi tanda
pada ekor mencit masing-masing kelompok dengan menggunakan spidol pada ekornya,
misalnya strip 1 (1 coretan) untuk individu ke 1, dan seterusnya. Lalu ditandai
masing – masing kandang sesuai dengan dosis yang akan didedahkan. Sebelum
dilakukan pendedahan maka mencit dipuasakan dahulu selama 24 jam. Kelompok
mencit perlakuan diberi larutan CdSO4 dengan dosis tunggal 10, 7,5,
5 dan 2,5 mg/kgBB. Kemudian kelompok kontrol hanya diberi akuabidestilata
dengan cara dan volume yang sama. Selain itu, digunakan larutan whey yang kemudian didedahkan pada
mencit setelah 30 menit yang hanya diberikan pada kelompok empat dan kelompok
lima. Lalu pengamatan kematian mencit dilakukan setelah 30, 60, dan 90 menit
setelah penyuntikan, selanjutnya dilakukan pada saat 24, 48, 72, dan 96 setelah
penyuntikan.. Selain pengamatan kematian, juga dilakukan pengamatan terhadap
perubahan kondisi fisik tiks, antara lain : kulit dan bulu, mata dan mukosa,
pernafasan, tingkah laku, aktivitas motorik, tremor, konvulsi, salivasi, diare,
letargi, serta kerja sistem saraf otonom. Lalu berat badan ditimbang hingga 14
hari setelah penyuntikan. Berat organ viseral dan pengamatan makroskopis organ
viseral pada hari ke 14 setelah penyuntikan. Organ viseral yang diamati antara
lain : jantung, paru-paru, lambung, usus, hati, pankreas, ginjal, dan limfa.
Jangan lupa untuk memperhatikan pakan dan air minum mencit.
Pembedahan dan pengamatan organ viseral mencit
Sebelum
pembedahan mencit harus dimatikan terlebih dahulu dengan cara dislokasi pada
bagian leher mencit yaitu menggunakan alat tumpul seperti pinset yang berukuran
besar untuk menekan bagian leher dan bagian ekor mencit ditarik
sampai mencit tidak bergerak atau mati. Setelah mencit mati dilakukan
pembedahan dengan menggunakan gunting bedah dimulai dari bagian anus. Organ
viseral yang diamati adalah limfa, ren, gastrum, pulmo, cor,
intestinum, pankreas dan hepar. Organ viseral dibandingkan dengan kontrol yaitu
dilihat dari warna organ, tekstur membengkak, mengkerut atau mengeras.
Foto organ viseral kontrol dengan organ viseral yang terdedah CdSO4.
Analisis
Data
Penentuan
LD50 analisa probit
Penentuan LD50 dapat
dihitung dengan menggunakan analisa probit dilihat dari jumlah individu yang
mati dan koreksi % kematian. Nilai probit didapat dari perhitungan
koreksi % kematian dan nilai probit dilihat menggunakan tabel probit.
Selanjutnya dibuat pada microsoft excel grafik regesi linear dengan sumbu X=
log10 dosis dan sumbu Y= nilai probit. Rumus yang didapat digunakan untuk
mendapatkan nilai X. Setelah nilai X dapat maka hasil harus di antilog terlebih
dahulu itulah nilai dari LD50.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Berdasarkan pada
hasil percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1. Total
Kematian Mencit (Mus muscullus)
Kelompok
|
Treatment
|
Non-treatment
|
Dosis
(Mati) mg/kgBB
|
||
Hidup
|
Mati
|
Hidup
|
Mati
|
||
1
|
-
|
-
|
2
|
3
|
10, 7,5, & 5
|
2
|
-
|
-
|
4
|
1
|
10
|
3
|
-
|
-
|
3
|
2
|
10 & 7,5
|
4
|
4
|
1
|
-
|
-
|
10
|
5
|
3
|
2
|
-
|
-
|
7,5 & 2,5
|
Berdasarkan pada
praktikum kali ini yaitu mengenai uji toksisitas akut pada Kalium Sulfat (CdSO4)
yang didedahkan dengan menggunakan hewan coba mencit (Mus musculus) betina. Senyawa CdSO4 didedahkan secara
intraperitoneal dalam bentuk larutan dengan konsentrasi yang berbeda.
Penggunaan larutan CdSO4 untuk mengetahui efek toksik logam berat
Kadmium (Cd) yang merupakan unsur logam berat yang tidak terdapat di alam.
Sehingga digunakan senyawa dalam bentuk CdSO4. Selain itu, berdasarkan
pada percobaan ini dibagi lagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok treatment (diberikan tambahan whey protein) dan non-treatment (tanpa tambahan whey protein) (Desiana, 2015).
Berdasarkan pada
tabel 1. mengenai total kematian mencit, maka dapat diketahui bahwa terdapat
mencit yang mengalami kematian pada saat 96 jam setelah dilakukan pendedahan.
Individu mencit yang mengalami kematian terdapat pada pendedahan dosis CdSO4
. Individu mencit yang didedahkan CdSO4
0, 2,5 dan 5 mg/kg bb tidak mengalami kematian. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa adanya efek CdSO4 sesuai dengan dosis yang
didedahkan. Semakin tinggi CdSO4 yang didedahkan maka efek terhadap
tubuh mencit akan semakin besar. Hal ini dikarenakan seluruh organ-organ
mempunyai batasan maksimum terhadap zat beracun seperti Cd, ketika zat toksik
tersebut tidak dapat ditoleransi oleh berbagai organ tubuh, maka zat tersebut
dapat merusak suatu unit struktural sel pada organ-organ penyusun tubuh mencit
(Djojosumarto, 2008).
Tabel
2. Penentuan Nilai Probit
Dosis
|
Log 10
dosis
|
Jumlah Individu
|
Jumlah
Individu Mati
|
Persen Kematian
(%)
|
Koreksi
Persen Kematian (%)
|
Nilai Probit
|
0
|
0
|
5
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2,53
|
0,403120521
|
5
|
1
|
20
|
20
|
4,16
|
4
|
0,602059991
|
5
|
0
|
0
|
0
|
0
|
6,32
|
0,800717078
|
5
|
3
|
60
|
60
|
5,25
|
10
|
1
|
5
|
4
|
80
|
80
|
5,84
|
Berdasarkan pada
tabel 2. ini menunjukkan penentuan nilai probit dari hasil perhitungan analisa
probit. Analisa probit adalah suatu analisa yang sering digunakan di dalam
toksikologi untuk menentukan toksisitas relatif dari suatu bahan kimia yang
diujikan untuk organisme hidup. Analisa probit digunakan untuk mengetahui
respon subyek yang diteliti oleh adanya stimuli dalam hal ini CdSO4
dengan mengetahui respon berupa mortalitas. (Negara, 2003 ).
Tabel analisa
probit ini dapat dihitung dari % kematian pada mencit di masing-masing dosis.
Adapun hasil yang diperoleh berdasarkan pada tabel 2. tersebut yaitu pada dosis
10 mg/kgBB menyebabkan kematian pada hewan uji sebesar 80%, pada dosis 6,32
mg/kgBB menyebabkan kematian sebesar 60%, dan pada dosis 4 mg/kgBB menyebabkan
kematian pada hewan uji sebesar 20%.
Kematian dari
koreksi % kematian dapat menghasilkan nilai besarnya nilai probit. Pada koreksi
% kematian 20%, 60% dan 80% secara berurutan memiliki koreksi persen kematian
sebesar 20%, 60%, dan 80%. Selanjutnya, dengan membuat grafik regresi linier
dengan sumbu x = log10 dan sumbu y = nilai probit. Sehingga didapatkan
grafik sebagai berikut:
Grafik 1. Kurva Regresi Linear
Kurva Regresi (y = 5.35 x - 0.05)
Pada grafik dapat diperoleh rumus :
Y = 5.35 X – 0.05
Dengan Y = nilai probit
X = log10 dosis
Untuk LD50 berarti kematian 50% maka
nilai probitnya adalah 5
Maka Y
= 5.35 X – 0.05
5 = 5.35 X – 0.05
X = 0.94
Maka dosis LD50 adalah
antilog X = antilog 0.94 = 8.71 mg/Kg bb
Berdasarkan pada
grafik 1 mengenai regresi linear, telah diperoleh rumus y = 5.35 X – 0.05, sehingga berdasarkan pada hasil tersebut diperoleh
nilai LD50 (kematian 50%) sebesar 8.71 mg/kg bb. Nilai LD50 ini
menurut Lu (1991) termasuk ke dalam kriteria sangat toksik karena nilainya
diantara 1-50 mg/kg bb.
Tabel
3. Informasi Kriteria Toksisitas
Kelas
|
LD50 (mg/Kg
bb.)
|
Luar biasa
toksik
|
1 atau kurang
|
Sangat toksik
|
1-50
|
Cukup toksik
|
50-500
|
Sedikit toksik
|
500-5000
|
Praktis tidak
toksik
|
5000-15000
|
Relatif kurang
berbahaya
|
> 15000
|
Berdasarkan pada percobaan, maka selanjutnya dilakukan pengamatan
mengenai perubahan berat badan dan berat feses, dan pengamatan fisik. Berdasarkan
hasil pengamatan perubahan berat badan mencit selama 14 hari, maka di dapatkan
hasil sebagai berikut :
Grafik
2. Perubahan Berat Badan Mus musculus (Treatment)
Grafik 3. Perubahan Berat Badan Mus musculus (Non
Treatment)
Berdasarkan
pada grafik 2. dan grafik 3. Mengenai perubahan berat badan Mus musculus dapat dilihat adanya
perbedaan antara kelompok treatment dengan
non-treatment. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya perbedaan nafsu makan akibat
pengaruh dari dosis yang didedahkan. CdSO4 memberikan pengaruh pada
organ pencernaan yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-organ
pencernaan mencit sehingga terjadi penurunan kemampuan penyerapan makanan. Hal
ini terjadi pada kelompok non-treatment. Sementara pada kelompok treatment
dengan adanya penambahan whey protein ini mampu membuat adanya proses perbaikan
yang terjadi di dalam tubuh mencit.
Whey protein
adalah salah satu sumber asupan nutrisi sehari-hari yang sehat dan tentunya
baik untuk dikonsumsi. Whey protein berasal dari protein susu sapi yang
memiliki kandungan gizi tinggi dengan komposisi berupa 80% kasein dan 20% whey.
Rata rata kandungan protein dalam whey sekitar 20 – 30 gram
per 35 gram sajian, tergantung tingkat kemurnianya. Manfaat dari whey protein
tentunya beragam seperti untuk membantu dalam proses penyembuhan luka. Hal ini
dapat terjadi dikarenakan di dalam whey terdapat asam amino yang merupakan
sarana untuk memperbaiki sel-sel yang mati karena adanya luka. Selain itu, whey
mengandung komponen dengan antimikroba seperti laktoferin. Selain itu,
berdasarkan pada penelitian medis bahwa whey ini bersifat antikarsinogen
sehingga bermanfaat untuk mengurangi resiko penyakit jantung dan
kanker.
Grafik 4. Perubahan Berat
Feses Mus musculus (Treatment)
Grafik 5. Perubahan Berat Feses
Mus musculus (Non Treatment)
Berdasarkan pada grafik 3. dan 4. mengenai perubahan
feses mencit ini menunjukan terjadinya perubahan berat feses secara
fluktuatif tiap hari antar kelompok dosis yang didedahkan baik pada perlakuan
dengan whey maupun perlakuan tanpa diberikan whey protein. Perbedaan berat
feses juga terjadi akibat tigkat toksisitas yang dihasilkan pada masing-asing
konsentrasi mengakibatkan terganggunya metabolisme yang terjadi pada tubuh
mencit. Pengukuran berat feses juga dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
apakah ada pengaruh antara CdSO4 dengan fungsi pencernaan. Cadmium
tidak dapat diabsorpsi dengan baik, yaitu hanya sekitar 5-8%. Namun, itu tetap
lebih tinggi dibandingkan absorpsi mineral dan sulit dieliminasi dari dalam
tubuh sehingga akan dideposit di dalam tubuh. Cadmium diabsorpsi dan diakumulasi.
Ekskresi Cd terjadi melalui urin dan feses (Widowati,2008).
Grafik 6. Perbandingan Berat Feses Non-Treatment dan Treatment
Berdasarkan
pada grafik 6. Mengenai perbandingan berat feses treatmen dan non-treatment dapat
terlihat mengalami fluktuatif. Berat feses juga berpengaruh terhadap berat
badan, makin banyak feses yang dikeluarkan, maka berat badan akan semakin
berkurang karena hanya sedikit makanan yang diserap akibat terganggunya system
pencernaan akibat pendedahan. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil berat feses
yang dikeluarkan maka semakin bertambah berat badannya. Hal ini dikarenakan
penyerapan makanan oleh tubuh dapat diserap secara optimal. Saat berat feses
menurun, hal ini dapat terjadi karena mencit kekurangan bahkan kehabisan
makanan yang membuat tidak adanya asupan nutrisi kedalam tubuh dia. Kekurangan
makanan ini disebabkan habisnya stok makanan yang ada didalam kandang
masing-masing.Adapun mencit yang kehilangan nafsu makannya setelah didedahkan CdSO4.
Kehilangan nafsu makan ini dipengaruhi oleh lemasnya tubuh setelah racun
tersebutmasuk kedalam tubuh mencit yang membuat mencit susah atau berat untuk
berjalan dan mengerakan tubuhnya. Efek dari CdSO4 ini juga
berpengaruh pada sistem pencernaan yang ditandai dengan feses yang kental atau
mengalami diare.
KESIMPULAN
Kadmium (Cd) di dalam larutan Kadmium Sulfat (CdSO4)
memiliki nilai Lethal sebesar 8.71 mg/Kg bb.
Ada perubahan berat badan, kondisi fisik, serta organ viseral pada mencit di
masing-masing kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan kontrol. Perbedaan
dosis sangat mempengaruhi efek toksik yang terjadi pada mencit. Adanya
pemberian whey protein juga memberikan pengaruh terhadap sifat toksik CdSO4.
DAFTAR PUSTAKA
Desiana, 2015.
Manfaat Whey dan Kandungannya Bagi Tubuh. (www.artikelnutrisisuplement.co.id/home/nutrisi/suplement/) Diakses pada 3 November 2016 pukul 04.25 WIB
Djojosumarto,
P., 2008, Pestisida dan Aplikasinya, 109,
Agro Media Pustaka, Jakarta
Donatus,
I. A., 1990, Audiovisual Toksikologi
Dasar, 36-53, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Jurusan Kimia
Farmasi Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta
Donatus,
I. A., 2001, Toksikologi Dasar, 1,
200, 201, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Jurusan Kimia Farmasi
Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta
Hayes,
A, W., 2001, Principles and Methods of
Toxicology, Ed 4, Taylor & Francis, United States of America
Loomis,
T. A., 1978, Toksikologi Dasar,
diterjemahkan oleh: Imono Argo Donatus, Edisi III, 20-23, 83-86, 206-208,
228-232, IKIP Semarang-Press, Semarang
Lu, F. C., 1991. Toksikologi Dasar Asas,
Organ Sasaran dan Penilaian Resiko, diterjemahkan oleh Nugroho,E., Edisi Kedua.
UI Press. Jakarta
Negara, Abdi. 2003. Penggunaan Analisis
Probit Untuk Pendugaan Tingkat Kepekaan Spodoptera exigua Terhadap Deltametrin
Di Daerah Istimewa Jogjakarta. Sulawesi Tengah : Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian.
Priyanto, 2009, Toksikologi : Mekanisme, Terapi Antidotum,
dan Penilaian Resiko, 99,
Lembaga Studi Dan Konsultasi Farmakologi Indonesia, Jawa Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar